Bagi yang mengikuti lomba tiga pekan Tour de France 2020, dari awal pasti tahu kalau "Le Tour" ini penuh cerita. Perebutan yellow jersey kali ini tidak seperti tahun lalu. Banyak sekali yang terjadi sejak etape pertama.
Ada beberapa hal yang menurut saya membuat Le Tour kali ini beda. Pertama, gagalnya Julian Alaphilippe mengulang sejarah tahun lalu, di saat dia 14 hari mengenakan yellow jersey dan membahagiakan publik Prancis. Apalagi dia harus terkena penalti waktu 20 detik karena alasan konyol, mengambil minum di kawasan terlarang, yaitu 20 km sebelum finis di etape kelima.
Masih belum jauh dari pahlawan lokal Prancis, Bernard Hinault adalah orang asli Prancis terakhir yang memenangi grand tour ini. Yaitu pada 1985. Prancis benar-benar sudah ingin ada juara lokal baru, sampai-sampai rute tahun ini dirancang "bersahabat" untuk Thibaut Pinot dan Romain Bardet, dua jagoan lokal tahun ini.
Keduanya jago tanjakan, tapi lemah time trial. Karena itu, rute tahun ini banyak etape gunungnya, dan satu-satunya etape time trial adalah menanjak! Dasar memang belum waktunya, kedua pembalap itu mengalami kecelakaan dan tak mampu membahagiakan publik Prancis.
Nah, hingga etape ke-17 (dari total 21), Primoz Roglic dan Tim Jumbo-Visma benar-benar jadi unggulan juara. Tim ini begitu solid, membuat lawan-lawannya kewer satu per satu. Yang paling jadi berita tentu saja hancurnya andalan Ineos Grenadiers (dulu Team Sky lalu Ineos), Egan Bernal.
Bernal adalah juara bertahan. Timnya, dengan sepeda Pinarello, sudah menguasai Tour de France sejak 2012. Hanya gagal juara sekali tahun 2014, saat Chris Froome terjatuh dan out dari lomba.
Berkat dominasi Jumbo-Visma, gaung sepeda Bianchi yang digunakan itu juga sampai ke Indonesia. Para cyclist jadi penasaran dengan sepeda ini, sebuah brand yang pernah populer saat dipakai Marco Pantani ini kembali diburu orang. Apalagi sepeda ini nyaris juara. "Nyaris," karena masih harus menunggu kepastiannya hingga etape terakhir.
Idola baru saya, Tadej Pogacar, benar-benar membuat saya mengikuti lomba ini dengan antusias. Walau kadang kepala saya sakit karena kejatuhan gadget, karena terserang kantuk luar biasa saat menonton etape-etape lomba ini hingga larut malam WIB.
Saya benar-benar berusaha terus melek melihat balapan ini. Terus memperhatikan kiprah Pogacar berusaha mengalahkan rekan senegaranya, Roglic. Setelah etape 17, Pogacar sudah merebut white jersey (pembalap muda terbaik) dan polkadot (raja tanjakan). Apakah pembalap 21 tahun itu juga akan meraih yellow jersey?
Yang membuat saya kagum, pasukan UAE Team Emirates, tim tempat Pogacar bernaung, tidaklah sesolid Jumbo-Visma. Di tanjakan-tanjakan akhir misalnya, Roglic seringkali masih ditemani beberapa rekan, sementara Pogacar (dan pesaing lain) biasanya sudah tinggal sendirian.
Tour de France 2020 masih akan berlangsung hingga Minggu, 20 September ini. Seperti biasa, walau ada yang terlihat meyakinkan, dia masih belum tentu juara. Siapa jagoan pembaca? Rasanya banyak yang menjagokan Jumbo-Visma. Kalau saya, sebagai orang jumbo beneran, akan terus mencermati kiprah Pogacar.
Bagi yang jatuh cinta dengan balap sepeda, selamat menikmati terus Le Tour dan teruslah bersepeda. Sekian. (johnny ray)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 14
Audionya bisa didengarkan di sini
Foto: Getty Images