Sangat berat. Begitu komentar mayoritas peserta setelah menyelesaikan sajian utama di KAI Kediri Dholo KOM Challenge 2021, Minggu (5/12). Kebanyakan tidak menduga jika tanjakan di Dholo akan seberat itu. Seterjal itu. Meski demikian mereka tetap happy. Bahkan siap mengulangi tahun depan.
Berangkat dari Kantor Wali Kota Kediri, para peserta melaju menuju Air Terjun Dholo. Total jaraknya 48 kilometer dengan elevation gain 1.385 meter. Rutenya memang lebih pendek daripada etape pertama, Sabtu (4/12). Tapi sajiannya benar-benar berat. Peserta ditantang untuk menaklukkan tanjakan kelok sembilan dan gigi satu.
"Saya shock berat dengan kondisi tanjakan yang baru seperti kelok sembilan. Saya sudah lepas cleat di kelokan kelima. Saya menuntun sekitar dua kilometer. Baru setelah itu nyambung gowes lagi," cerita Vee Gusti, cyclist asal Jakarta peserta KAI Kediri Dholo KOM Challenge 2021.
Memang, kedua tanjaan itu membuat cyclist harus turun dari sepeda. Mereka lebih memilih mendorong karena tanjakannya memang "tidak masuk akal". Sangat berat. Bagi Vee Gusti, Dholo sangat cocok bagi cyclist yang doyan nanjak dan gemar rute ekstrem.
"Bagi saya yang bukan climber, ini sangat berat. Saya tidak pernah menemukan tanjakan seperti ini selama di Thailand. Jadi saya cukup shock," aku Vee Gusti lantas tersenyum.
Beratnya tanjakan di Dholo juga diakui peserta asal Bandung, Fitra Tara Mizar. Menurutnya, Dholo memiliki spot tanjakan yang menarik. Setiap spot punya cerita yang berbeda. Tara, sapaannya, terkesan dengan tanjakan kelok sembilan. Sebab ia mendapat banyak support dari masyarakat sekitar saat nanjak di sana.
"Sebenarnya saya sudah berat, tapi begitu penonton banyak, wah harga diri ini. Jangan sampai follower saya berkurang karena saya menuntun sepeda," canda Tara. "Terpaksa saya cari tenaga ekstra. Pokoknya saya tidak boleh menuntun sepeda," imbuhnya.
Tanjakan horor di Dholo tidak membuatnya kapok. Sebaliknya, Tara mulai memikirkan rasio gir yang akan dipakai untuk nanjak ke Dholo tahun depan. "Tanjakan ini memang di luar perkiraan. Tanjakannya cukup menyeramkan," ungkap Tara.
Bagi Tara, KAI Kediri Dholo KOM Challenge 2021 adalah ajang silaturahmi dengan kawan-kawannya dari Jawa Timur. Ia juga berjumpa dengan rekannya mantan pembalap profesional seperti Mat Nur dan Samai. Paling tidak ia menjadi tahu mana rekan-rekannya yang masih aktif di olahraga bersepeda hingga saat ini.
Tara siap kembali ke Dholo pada tahun depan. Ia berniat untuk membawa para pembalap binaannya nanjak ke Dholo. Tara bisa berbangga diri karena salah satu rider binaannya, Gita Widya Yunika menjadi yang terbaik di kategori women elite. "Paling tidak kami pulang ke Bandung dengan membawa oleh-oleh," ucapnya bangga.
Lain halnya dengan Guntur Priambodo. Bos tim BRCC Banyuwangi ini menyebut tanjakan di Dholo punya karakter yang sama dengan tanjakan di Ijen. Agar finis bahagia di Dholo, Guntur menyarankan cylist untuk menjaga pace sejak awal. Guntur sendiri sudah berhasil melakukannya. Bahkan finis ketiga di kategori usia 51+.
"Tanjalan kelok sembilan dan gigi satu ini memang panjang. Jadi harus jaga pace sejak bawah. Jika BMI (Body Mass Index) di atas 21 atau 22, pasti nuntun. Teorinya seperti itu. BMI ini harus ideal. Power endurance juga jangan sampai habis. Sehingga sewaktu naik masih ada tenaga." ucap Guntur.
Cyclist asal Manado, Royke Hendra Kalangi juga sangat menikmati tanjakan di Dholo. Meski curam, pria 43 tahun ini dapat melaluinya dengan senyuman. Pentolan Manado Cycling Mania (MCM) menambahkan bahwa Dholo punya karakter yang sama dengan tanjakan Atoga di Sulawesi Utara.
"Luar biasa. Medannya berat tapi sangat enjoy. Sebenarnya setelah melewati ini jadi ingin datang lagi. Jadi ingin mengulang lagi seperti di Bromo," aku Royke. (mainsepeda)
BACA JUGA: Agung Ali Sahbana Juara Men Elite
BACA JUGA: Gita Widya Yunika Juara Women Elite
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 67
Foto: DBL Indonesia