Chris Froome sudah berupaya keras untuk kembali ke bentuk terbaiknya setelah kecelakaan horor di Critérium du Dauphiné 2019. Tidak puas dengan hasil pengobatannya di Monako, Froome menjalani terapi di Amerika Serikat. Akan tetapi, pembalap kelahiran Kenya itu seperti jalan di tempat.
Froome belum menunjukkan progres signifikan dalam dua musim terakhir. Ia memang sudah tampil di La Vuelta a Espana 2020. Bahkan sudah turun di Tour de France 2021. Tetapi Froome belum kembali ke sosok yang superior dan merajai balapan-balapan besar.
Sementara itu, ia mulai kehilangan waktu. Kontraknya di Israel Start-Up Nation (ISN) hanya tersisa satu musim. Froome makin menua. Ia menginjak 37 tahun pada Mei 2022. Sebelum berhenti dari olahraga yang membesarkan namanya itu, Froome ingin memenangkan satu lomba.
"Yang terlintas dalam pikiran saya adalah Clásica San Sebastián. Ini adalah balapan klasik berbukit yang datang satu minggu setelah Tour de France," kata Froome saat berbicara dalam kanal Wiggle di YouTube.
Selama ini Froome memang kurang bertaji di balapan satu hari. Froome pernah tampil di ajang bergengsi seperti Paris–Roubaix, Liège–Bastogne–Liège, dan Il Lombardia. Tapi ia tidak pernah memenangkannya. Froome lebih sakti di balapan etape daripada one day race.
"Sebelum karier saya berakhir, saya ingin sekali memenangkan satu lomba one day race. Clásica San Sebastián adalah balapan yang saya pikir bisa memenanginya," imbuh Froome.
Selain Clásica San Sebastián, Froome juga masih menyimpan mimpi untuk memenangi gelar kelimanya di Tour de France. Hanya saja misi ini makin berat dengan kemunculan generasi baru balap sepeda yang sangat tangguh. Seperti Tadej Pogacar (UEA Team Emirates), Remco Evenepoel (Deceuninck-QuickStep), dan Egan Bernal (Ineos Grenadiers). (mainsepeda)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 60
Foto: Getty Images