Rifat Sungkar mulai main sepeda. Pembalap top Indonesia ini aktif gowes dalam dua bulan terakhir. Ia bersepeda bukan karena mengikuti tren saat ini, tapi lebih ke panggilan jiwa. Meski 'newbie', Rifat telah merasakan manfaat yang besar dari olahraga ini.
Rifat sangat antusias ketika berbincang dengan Mainsepeda.com tentang hobi barunya itu. Ia mengaku sudah lama terpikat dengan olahraga bersepeda. Sekitar empat tahun lalu. Namun cedera di leher membuat Rifat baru merealisasikannya dalam dua bulan terakhir.
"Saya pernah mengalami kecelakaan cukup fatal. Sehingga ada problem dengan leher belakang. Oleh dokter saya tidak dianjurkan untuk bersepeda. Jadi selama tiga tahun terakhir ini saya mengikuti anjuran tersebut," ungkap Rifat.
Bertahun-tahun memendam keinginan untuk bersepeda, Rifat mulai mengayuh pedal sekitar dua bulan terakhir. "Seperti ada panggilan jiwa saja. Kalau saya bilang, bersepeda itu tidak ada trennya. Saya bersepeda karena mau main sepeda," tegas pria 41 tahun itu.
Rifat melakukannya secara bertahap. Pada dua minggu pertama ia menggunakan sepeda lipat. Mulailah ia bersepeda keliling kompek rumahnya di Alam Sutera. Jiwa pembalap membuat Rifat tergerak untuk menjajal road bike. Bukan pilihan mudah. Menurut Rifat, tantangan terbesarnya adalah berat badan.
"Tidak pede menggunakan jersey sepeda, itu sempat saya rasakan. Rasa tidak percaya diri inilah yang membuat saya maju mundur. Tapi sekarang saya sudah paham bahwa baju sepeda memiliki fungsi untuk tidak menggangu selama perjalanan," akunya.
Rifat mengaku sempat salah memilih sadel. Ukuran sadel yang tidak pas membuatnya merasa sakit selepas gowes. Pun demikian dengan pemilihan bib shorts. Setelah mendapatkan penjelasan dari karibnya, Rifat tahu bahwa bib shorts juga berpengaruh ke kenyamanan bersepeda.
Ketika awal-awal gowes dengan road bike, Rifat mampu melaju dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam. Kini speed-nya naik menjadi 30 km/jam. Selain itu, berat badannya turun tiga kilogram. Ia merasa semakin bugar. Rifat amat happy dengan pencapaiannya itu.
Intensitas gowesnnya juga semakin tinggi. Sekarang Rifat bersepeda empat kali dalam sepekan. Tiap Selasa, Rabu, Kamis, dan Sabtu. "Umur saya sudah 41 tahun. Saya ingin kembali ke zero lagi. Alhamdulillah sudah bertemu mood-nya sekarang. Membangun mood-nya itu lama," jelasnya.
Dalam perjalanan Rifat bertemu dengan teman-teman yang punya masalah sama dengannya. Awalnya mereka gowes sejauh 20 kilometer di sekitar Alam Sutera. Jarak itu semakin naik dan naik hingga menyentuh angka 64 kilometer. "Kami nggak gaya-gayaan dulu. Kami mau start dari nol," tegasnya.
Rifat dan kolega mulai memberanikan diri nanjak ke KM 0 di Sentul, Kabupaten Bogor. Ia menggunakan sepeda berbahan steel pada percobaan pertama. Hasilnya kurang memuaskan. Tidak berjalan mulus. Selain mengalami kram, ia juga merasakan sakit di otot paha.
Akhir pekan kemarin ia nanjak lagi di KM 0. Kali ini Rifat sudah menggunakan sepeda karbon WDNSDY Bike. Selain itu, ia juga mendapat support dari M. Fadly dan Dimas Ekky Pratama yang bertindak sebagai 'pelatih' dadakan. Hasilnya sangat memuaskan. Rifat berhasil 'finis' bahagia.
Dua bulan bersepeda membuat Rifat menuai banyak pelajaran. Pertama, bersepeda adalah olahraga yang menuntutnya melawan diri sendiri. Kedua, bersepeda juga butuh kesabaran. Utamanya saat menaklukkan medan tanjakan. Harus bisa menahan emosi, menahan diri, dan tahu kemampuan masing-masing.
"Dari pengalaman saya dua bulan ini, kebutuhan kita jauh lebih penting di atas gaya. Yang terpenting adalah pencapaian. Semua itu seperti naik tangga. Sejalan dengan waktu, lama-lama kita kita bisa mencapai tingkat yang diinginkan," jabarnya. (mainsepeda)
Episode Kelima Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray: Apa Upgrade Sepeda Paling Penting?
Audionya bisa didengarkan di sini
Foto: Instagram Rifat Sungkar