Antangin Bromo KOM Challenge 2018 berlangsung pas perayaan Hari Kartini, 21 April lalu. Wajib rasanya kita membahas perjuangan para cyclist perempuan hari itu. Apalagi, ada tiga kategori Queen of the Mountain (QOM) yang dilombakan: Women Elite, Master A (31-40), dan Master B (41+).
Kiprah mereka memang banyak menarik perhatian. Apalagi dengan pembagian warna jersey yang meriah untuk tiga kategori QOM (pink muda, pink neon, hingga ungu).
“Kami sangat ingin even ini ikut mempromosikan olahraga cycling yang hebat di kalangan perempuan. Semoga pada tahun-tahun berikutnya akan lebih banyak lagi peserta perempuan,” kata Azrul Ananda, penggagas even climbing ke Bromo.
Seperti apa komentar para peserta perempuan itu? Berikut beberapa di antara mereka. Ada yang menjadikan even ini sebagai ajang reuni, ketemu idola sesama cyclist perempuan, pembuktian pertaruhan dengan rekan, hingga untuk memperkuat mental diri.
BROMO TIDAK PERNAH ENAK
Herlina Teddy (Ratjoen Cycling Club – Malang)
Buat saya, rute climbing di Bromo tidak pernah enak dan tidak pernah enteng. Selalu saja berat dan susahnya minta ampun. Mau latihan model apa pun, tetap saja rute nanjak ke Wonokitri itu beraaaaaattttt…
Seminggu sebelum Antangin Bromo KOM Challenge, saya ikut even Gran Fondo Solo. Dan ternyata masih jauh lebih berat Bromo KOM Challenge meskipun jaraknya lebih pendek, hanya 40 km.
Jarak boleh pendek, tapi banyak “tipuannya.” Saya lihat jalannya seperti landai tapi ternyata itu nanjak. Jadi saya nggak bisa kenceng. Ada titel “KOM Challenge” itu yang bikin saya keder juga hehehe…
Meski saya daftarnya sebagai peserta race (kompetitif) tapi sejujurnya saya tidak merasa balapan. Yang dalam benak saya terus adalah saya harus bisa lulus dibawah cut off time 4 jam 15 menit yang berat itu.
Beruntung saya bisa lulus, eh, masih diberi bonus bisa podium juara dua di kelas Women Master B. Prestasi ini adalah podium kedua saya. Yang pertama dulu waktu ikut even GFNY Bali, juga juara 2 kategori usia 45+. Seneng banget pastinya!
Saya ikut Antangin Bromo KOM Challenge ini karena komunitas saya, RCC Malang banyak yang ikut dan semuanya cowok. Jadi saya bersama Yosvina dan Rina Herjianto daftar mewakili RCC Ladies.
Saya sama sekali nggak mikir juara, saya ikut hanya karena ingin berpartisipasi. Juga saya tahu EO-nya adalah Dewo Pratomo dari OtakOtak Event Organizer jadi pastinya acara ini akan seru dan keren.
Beneran, di beberapa kilometer sebelum feeding zone pertama ada gimmick “jebakan”. Ada cewek seksi yang menyiramkan air. Akhirnya banyak cyclist cowok yang stop untuk berfoto. Kalau kelamaan bakal kena cut off time, tuh! Hehehe…
PERCAYA DIRI BERKAT SIMULASI
Merry Iskandar (Surabaya)
Jujur, saya tidak pernah membayangkan akan berdiri di atas podium. Apalagi dalam sebuah even sepeda. Itu jauh banget dari pikiran saya, apalagi saya termasuk cyclist newbie.
Tapi berkat support dari teman-teman sesama cyclist, saya bisa menyelesaikan even Antangin Bromo KOM Challenge ini. Nggak hanya lulus, tapi malah dapat bonus jadi Juara 1 kelas Women Master B!
Bangga dan senang semuanya jadi satu.
Dua minggu sebelum even, saya diajak teman-teman melakukan simulasi rute menanjak menuju Wonokitri, Bromo, itu. Awalnya saya gamang dan takut karena nanjaknya 2.000 meter dan saya yakin kemampuan saya belum sampai situ. Tapi akhirnya saya ikut dan ternyata bisa lulus meskipun terjadi beberapa accident kecil.
