Komunitas Sepeda Lipat Purwokerto (Selip) menjadi menjadi rumah besar pecinta folding bike di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng). Kondisi alam Purwokerto yang dipenuhi pegunungan, membuat Selip doyan tanjakan daripada rute flat.
“Kami ingin memberikan bukti bahwa sepeda lipat bukan hanya untuk bersepeda dalam kota, atau jalan datar saja. Sepeda lipat juga bisa digunakan untuk petualangan, dan jelajah alam,” terang Ketua Selip, Oka Mahendra.
Berdiri pada 5 Mei 2019, Selip langsung menjelma menjadi wadah terbesar pecinta sepeda lipat di Purwokerto. Oka menceritakan, pada awal berdirinya Selip hanya beranggotakan 30 cyclist. “Sekarang warga Selip berjumlah 203 orang,” ungkapnya.
Medan menanjak menjadi makanan pokok bagi anggota Selip. Mereka gowes bareng tiap Sabtu. Selain menjadikan bersepeda sebagai gaya hidup sehat, Selip menjadikan bersepeda sebagai promosi pariwisata di Purwokerto, dan Banyumas.
Inilah alasan Selip menggelar Xplore Purwokerto, 9 November lalu. Event ini diikuti 1.000 cyclist dari Jateng, Jogjakarta, Palu, Bengkulu, Medan, hingga Nusa Tenggara Timur (NTT). Panjang rutenya 55 kilometer, dengan elevasi maksimal 3.200 meter.
Selip mengajak peserta Xplore Purwokerto menjelajahi sejumlah objek wisata, seperti Bukit Tranggulasih, Wisata Melung, Wisata Baturaden, Telaga Sunyi, dan Hutan Pinus Limpakuwus. Peserta juga diajak wisata kuliner di Kedung Banteng.
“Kami ingin memperkenalkan wisata di Purwokerto. Itu tujuan kami,” jelas Oka. “Wisata alam di Porwokerto itu luar biasa. Wilayah Purwokerto secara geografis adalah pegunungan. Jadi, kalau senang dengan tanjakan, ayo datang Porwokerto,” ajaknya.
Purwokerto memang memiliki banyak dataran tinggi, serta perbukitan. Salah satu ikon di daerah ini adalah Gunung Slamet yang memiliki ketinggian lebih dari 3.400 meter di atas permukaan laut.
Kondisi geografis tersebut membuat Purwokerto memiliki banyak medan menanjak. “Rata-rata panjang tanjakannya 500 meter sampai 1.000 meter,” bilang Fauzan Kholil, bidang keamanan di komunitas Selip.
Tanjakan ‘neraka’ di Purwokerto tersebar di penjuru kota. Seperti di Peninis, Telaga Kumpe, Curug Nangga, Curug Cipendok, Curug Telu, Karangsalam, Baturaden, dan masih banyak lagi. Semua tanjakan menuju wisata aman nan indah di Purwokerto.
“Karakter tanjakannya berbeda-beda. Mulai yang paling ringan sampai paling tinggi. Yang paling berat di Telaga Kumpe, Cilongok. Itu tanjakan tidak ada obatnya. Elevasinya sampai 1.300 meter,” jabar Fauzan.
Nah, untuk menahbiskan diri sebagai spesialis tanjakan, puluhan anggota Selip mengikuti Bromo KOM Challange 2020, Maret tahun depan. Apalagi selama ini Bromo KOM Challange dijuluki sebagai event menanjak paling heboh di Indonesia.
“Ini sebuah tantangan untuk kami. Sebab wilayah kami di Purwokerto saja sudah banyak tanjakan. Ketika mendengar ada tanjakan di Bromo, kami menjadi tertantang,” tutur Fauzan.(mainsepeda)
Foto: Dokumentasi Selip