Dalam segala bidang olahraga, seorang juara sejati selalu punya ciri yang sama: Intelektualisme dan keberuntungan. Di arena cycling dunia, sekarang ada Egan Bernal. Di usia 22 tahun, alam dan takdir membantunya jadi juara lomba palng bergengsi di dunia: Tour de France.
Memasuki etape parade penutup di Paris, Minggu (28 Juli), Egan Bernal mencatat beberapa sejarah. Dia adalah pembalap Kolombia pertama yang menjadi juara Tour de France. Lahir pada 13 Januari 1997, dia menjadi juara termuda di era modern, termuda ketiga dalam sejarah.
Yang menakjubkan, jalannya menjadi juara benar-benar menunjukkan takdir.
“Jalan” pertama ditunjukkan pada Mei 2019 lalu. Seharusnya, Bernal menjadi kapten Team Ineos (dulu Team Sky) di Giro d’Italia. Tim Inggris itu ingin memberinya kesempatan dulu di Italia sebelum kelak menjadi kapten di Tour de France, menggantikan Chris Froome.
Seminggu sebelum Giro, Bernal terjatuh dalam latihan. Bahunya patah. Dia pun absen di grand tour pembuka itu. Programnya pun berubah. Team Ineos mengarahkannya ke Tour de France, tapi sebagai domestique atau “pembantu” untuk Chris Froome dan sang juara bertahan, Geraint Thomas.
“Jalan” kedua ditunjukkan sebelum Tour de France dimulai. Chris Froome mengalami kecelakaan horor saat mengikuti lomba pemanasan, Criterium du Dauphine, Juni lalu. Dia cedera parah, pasti absen di Tour de France (bahkan sampai tahun depan).
Team Ineos pun membuat keputusan. Geraint Thomas dan Egan Bernal menjadi “kapten ganda.” Siapa diutamakan tergantung hasil di jalanan.
Kemudian, alam memberi “jalan” pada Etape 19 Tour de France 2019, Jumat lalu (26 Juli).
Thomas mencoba attack di tanjakan tertinggi lomba, Col de l’Iseran. Namun para pesaing mampu menempel. Ketika Bernal attack, dia benar-benar menjauh. Tidak ada yang mampu menempel. Bernal bahkan menangkap pembalap-pembalap breakaway di depan, lantas merontokkan mereka menjelang puncak tanjakan.
Saat melintasi puncak Iseran, Bernal memimpin general classification (GC) secara virtual. Kalau mampu mempertahankan jarak sampai finis, dia merebut yellow jersey dari badan Julian Alaphilippe (Deceuninck-QuickStep).
Kemudian, secara ajaib, hujan salju melanda bagian akhir etape. Jalan licin plus longsor membuat ASO (penyelenggara lomba) harus menghentikan etape. Secara resmi tidak ada juara, tapi klasemen GC diambil dari hasil terakhir di puncak Iseran.
Egan Bernal pun meraih yellow.
Ancaman cuaca kembali membuat Etape 20, etape penutup, harus dipangkas drastis. Dari 130 km menjadi hanya 59 km. Di satu sisi, ini membuat jalan Bernal makin lancar. Tidak ada cukup jalan bagi para pesaing untuk melakukan serangan mematikan.
Ditambah lagi, Bernal sama sekali tidak tegang menghadapi momen terbesar dalam hidupnya itu. Saat diwawancarai televisi menjelang dimulainya Etape 20, Bernal mengaku “biasa-biasa saja.” Dia tidak terganggu malam sebelumnya. “Saya tidur nyenyak, total sembilan jam,” ungkapnya dalam bahasa Inggris yang baik, dengan pilihan kata yang pas (menunjukkan intelektualitas).
Dan di Etape 20 itu, Bernal mampu mempertahankan yellow dengan meyakinkan. Tidak panik. Tidak sembarangan. Dia memang tidak memenangi satu etape pun di Tour de France 2019, namun dia adalah yang paling konsisten dan kuat sepanjang tiga pekan.
Sebagai bonus, dia juga memenangi white jersey sebagai pembalap muda terbaik (U25). Plus, dia finis kedua di mountain classification, kalah tipis (86-78 poin) dari Romain Bardet (AG2R La Mondiale). Andai Etape 19 tidak dihentikan sebelum tanjakan penutup, bukan tidak mungkin Bernal ikut memenangi jersey polkadot!
Di usia 22 tahun, dengan kemampuan yang masih bisa jauh berkembang. Jalan Bernal untuk terus mencatat sejarah masih sangat panjang. Apalagi kalau takdir terus menunjukkan jalan… (azrul ananda)
Sepuluh Juara Termuda Tour de France
(Sebelum Egan Bernal Resmi Jadi Juara 2019)
1. Henri Cornet, 19 tahun 352 hari
2. Francois Faber, 22 tahun 187 hari
3. Octave Lapize, 22 tahun 280 hari
4. Felice Gimondi, 22 tahun 289 hari
5. Philippe Thys, 22 tahun, 292 hari
6. Laurent Fignon, 22 tahun, 346 hari
7. Romain Maes, 22 tahun, 352 hari
8. Jacques Anquetil, 23 tahun, 193 hari
9. Jan Ullrich, 23 tahun, 237 hari
10. Bernard Hinault, 23 tahun, 251 hari