Minggu lalu saya berkesempatan ke ibu kota Republik Indonesia. Beberapa kali sempat gowes di sana. Awalnya, bayangan saya soal gowes di Jakarta kurang lebih sama dengan di Surabaya atau banyak daerah lain. Yaitu dari kota mengarah ke luar, lalu naik gunung, lalu pulang.
Ternyata Jakarta belum tentu demikian. Salah satu rute favorit cyclist ibu kota adalah rute dalam kota (dalkot). Ada yang menyebut rute tarkam. Melewati jalan-jalan protokol ibu kota seperti Sudirman, Gatot Subroto, Thamrin, dan lain-lain.
Pada salah satu kesempatan, saya diajak seorang teman, Om Farid, untuk ikut gowes bersama BKT.CC. Saya kira ini grup penyanyi, karena namanya mirip JKT 48. Ternyata, itu kependekan dari "Banjir Kanal Timur." Saya jadi makin gumun (heran). Kok nama komunitas sepeda seperti Avatar, ada water bending-nya.
OmĀ Indro A. Purwanto
Awalnya Pak Indro A. Purwanto, yang biasa dipanggil Om Indro, bersama teman-temannya menetapkan tikum di jembatan di atas BKT.
Gowes yang dinamai "Easy Sunday Ride" kolaborasi antara BKT.CC dan MMSQ (Mickey-Mickey Squad) dimulai jam 6 pagi pada hari Minggu. Setelah bercakap-cakap dengan beberapa peserta, tiba-tiba beberapa dari mereka mundur ke barisan belakang.
Kenapa ya? Kan menurut saya sama saja. Ternyata, mereka pindah ke belakang karena cyclist yang ikut gowes ini terbagi dalam empat peloton. Mereka yang mundur itu tergabung dengan kelompok yang speed-nya nyaman. Ya, empat peloton itu terbagi berdasarkan kecepatan. Yang paling cepat sekitar 33 km/jam rata-rata. Bila ada salah satu peloton anggotanya lebih dari 20, maka peloton itu akan dibagi-bagi lagi supaya aman. Jadi bisa 1A dan 1B.
Saat gowes, mereka ini sangat rapi. Baris dua-dua. Bila ada lubang, belokan, atau saat mau minum, road captain akan memberi tanda dan itu diteruskan ke belakang oleh anggota lain. Pembagian berdasarkan speed ini sangat membantu para pemula dalam belajar berpeloton.
Sebenarnya, teman-teman saya di Surabaya juga sama. Mereka juga suka membagi-bagi peloton seperti ini. Tapi teman saya membaginya ketika sudah ada di jalan, berdasarkan hukum rimba. Wkwkwk...
Rombongan ini pun finisnya asyik. Yaitu di Kuncit alias Mal Kuningan City. Di berandanya sudah tersedia kursi dan meja, serta ada beberapa orang yang menyediakan makanan dan barang sponsor.
Malnya juga bisa dibuat gowes. Silakan masuk naik sepeda menuju tempat yang ingin dikunjungi. Update terbaru: Telah tersedia shower untuk cyclist yang ingin menumpang mandi.
Om Nickita Ardhian Putra
Benar-benar mal yang ramah untuk pesepeda. Dukungan mal ini diprakarsai oleh marketingnya, Om Nickita Ardhian Putra. Terima kasih ya Om, bisa bikin ambience mal begitu welcome untuk para cyclist. Oh ya, Kuncit juga memberi dukungan marshall dan mobil P3K untuk mengawal saat gowes. Benar-benar totalitas dalam mendukung.
Para cyclist yang biasa gowes di malam hari juga bisa mampir dan menikmati keramahan mal ini. Sebagai bonus, ada "wahana" spesial ditawarkan mal itu. Yaitu "Tanjakan 13." Yaitu menanjak gedung 13 lantai dengan city view. Cocok untuk foto konten sosmed.
Semoga mal dan tempat lain bisa meniru yang seperti ini. Kalau iya, saya nggak perlu jauh-jauh bersepeda ke gunung. Ke mal saja sudah cukup! (johnny ray)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 22
Foto: Tito Rikardo