Ingat film Ready Player One? Setting-nya tahun 2045, saat para penduduk gandrung dengan virtual reality (VR) berskala multidunia bernama Oasis. Dunia buatan ini adalah tempat pelarian masyarakat dari kenyataan.
Walau belum secanggih Oasis, cycling juga sudah punya dunia VR. Bahkan sudah ada beberapa pilihan. Namun sekarang yang paling umum dan yang saya gunakan adalah Zwift. Saya sudah menyenggol topik ini pada beberapa tulisan saya belakangan.
Untuk kolom ini, saya ingin menulis hal-hal yang saya anggap unik dan menggelitik dari Zwift.
Jujur, saya bukan tipe yang betah bersepeda statis. Mungkin karena saya lebih biasa menikmati sesuatu yang "nyata." Seperti angin, roda berputar, jalanan yang tidak rata, serta hal-hal lain yang membuat indera saya terpakai secara menyeluruh.
Menggunakan Zwift satu jam dalam sehari saja sudah cukup melelahkan buat saya. Itu pun dengan hasil yang terkesan "lamban." Sebagai pembanding, saya ingin memperkenalkan teman saya, panggilannya "Abah Asril." Di saat event sepeda mengalami masa paceklik, beliau berusaha menjaga stamina dengan Zwift.
Torehan kilometer dan elevasinya luar biasa. Selama bulan April saja sudah menjelajah 2.092 km, menanjak total 36.706 meter. Semua tanpa meninggalkan rumah. Dia total menghabiskan waktu 77 jam di atas trainer.
Bayangkan, mobil saya saja sebulan mungkin menjelajahnya tidak sampai 2.000 km!
Supaya tidak bosan, saya sudah pernah ikut "Meetup" dan program lain supaya bisa lebih rajin di dunia virtual ini. Sebelum acara Meetup (gowes bareng virtual) yang diorganisir teman di Zwift dimulai, saya menyiapkan banyak hal. Makanan dan minuman siap di meja. Tablet untuk aplikasi Zwift, handphone di sebelah untuk melihat pesan-pesan dari teman yang juga ikutan Meetup.
Di dalam dunia Zwift, saya sudah memilih frame carbon dan wheelset Enve 3.4. Kebetulan, di dalam Zwift kita bisa beli barang cukup pakai keringat.
Acara gobar dimulai. Mulailah saya mengayuh sepeda di trainer. Eh, tiba-tiba ada pesan masuk. Saya pun mengalihkan mata ke handhone. Ternyata pesan yang masuk tidak penting. Namun, ketika mata kembali ke layar Zwift, waduh, kok sekeliling saya justru avatar orang-orang dari Italia, Prancis, Jepang, dan lain-lain. Ke mana teman-teman saya?
Saya cari nama mereka di daftar di kanan layar, tidak ada.
Kemudian, muncul pesan di layar Zwift itu. Ride leader bertanya, "Ray kamu di mana? Kita semua di depan, ayo maju."
Saya pun memacu trainer dengan effort lebih. Tapi, mereka tetap tidak kelihatan. Lantas ada pesan lagi: "Ayo, kita berlima di depan. Susul kita."
Sampai di situ, saya langsung punya pendapat beda dengan teman-teman itu. Bagi mereka, kata "Maju" itu gampang diketik. Tetapi ini bukan game PS yang tinggal tekan tombol R2 untuk ngegas. Di Zwift kita perlu debaran jantung lebih tinggi dan putaran kaki lebih cepat.
Akhirnya saya membuat keputusan. Saya tidak ingin menambah beban petugas medis di UGD. Saya pun berhenti mengejar rombongan teman-teman.
Para pembaca yang budiman, dunia virtual ini tidak jauh beda dengan dunia nyata. Sama-sama kejamnya. Kelakuan di jalan sama dengan kelakuan di Zwift.
Akhirnya, saya memutuskan gowes santai saja di Watopia. Sambil melihat dinosaurus ala Jurassic Park, atau beruang yang memanjat pohon untuk mengambil madu. Sayang, karena terlalu lelah, saya lupa mengambil gambar Si Dino dan Si Bear. Sayang lagi, ini bukan film yang bisa di-rewind. Kalau mau gambar, saya harus mengelilingi rute ini sekali lagi. Gowesnya memang tidak asli, tapi penatnya asli!
Dan untungnya, dunia virtual ini enak. Saya bisa turun dari trainer kapan pun saya mau ketika lelah! Dan saya tetap ada di dalam rumah. Tidak jauh dari kulkas, tidak jauh dari kamar mandi, tidak jauh dari tempat tidur.
Teman-teman sekalian. Virtual atau bukan, yang penting kita berusaha tetap bersepeda. Tapi diam-diam, dalam hati saya berharap, semoga di kemudian hari Zwift ini ada cheat code-nya juga. Sekian. (Johnny Ray)