Trio produsen grupset terbesar dunia terus mendapat penantang. Shimano, SRAM, dan Campagnolo harus hati-hati. Dalam beberapa tahun terakhir, produsen asal Spanyol, semakin agresif mengembangkan grupset sendiri. Dalam setahun terakhir, Rotor semakin mendapat "nama" lewat 1x13, grupset 13-speed pertama di dunia.
Kali pertama diperkenalkan di Eurobike 2018, Rotor 1x13 butuh waktu agak lama untuk mencapai pasar. Dalam setahun terakhir, grupset ini secara bertahap semakin menyebar, walau belum "meledak."
Setelah kali pertama melihatnya di Taipei Bike Show 2019, lalu semakin akrab dengan Rotor di Taichung Bike Week akhir 2019 lalu, akhirnya kami mendapatkan sejumlah 1x13 untuk dijajal. Kami memasangkannya pada Wdnsdy AJ1 Disc Brake, lalu "menghajarnya."
Memang, sejumlah sepeda dengan grupset Rotor 1x13 sudah beredar di Indonesia. Jadi, ini memang bukan yang pertama. Tapi, kali ini kami dapat rangkaian komponen untuk menjajal berbagai kombinasi girnya.
Sebelum masuk ke sesi mencoba, perlu dijelaskan dulu apa itu 1x13. Sesuai namanya, ini memang 13-speed, memiliki sproket dengan 13 gir untuk roda belakang. Tapi, ini grupset yang 100 persen didedikasikan untuk sistem 1x (baca: wan bai). Yaitu hanya satu chainring di depan. Juga khusus untuk sistem disc brake.
Kenapa 1x13? Rotor sebelumnya pernah merilis Uno, grupset 12-speed, pada 2016. Tapi tak mendapat respon sesuai harapan. Keluhan utama ada pada front derailleur-nya. Sebuah tantangan teknis yang luar biasa, mengingat Rotor menggunakan sistem hidrolik.
Mengapa hidrolik? Tentu untuk membuat sesuatu yang berbeda. Menurut Rotor, ini termasuk salah satu solusi alternatif terbaik. Sistem hidrolik disebut lebih tangguh dan minim perawatan. Sekali dipasang, beres. Tidak ada kabel yang mengendur, tidak ada baterai yang harus di-charge. Plus mungkin menghindari rangkaian paten yang dipegang oleh produsen-produsen grupset lain.
Rupanya, sulit membuat sistem hidrolik yang ideal untuk FD. Rotor pun memutuskan untuk fokus ke sistem 1x. Dengan 13-speed. Kombinasi ini disebut sudah ideal. Rotor menyebut, sistem "22-speed" atau 11x2 yang kita pakai selama ini sebenarnya lebih ideal disebut sebagai 14-speed. Karena ada banyak pengulangan rasio, saat memakai chainring besar atau kecil.
Dengan sistem 1x13, kombinasi girnya sudah nyaris sama. Lebih sederhana pengoperasiannya, serta membuat sistem keseluruhan lebih ringan. Rotor mengklaim grupsetnya total tak sampai 1.800 gram. Itu berarti lebih ringan dari SRAM Red AXS atau Shimano Dura-Ace.
Selain itu, sistem 1x13 ini juga menjadikan grupset ini sangat "modular." Satu grupset bisa untuk berbagai disiplin. Buat road, gravel, maupun MTB. Tinggal memainkan kombinasi chainring dan sproketnya saja.
Untuk kebutuhan road, sebagai basis, Rotor menyarankan tiga level kombinasi. Kalau untuk balapan serius, bisa chainring 50t di depan, dikombinasikan dengan sproket 10-36 di belakang. Ini kurang lebih setara dengan grupset "normal" kombinasi 53-39 dan sproket 11-28.
Untuk yang "amatir serius," Rotor menyarankan chainring 48t di depan, dengan kombinasi sproket 10-39 di belakang. Ini setara dengan kombinasi 52-36 dan sproket 11-28.
Dan kombinasi untuk "penghobi," Rotor menyarakan 44t di depan, dengan sproket 10-39. Setara dengan kombinasi paling populer di pasaran: 50-34 dan 11-30.
Bagi yang berminat, ada syarat khusus. Harus memakai hub belakang atau roda dari Rotor sendiri. Karena sproket 13-speed menuntut freehub yang khusus. Tentu saja ini menimbulkan problem harga. Dan Rotor 1x13 memang tidak murah, bahkan setara dengan yang termahal di pasaran.
Kalau mau melihatnya secara lebih "positif," dengan sedikit lebih mahal dari grupset wireless termahal, Anda bisa mendapatkan Rotor 1x13 termasuk Rotor 2in power meter plus wheelset Rotor karbon. Komplet. Toh di segmen ini, harga kadang bukan pertimbangan utama!
Kuncinya adalah: Enakkah dikendarai? Kami mengendarai Wdsndy AJ1 Disc Brake dengan Rotor 1x13 ini di rute panjang, 140 km total, yang melibatkan tanjakan halus panjang dan turunan agak rolling panjang. Kombinasi gir yang dipakai: Yang mungkin paling umum untuk kebutuhan penghobi di Indonesia, yaitu kombinasi 44t di depan dengan sproket 10-39.
Berikut test-nya.
