Di mana-mana yang namanya pesepeda itu pasti ingin menjaga badan. Menjaga agar di kisaran berat yang ideal. Karena semua tahu kalau berat badan dan bersepeda itu sangat erat hubungannya.
Saat ini saya bersama Om John B dan Om Aza berkesempatan mengikuti event Unbound Gravel (Dirty Kanza) yang diadakan di Emporia, Kansas, Amerika Serikat. Perjalanan mengikuti ajang gravel yang paling wow di dunia ini disponsori oleh Herbamojo. Terima kasih Herba Mojo.
Apa itu gravel? Saya juga baru benar-benar tahu ketika sudah mencoba. Medan tanah yang dipadatkan, dilapisi oleh bebatuan kecil-kecil agar jalan yang tidak teraspal itu bisa tetap di lewati kendaraan. Anda bisa melihat fotonya di media sosial saya. Bahkan ada videonya.
Poin yang ingin saya bahas bukan soal detail apa itu gravel. Tapi lebih ke soal, apakah saya cocok dengan makanan di negeri Paman Sam ini.
Banyak yang beranggapan orang Indonesia itu pasti cari nasi kalau ke mana-mana. Kalau saya, mungkin iya, tapi saya masih bisa menerima asupan dalam bentuk yang lain seperti roti atau pasta. Melalui medsos saya, baik di unggahan maupun pesan pribadi, sebagian besar menanyakan perihal makanan ini.
Kebanyakan mereka beranggapan hidup-mati saya tergantung rawon. Dan beberapa dari mereka meminta saya untuk sedikit bercerita dan tetap mem-posting foto makanan agar ikut update.
Simpelnya, makanan di Amerika itu kebanyakan restoran waralaba, seperti McD, Wendy's, Burger King. Ini contoh yang ada di Indonesia. Ada juga yang tidak ada negara kita. Seperti IHOP, Denny's, Whataburger, Waffle House, Panda Express, dan lain-lain.
Saya sudah melewati lima negara bagian. Tiap kota kurang lebih sama yang tersedia. Keuntungannya saya jadi cepat hafal menunya. Juga cocok dengan menu yang sangat memahami tingkat asupan yang saya inginkan, bukan butuhkan.
Porsi makan di Amerika ini sangat banyak. Pada hari pertama di sini, saya agak kesulitan menghabiskan makanan itu. Setelah beberapa hari, usus saya tampaknya sudah menyesuaikan. Bahkan, saya bisa meminta menu versi yang lebih banyak dari yang standar. Luar biasa, begitu cepatnya badan saya beradaptasi.
Pada kunjungan ini kami juga berkesempatan mengunjungi keluarga angkat Om Aza yang merupakan warga negara Amerika Serikat. Selain menerima kami dengan sangat baik, mereka juga menyediakan masakan rumah yang luar biasa. Nasi goreng, steak, dan roti. Enakkkk bener. Dan porsinya cukup.
Ketika berkunjung itu saya juga meminjam kamar kecil di rumah itu. Di dalam toilet yang bersih itu terdapat timbangan digital. Sudah seminggu lebih saya tidak menimbang badan. Jadi saya naik aja ke timbangan itu angkanya fantatis 185. Wkwkwkkwkwk.
Tenang pembaca, ini dalam lbs (pounds) bukan kilogram. Cukup lega. Tapi berat saya tetap naik. Om John B tertawa terbahak-bahak ketika tahu berat saya naik. Ia bilang bahwa kami ini lomba, tapi saya malah over eating, under training.
Ya, tapi ini lebih baik daripada saya sakit, kan? Kalau saya sakit malah nggak bisa ikut event loh. Wkwkwkwk.
Moral dari kejadian ini adalah kesehatan nomor satu? Tapi secara berkala tetap harus melihat asupan secara terukur. Sebab kalau tidak bisa bablas dan mengganggu performa. Tetap sepedaan sambil menakar asupan. (johnny ray)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 44
Audionya bisa didengarkan di sini