Wisata Gunung Bromo direncanakan segera dibuka. Meski demikian, masyarakat tidak serta merta bisa menikmatinya seperti sedia kala. Seperti sebelum pandemi ini terjadi. Diwacanakan maksimum pengunjungnya hanya 20 persen dari kapasitas awal. Itu pun harus mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan.
Sabtu akhir pekan lalu, 4 Juli, saya sempat gowes lagi ke Wonokitri, Bromo. Mengikuti lagi rute Bromo KOM Challenge, dari Surabaya melewati kota Pasuruan. Kenapa ke sana? Untuk mengucapkan selamat, selamat ulang tahun.
Ya beginilah nasib asal menerima ajakan. Setelah PSBB dibuka, orang bersepeda makin banyak. Datanglah ajakan yang sulit ditolak. Yaitu ajakan makan. Rezeki tidak boleh ditolak.
Apa kamu ikut? Iya dong, timpal saya.
Sepedaan dulu ya sebelum makan? Pasti dong. Langsung makan kan membuat seorang cyclist tidak enak, seperti berbuat salah.
Kesalahan saya, tidak segera sadar ke mana rute bersepedanya. Ternyata ke Wonokitri, Bromo. Atas usulan teman-teman lain yang berjulukan "tim puasa." Makannya pun ternyata tidak langsung di finis tanjakan. Harus turun dulu kembali ke Pasuruan, baru makan di sana! Jadi total harus gowes 140 km dan menanjak 2.000 meter sebelum makan-makan.
Pada Hari H, berangkatlah sejumlah orang. Sempat berpikir cara lain mengucapkan selamat ulang tahun. Dalam benak saya, apakah ada lowongan untuk badut ulang tahun? Tapi akhirnya ya sudahlah, dipancal saja sepedanya. Nanti kan sampai.
Sejak dari kaki tanjakan, sebelum lokasi KOM Start event resmi, ternyata jalannya banyak diperbaiki. Ada penambahan cor-coran di beberapa tempat, di kanan dan kiri jalan aspal yang lama. Jalan aspalnya pun semakin halus. Karena perbaikan belum rampung, jalanan memang masih bertaburan kerikil kecil dan pasir. Perlu hati-hati, khususnya saat turun.
Masih banyak pula alat berat yang memakan satu sisi jalan. Ketika melewatinya, perlu hati-hati terhadap mobil atau kendaraan lain yang turun dengan kencang dari arah berlawanan.
Kali ini, sebagian besar perjalanan saya ditemani mantan. Maksudnya mantan atlet, Om Joko Juarez. Biasanya Om ini menemani grup depan. Kali ini, dengan kebaikannya, Om Joko memastikan sepeda saya tidak mengalami gangguan mekanikal. Supaya bisa naik terus tanpa kendala. Di sisi lain, musnahlah harapan muncul kendala dan loading naik mobil seperti saat event 2019 lalu.
Begitu finis dan istirahat sebentar di Wonokitri, kami mengucapkan selamat ulang tahun. Lalu turun. Menuju resto yang disepakati di Pasuruan. Sesuai angan-angan, saya pesan menu lele penyet dan soto ayam.
Itu kombinasi yang ideal. Kenapa? Kuah soto bisa membantu lelenya renang-renang sedikit di dalam perut. Kalau kering kan kasihan.
Nah, biasanya habis makan itu saya lebih happy. Kali ini tidak. Masih ada 60 km bersepeda untuk pulang ke Surabaya. Janji kecepatan dijaga pun cepat pudar, secepat pudarnya wewangian non-orisinil.
Pesan moral dari cerita ini: Ajaklah temanmu makan. Semakin jauh bersepedanya, semakin terasa enak makanannya. Sekian. (Johnny Ray)
Episode Keempat Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray: Tips beli sepeda, mahal atau murah? karbon atau besi?
Audionya bisa didengarkan di sini