Hari keempat Tour Surabaya-Labuan Bajo, kelompok kami meninggalkan Lombok menuju Pulau Sumbawa. Yang melegakan, hari bersepeda 160 km itu berjalan ahead of schedule.

Perangkat safety paling utama yang digunakan saat bersepeda adalah helm, selain itu kacamata juga sebuah keharusan. Gunanya jelas untuk melindungi mata dari sinar matahari, pasir, debu, dan hempasan angin yang bisa buat mata kering.

Tiga hari sudah berlalu. Total lebih dari 500 km telah dikayuh. Dari Singaraja, Bali, kelompok cepat Kamis, 1 Februari, sudah tiba dan menginap di Praya, Lombok. Walau harus menggunakan “Plan B” untuk mencapainya.

Untuk bikepacking sejauh Surabaya ke Labuan Bajo, perencanaan adalah segalanya. Kapan harus sampai mana, berapa lama perjalanan, semua harus dihitung sebaik mungkin.

Enaknya negara kaya. Walau tidak ada budaya cycling yang kuat, tapi supaya ada sesuatu yang keren, dibuatlah jalan khusus untuk para penghobi sepeda. Lengkap dengan lampu supaya bisa dipakai 24 jam!

Ada garis tipis antara crazy dan stupid. Teman-teman sepeda di Surabaya memilih berjalan di atas garis tipis tersebut di awal 2018 ini. Terbagi dalam dua kelompok, kami bersepeda tanpa support mobil atau motor ke Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

Kacamata besar, kacamata kecil, kacamata photochromic, kacamata dengan kamera, kacamata dengan earphone. Semua sekarang sudah biasa!

Saya lumayan dikenal oleh cyclist di berbagai penjuru Indonesia, padahal saya ini bukan cyclist serius, bahkan lebih tepat dibilang sebagai cyclist paspasan.

Ada tantangan baru bagi penggemar cycling yang rindu tanjakan Bromo Wonokitri, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Sepeda zaman dulu menggunakan stem terintegrasi handlebar dan hanya dibuat satu ukuran. Maka, frame besi lah yang mengikuti tinggi cyclist.