FEELING SAAT PINDAH GIGI
Terus terang, saya sempat khawatir dengan rasio gir. Basisnya pengalaman kurang enak memakai sproket 10-33 pada grupset lain, karena selisih cadence lompat terlalu jauh antara satu gir dengan yang lain. Khususnya di bagian "atas" untuk menanjak.
Alangkah bahagianya saya, karena 10-39 ternyata terbagi cukup rata dari bawah ke atas. Mungkin benar juga Rotor, grupset "22-speed" itu sebenarnya 14-speed! Ketika pindah gigi ke atas maupun ke bawah, tidak ada lonjakan cadence yang menyebalkan.
Mungkin jaraknya akan makin terasa saat pakai sproket 10-46 apalagi 10-52, tapi dua itu lebih untuk offroad. Untuk kebutuhan road sproket 10-39 sudah jauh lebih dari cukup.
Cara memindah gigi memang beda. Bagi yang pernah memakai SRAM Red mekanikal, mungkin tahu sistem "doubletap." Dorong sedikit untuk makin berat, dorong lebih jauh untuk makin ringan. Rotor 1x13 sama persis seperti itu.
Bedanya ada di "feeling" saat mendorong shifter dengan jari. Tidak ada "klik" tegas. Ini karena "indexing" tidak dilakukan pada shifter, melainkan pada rear derailleur (RD). Perlu sedikit membiasakan diri, karena feeling-nya tidak lagi langsung di jari.
Perpindahan pun secara mengejutkan sangat halus. Begitu terbiasa, mungkin rasanya lebih mirip elektronik daripada mekanikal. Kudos!
Bentuk shifter pun cukup nyaman. Ini tiap orang bisa beda, tapi bagi tangan saya yang berjari panjang, lever Rotor yang panjang sangatlah nyaman. Hood-nya (bagian atas) juga tidak terlalu besar, tidak seperti hood grupset disc brake hidrolik lain. Mungkin karet pembungkusnya saja yang terasa kurang "mewah."
REM DAN LAIN-LAIN
Rotor bekerja sama dengan produsen rem hidrolik kondang, Magura, untuk sistem 1x13. Jadi, soal kualitas pengereman, tidak perlu dipertanyakan. Jadi, sistem pengereman 1x13 sangat smooth. Tidak menggigit "mendadak," dengan modulasi yang bisa terasa nyaman.
Paket Rotor 1x13 kami menggunakan wheelset Rotor karbon dengan profil 45 mm. Cukup aero untuk melaju kencang di datar, tapi juga masih ramah untuk tanjakan. Bobotnya juga impresif, tak sampai 1.500 gram sepasang. Jadi tidak akan menjadi bobot pengganggu.
Hub Rotor Rvolver juga terbilang menyenangkan. Khususnya bunyinya yang nyaring seru!
Kalau ingin hemat, bisa memilih wheelset Rotor aluminium. Atau, kalau ingin lebih mewah, bisa beli hub Rvolver terpisah dan memasangkannya pada rim papan atas yang diinginkan, seperti Enve.
LAYAK DIREKOMENDASIKAN?
Rotor sudah memberi alternatif bagi penggemar sepeda. Apalagi yang ingin sesuatu yang beda, bosan dengan penawaran Shimano, SRAM, atau Campagnolo. Ada yang bilang, masa depan bakal ke sistem 1x. Tapi mungkin masih belum dalam waktu dekat.
Dengan sproket 11 atau 12-speed, mungkin sistem 1x masih bikin banyak orang ragu. Untuk offroad mungkin sudah sangat populer, tapi untuk kebutuhan road masih belum mendapatkan penerimaan mantap. Dengan 1x13, Rotor memberi solusi. Buat apa pakai "22-speed" yang sebenarnya 14-speed, kalau bisa pakai 1x13 yang lebih ringan dan praktis.
Kendala utama Rotor 1x13 tentu akan ada di harga. Grupset ini masuk kategori teratas dalam harga. Bagi penghobi kelas "sultan," ini mungkin jadi pilihan menarik.
Bagaimana dengan yang kejar performa? Mungkin perlu ada catatan khusus. Yaitu dalam pemilihan kombinasi gir.
Untuk rute Indonesia, dan tipikal cyclist Indonesia yang cenderung "manja," kombinasi 44t dengan 10-39 sangat-sangat ideal. Toh di datar masih mudah melaju di atas 50 km/jam, dan menanjak masih ringan tanpa terlalu pelan seperti hamster dalam roda.
Kebetulan, saat menjajal grupset ini, teman-temannya adalah "bandit" semua. Saat menanjak bukan masalah, karena girnya sangat, sangat cukup dan ideal. Apalagi tidak ada yang miring lebih dari 9 persen. Seperti ditulis di atas, kombinasi 44t dan 10-39 ini setara dengan 50-34 dan 11-30. Buat Bromo pun cukup.
Masalahnya ketika turunan panjang. Ketika yang lain attack, kombinasi ini "kehabisan gir." Untuk berikutnya, kami berencana memasang 46t di depan, belakang masih 10-39. Itu seharusnya masih sangat cukup untuk segala medan.
Lagipula, mengganti chainring-nya tidaklah susah. Dan Rotor punya opsi segala ukuran untuk segala kebutuhan. Bukan hanya chainring bundar biasa, tapi juga chainring oval khas produsen asal Spanyol tersebut! (azrul ananda)