Vuelta a Espana 2019 melanjutkan tradisi menyuguhkan rute “kejam.” Dari total 21 etape lomba, menempuh jarak 3.272 km, delapan di antaranya finis di tanjakan. Kejamnya juga dibuat sejak awal, karena tiga etape gunung itu sudah dihadapi di pekan pertama. Empat di pekan kedua, dan hanya satu di pekan penutup!
Siapa pun yang ingin jadi juara general classification (GC) alias overall benar-benar harus “on” sejak pekan pertama.
Kalau diperhatikan, dari 21 etape yang disiapkan, sepuluh bakal menjadi etape penentu juara. Kalau ingin mengenakan red jersey tanda juara, harus perkasa di sepuluh etape itu. Yaitu delapan etape tanjakan, plus etape individual time trial (ITT) dan Etape 18 yang “mengecoh.”
Ya, pengaturan etape kejam tahun ini memang unik. Empat etape tanjakan langsung disuguhkan sebelum hari istirahat pertama. Biasanya, dalam sebuah grand tour, pekan pertama lebih untuk para sprinter atau stage hunter (breakaway).
Tantangan pemburu GC pertama dihadapi pada Etape 5, tanjakan finisnya sepanjang 11,1 km, dengan kemiringan rata-rata cukup berat, 7,8 persen. Etape 6 kembali naik-turun, dengan penutup tanjakan 7,9 km kemiringan rata-rata 5 persen. Belum lagi bernapas, Etape 7 kembali finis di tanjakan. Lebih pendek, hanya 4,1 km, tapi kemiringannya kejam, 12,3 persen.
“Pekan” pertama ini berakhir di Etape 9, dan ini tergolong etape paling kejam. Panjang total etape tak sampai 100 km, tapi terus naik turun. Bahkan 22 km terakhirnya praktis menanjak, berakhir dengan tanjakan resmi sepanjang 5,7 km dengan kemiringan 8,3 persen.
Peloton sedikit lebih “bernafas” setelah hari istirahat pertama, Senin (2 September). Ada tiga etape tanjakan, yaitu Etape 13, 15, dan 16. Ada satu lagi etape yang menentukan di pekan kedua ini, yaitu etape ITT di Pau, Prancis, sejauh 36,1 km. Walau datar, Etape ITT ini bisa memilah siapa kandidat juara utama dan siapa yang bukan.
Kemudian, di atas kertas, peloton seharusnya lebih bernafas lagi pada pekan penutup. Karena tertera hanya ada satu etape menanjak tersisa. Yaitu Etape 20, sehari sebelum etape parade penutup di Kota Madrid.
Namun, pekan penutup ini menyediakan satu etape menjebak. Yaitu Etape 18. Secara resmi, ending-nya datar. Tapi sebelum mencapai dataran itu, peloton harus lebih dulu melewati rute “shark tooth” alias naik turun. Ada empat “gunung” di Etape 18 ini, yang terakhir hanya 26 km dari finis. Jadi, walau finisnya datar, pemenangnya mungkin sudah ditentukan di ujung tanjakan terakhir. Para pemburu GC tak boleh lengah.
Profil Vuelta a Espana 2019 Etape 18.
Dengan pembagian rute seperti itu, tentu saja La Vuelta edisi ke-74 ini sangat mengerikan bagi para sprinter. Mereka hanya punya jatah lima etape untuk memburu kemenangan. Salah satunya adalah etape penutup di Madrid. Jadi, mereka harus benar-benar bertahan di rute-rute tanjakan kalau ingin selamat sampai akhir.
Sering terjadi, dalam grand tour yang memiliki rute kejam seperti ini, tidak semua sprinter selamat sampai akhir. Banyak cerita nama besar gugur di tengah lomba kena cut off time. Termasuk di antaranya sprinter-sprinter paling kondang seperti Mark Cavendish dan Marcel Kittel.
Dan karena minim peluang untuk sprinter, banyak nama besar memilih menghindari La Vuelta 2019. Dari barisan sprinter, hanya ada dua nama yang tergolong kondang. Yaitu Sam Bennett (Bora-Hansgrohe) dan Fernando Gaviria (UAE Team Emirates).
Vuelta a Espana 2019 akan dimulai dengan Etape Team Time Trial, Sabtu ini (24 Agustus). Berakhir di Madrid, 15 September mendatang. (mainsepeda)