Baru-baru ini, saya berkesempatan bertemu dengan Dony Adhika, YouTuber yang sedang naik daun, yang rajin mem-posting konten perihal bersepeda. Pada kesempatan itu, Bro Dony melemparkan pertanyaan kepada kami, tentang sesuatu yang menurutnya adalah fenomena di setiap kota. Yaitu, "Bagaimana menyikapi cyclist yang baper."
Baper yang dimaksud adalah cyclist yang mendongkol setelah di-bully, baik secara verbal (langsung) maupun lewat media sosial.
Menurut saya, baper itu bagian dari kehidupan. Latar belakang setiap pesepeda pasti beda-beda. Mulai tempat tinggalnya, berasal dari mana, tempat bekerjanya, selera makannya, dan masih banyak lagi.
Ini pun membuat level toleransi setiap cyclist terhadap bully-an juga berbeda-beda. Ada yang sumbunya pendek, ada yang tidak bersumbu. Maksud yang terakhir: Mau di-bully bagaimana pun juga syaraf tersinggungnya sudah putus. Guyonannya loss polll anti baper.
Beberapa hal pemicu kebaperan menurut saya adalah:
1. Kesalahpahaman.
Ini sering jadi pemicu. Walau yang dimaksud baik, mungkin cara penyampaiannya bisa membuat orang tersinggung. Misalnya ketika cyclist lain menanyakan keadaan Anda, "Sehat Om?"
Pada keadaan biasa, Anda pasti menyahut dengan pede, "Sehat!"
Tapi bayangkan ketika Anda ditanyai seperti itu saat di tanjakan curam dan cuaca panas. Mungkin akan dongkol. Dan sudah terlalu lelah untuk berpikir lebih lanjut.
2. Daerah Asal.
Bagaimana mungkin daerah asal bisa jadi pemicu? Contoh begini. Cyclist di Jawa Timur, khususnya di Surabaya, itu sangat sayang dengan anggota tubuhnya. Terutama mata. Jadi, biasanya kalau ada orang Surabaya mendengar teriakan "Matamu!" dari orang lain, mungkin itu bisa membuat tekanan darah naik.
Kalau orang dari luar Jawa, mendengar ungkapan "Matamu!" mungkin menyambutnya dengan heran. "Ada yang aneh kah?" Mereka mungkin hanya berpikir apakah ada yang salah dengan matanya.
3. Makanan.
Semakin rajin seorang cyclist berlatih, semakin efisien tubuhnya dalam mengelola energi. Dia jadi lebih hemat bahan bakar. Nah, untuk cyclist kebanyakan seperti saya, manajemen bahan bakarnya masih seperti mobil Hard Top. Boros.
Jadi, kalau saya diajak bersepeda jauh tanpa mampir depot, itu pasti membuat bete. Bukan apa-apa, saya kan selalu ingat pesan dokter: "Jangan telat makan kalau tidak mau sakit maag."
4. PHP alias Pemberi Harapan Palsu.
Seberapa sering seorang cyclist baru merasa takut mengikuti sebuah group ride? Dia takut, karena kemampuannya tidak seimbang dengan yang sudah lebih berpengalaman, atau dengan mereka yang lebih kuat dan rajin.
Seberapa sering kita mendengar janji, "Besok ikut saja nanti saya temani sepanjang perjalanan. Atau, "Jangan khawatir, tidak akan saya tinggal. Pasti saya tunggu."
Kata-kata seperti itu sunggung menenteramkan hati. Tapi, kenyataannya belum tentu seindah ucapannya. Mungkin benar akan ditunggu, tapi di tempat finis nun jauh di atas tanjakan. Sama saja dengan sepedaan sendirian!
Masih banyak lagi penyebab yang lain, yang membuat kita dongkol, baik terhadap seorang individu atau sebuah kelompok. Tetapi, rasa dongkol itu bukanlah kambing. Tidak perlu dipelihara.
Menjawab pertanyaan Dony Adhika, tujuan kita bersepeda kan ingin menguji dan mengasah kekuatan atau kemampuan kita. Tentu saja dalam usaha itu, kita akan keluar dari zona nyaman.
Baper mungkin wajar, tapi jangan lama-lama. Setelah baper kita harus bisa move on. Kalau ada teman yang baper, ayo kita bertindak. Mungkin bisa memberi support, nasihat, atau mengajaknya makan yang enak.
Pada intinya, tetaplah main sepeda. Karena main hati lebih mudah lagi bikin baper!(Johnny Ray)