Kram kaki, sudah tidak terhitung lagi. Tapi saya tetap bersemangat untuk bisa finis. Setelah saya lulus simulasi, saya pede banget bahwa saat Hari H even saya pasti bisa.
Sengaja saya daftar ikut race, karena saya ingin mengukur kemampuan diri saya dibandingkan dengan cyclist perempuan lain seusia saya. Tidak salah dan tidak percuma saya latihan nanjak, latihan endurance selama ini. Ditambah dengan latihan TRX di gym membuat saya lebih kuat dalam bersepeda.
Tidak bisa diungkap dengan kata-kata betapa senangnya saya. Nggak sabar ikut even-even bersepeda lainnya. Bukan mengejar juara, tapi mengukur kemampuan diri saya dan menguatkan mental.
PAPARAZZI JADI BOOSTER
Melia Sutedja (WCC - Jakarta)
Meskipun acara Antangin Bromo KOM Challenge 2018 itu lebih bersifat kompetisi, tapi buat aku yang terpenting bukan balapnya. Tapi enjoy the trip and enjoy the friendship.
Meskipun saya “penikmat” tapi tidak boleh berleha-leha juga. Saya takut di-bully! Apalagi kalo sampai ada foto yang beredar kalo saya Tuntun Bike (TTB) atau saya loading. Malunya itu ampuuuuunnnn…
Sebetulnya saya salah mendaftarkan diri. Maunya masuk di kategori peloton non-competitive, kan mau enjoy saja. Eh, karena daftarnya cepat-cepat dan last minute saya salah pilih masuk ke kategori race (competitive) Women Master A. Ya udah deh nggak papa, warna jersey-nya keren! Heheee…
Meskipun ini adalah even kedua yang saya ikuti, tapi nuansanya beda banget dengan tahun lalu. Tahun lalu banyak pit stop-nya jadi bisa istirahat. Kali ini nggak ada pit stop, hanya feeding zone.
Akhirnya mau nggak mau saya juga ikutan terus gowes setelah mengisi bidon dan makan camilan di feeding zone. Pada lima kilometer terakhir, ingin rasanya menyerah saja. Sudah capek kaki dan badan ini. Berkabut juga jadi pandangan nggak bisa leluasa.
Tapi panitianya sadis juga, di tiap tikungan tajam atau tanjakan panjang pasti ada paparazzi yang siap mengabadikan segala ekspresi dan gaya kita. Aduuuhhh… Nggak bisa TTB jadinya ya mau gak mau harus gowes teruuuuusss…
Inilah yang jadi booster saya untuk tidak menyerah hingga ke garis finis. Dan saya bersyukur bisa finis sebelum cut off time perempuan yang 4 jam 15 menit itu.
SENANG KETEMU BANYAK IDOLA
Dian Anggraeni (Banjarejo Road Bike – Madiun)
Sebenarnya dari tahun lalu saya sudah pengin ikut even menanjak ke Wonokitri, Bromo ini. Tapi tahun lalu belum siap. Akhirnya, begitu saya lihat iklannya muncul lagi di www.mainsepeda.com, saya langsung klik untuk daftar.
Cuman satu kata, penasaran! Itu yang membuat saya ikut Antangin Bromo KOM Challenge ini. Pengalaman bersepeda climbing ke Cemorosewu dan Sarangan membuat saya pengin nyoba ke Bromo. Kata temen-temen sih keren jadi makin penasaran.
Elevasinya bikin saya pengin merasakan gimana “sakitnya” nanjak setinggi 2.000 meter itu. Dan akhirnya saya “sakit” beneran, kurang 100 meter menjelang finis, saya tidak kuat lagi dan nuntun. Overall, saya tetap bangga dan senang karena lulus di bawah cut off time, 4 jam 15 menit.
Bekal latihan saya di Dungus lumayan membuat saya kuat dan sanggup menyalip beberapa cyclist cowok. Bahkan ada yang bilang saya harusnya ikut peloton race saja. Heheheh…
Seru juga saat pagi hari, di tempat start di GOR Untung Suropati Pasuruan, bertemu dengan banyak idola saya. Sesama cyclist cewek tapi yang jauh lebih hebat daripada saya.
