Sumba Timur Cycling Community (STC2) sudah berdiri hampir satu dekade. Lebih tepatnya sejak 2012 lalu. Awalnya didominasi pengguna sepeda gunung (MTB). Selang setahun, mereka berbondong-bondong pindah ke road bike. Bagi STC2, berada di daerah pelosok membuat mereka memiliki tantangan tersendiri.
Pentolah STC2 M. Basarudin mengatakan, akses transportasi membuat mereka jarang mengikuti event di luar Sumba Timur atau Nusa Tenggara Timur (NTT). KAI Kediri Dholo KOM Challenge 2021 Agustus mendatang menjadi debut mereka gowes di luar NTT.
"Kalau ke luar butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit. Transportasi di sini tidak sama dengan di Pulau Jawa. Misalnya STC2 ini ada di Jawa, mungkin tiap ada event kami bisa ikut," kata pria berusia 31 tahun itu.
Akses cukup sulit, dan keluar-masuk cukup jadi tantangan, tidak memadamkan semangat gowes anggota STC2. Berada di Sumba Timur, mereka mengaku memiliki trek gowes yang indah.
"Ada rute flat sepanjang 70 kilometer ke ujung timur. Untuk ke Barat ada tanjakan rolling dengan ketinggian 500 meter. Bisa sampai Sumba Barat," jelas pria yang akrab disapa Pak Ustaz oleh rekan-rekannya di STC2 itu.
Basarudin mengakui ingin sekali mengajak cyclist luar daerah untuk gowes di Sumba Timur. Namun, kendala tetap pada akses transportasi. Untuk ke sana, minimal meluangkan waktu selama satu minggu. Pasalnya penerbangan hanya ada sautu-dua kali per hari.
"Kalau mepet-mepet, bisa-bisa tidak dapat pesawat. Sebenarnya bersepada di pelosok itu pengalamannya luar biasa. Jauh dari keramaian dan bisa menikmati suasana alam. Jalannya lebar dan sepi. Malah lebih sering ketemu gerombolan sapi dan kuda," ungkap Basarudin.
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 47
Audionya bisa didengarkan di sini
Foto: Dokumentasi STC2