Ngobrol dengan Yanthi Fuchianty, cyclist dari tim Aurora Yogyakarta bikin saya termotivasi lebih untuk meningkatkan diri saya. Lalu ketemu juga dengan Celine Cecylia dari Kraft Kediri yang cantik juga kuat banget bersepedanya. Juga Putri Puspita yang inspiratif itu.
Pulang ke Madiun, saya sangat termotivasi untuk gowes lebih kuat lagi dan harus bisa seperti idola-idola yang saya temui di Pasuruan itu. Semoga saya bisa ikutan peloton race di Bromo KOM Challenge tahun depan.
Dian Anggraeni (kiri) dan Yanthi Fuchianty.
DAPAT LEBIH BANYAK DARI SUAMI
Dahlina Rosyida (Lamongan)
Horeee… Hadiah yang saya dapat lebih besar dari pada suamiku, Hari Fitrianto! Dia membawa pulang uang Rp 3 juta sebagai hadiah juara tiga kelas Men Elite, saya dapat lebih dari kelas Women Master A.
Sejujurnya, saya ikut Antangin Bromo KOM Challenge ini bukan karena saya ingin dapat juara, tapi karena banyak teman di sekitar saya yang menantang apakah saya masih mampu setelah dua tahun saya off bike. Pensiun dari balapan. Hahaha…
Salah satunya Iwan Gembul dari Surabaya yang selalu menggoda bahwa saya tidak akan bisa lulus nanjak setinggi 2.000 meter ke Wonokitri, Bromo itu. Ada lagi teman baik dari Jakarta yang malah “bertaruh” dengan saya.
Dia bilang kalau saya bisa juara, akan diberi hadiah uang sebesar Rp 2 juta. Wow… Besar banget! Akhirnya saya buktikan bahwa saya masih bisa dan tidak disangka saya malah bisa juara 1 kelas Women Master A.
Jadi saya dapat hadiah Rp 3 juta dari panitia plus Rp 2 juta dari teman Jakarta itu. Total 5 juta rupiah, lebih besar daripada hadiahnya Hari. Haha…
Tapi buat saya, bukan masalah lomba dan uangnya, Antangin Bromo KOM Challenge adalah ajang reuni mantan atlet. Sekaligus bisa bertemu dengan atlet yunior dan para cyclist perempuan yang cantik tapi kuat gowesnya. Seru banget acaranya dan tahun depan saya mau ikutan lagi!
AYO, INI TANJAKAN TERAKHIR!
Junevi Mariyanti Manalu (Batam)
Ini pengalaman pertama saya bersepeda keluar kota. Dan langsung nanjak ke Wonokitri, Bromo. Itu fantastis sekali! Saya baru dua bulan ini bersepeda dan saya kagum sekali dengan gunung Bromo.
Pemandangannya bagus, hawanya sejuk, dan makin atas makin kedinginan. Beda dengan gowes di Batam yang berasa panas! Saya tidak melihat banyak cyclist cewek di even itu, jadi saya bangga juga jadi peserta cewek yang berani menanjak setinggi ini.
Saat even dimulai, saya kagum banget dengan para pembalap. Bisa nanjak sejauh 25 km (KOM Start ke Finish) cuma butuh waktu 1 jam 15 menit buat cowok dan 1 jam 40-an menit buat cewek. Sudah seperti naik motor itu!
Ingin rasanya saya ngobrol dengan mereka sharing-sharing tips nanjak tapi tidak keburu karena saya finis hampir lewat cut off time. Dan ketika di Wonokitri saya sudah kecapekan.
Sempat di tengah-tengah perjalanan ke puncak itu saya stop dan minum Antangin dulu. Soalnya saya merasa mual mungkin udah kecapekan dan agak masuk angin karena hawa yang dingin.
Secara rute keren banget, panitianya “pintar” bikin menu penutup. Tanjakan terakhir yang curam itu membuat saya keder. Berkali-kali marshall meyakinkan saya, “Ayo ini tanjakan terakhir!”.
Akhirnya saya stop dulu, ambil napas dan istirahat, lalu gowes lagi sampai finis. Benar-benar pengalaman berharga buat saya. (mainsepeda)
Foto-foto: Dewo Pratomo dan Darius RCC.