Emosi campur aduk. Mau menangis sejadi-jadinya. Ingin teriak sekeras-kerasnya. Saat itu, tinggal enam kilometer menuju finis. Waktu itu, sudah 3.000 meter di atas permukaan laut. Dikit lagi, tinggal climbing 200-an meter saya akan dapatkan medali finisher Maxxis Taroko International Hill Climb 2018.
Saya berjuang mati-matian di enam kilometer terakhir dan akhirnya berhasil lulus dengan waktu 8 jam 11 menit.
Tapi jam timing sudah menunjukkan hampir delapan jam. Ya, delapan jam adalah cut off time untuk kategori International yang saya ikuti.
Saya berdebat dengan panitia yang menyuruh saya loading menuju finis. Saya tolak dengan bahasa “tarsan”. Mereka tidak fasih berbahasa Inggris, saya tidak mahir bahasa Mandarin.
Dia bilang, tim Maxxis Indonesia sudah terlalu lama menunggu saya dan mereka akan turun pulang hotel. Selain itu, hampir cut off time dan saya dianggap tidak akan mampu menyelesaikan sisa rute. Padahal, di belakang saya masih banyak peserta lain.
Saya telpon pak menejer tim Maxxis Indonesia, Rudy Poa. Ternyata, beliau dan teman-teman tetap menunggu saya finis. Langsung semangat saya berkobar kembali.
Saya sempat kehilangan waktu beberapa menit karena ada sedikit masalah di rantai dan sproket.
Lanjut! Kayuh pedal Trek Emonda SLR Disc brake lagi! Enam kilometer ini adalah yang terberat! Kaki sudah fatique, nafas susah karena oksigen mulai menipis. Benar-benar ujian mental!
Frustasi berat, paha, telapak, betis semuanya kram berulang kali! Ingin stop, ingin loading tapi tanggung banget. Selain itu, saya sudah menolak tawaran loading dari panitia tadi, malu donk kalo sekarang minta loading. Wkwkwkw…….
Setiap berpapasan dengan orang lokal maupun disalip sesama cyclist, mereka menyemangati saya dengan ramah. Kata-kata Jiayo (baca : ciayo artinya semangat), come on, you can do it dan lainnya membuat saya bertahan dan keep pedalling … slowly but sure.
Tak lama kemudian, gate finis terlihat beberapa ratus meter di depan. Dan itu bukan halusinasi karena ada Rudy, Helen, Mitya siap menyambut saya. Bahkan Robert, fotografer sudah siap dengan kameranya.
Tak kusangka, Rudy lari turun lalu membantu dengan mendorong saya hingga melewati garis finis. Saya terharu sekali dan ucapkan terima kasih! Menangis bahagia atas kepedulian, support dan perhatian semua tim Maxxis Indonesia yang sabar menanti saya.
Dengan waktu tempuh 8 jam 11 menit. Saya pasrah jika tidak mendapatkan medali dan piagam-pun saya rela. Eh, ternyata panitia tetap memberikan medali yang imut itu dan piagam. Alhamdulillah, ini medali paling epic yang saya dapatkan!
Ini medali paling imut tap paling epic yang saya dapatkan dengan penuh penderitaan. Tapi saya bangga, bahagia dan bersyukur.
Saya akui, Helen dan Mitya sangat hebat. Mereka selesaikan rute di kisaran 6 jam, Saya tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Tapi ada satu hal yang saya banggakan, saya bisa kalahkan diri saya sendiri!
Bersama Helen Tan Susanto (tengah) dan Meitya (kiri), mereka adalah inspirasi saya dan mereka wanita kuat serta tangguh.
Saya berhasil mengalahkan pikiran negatif yang mengganggu. Bilang saya tidak bisa. Bilang saya harus berhenti. Tapi saya acuhkan dan tetap mencoba, akhirnya bisa juga! Yang penting, kalahkan pikiran dan jangan menyerah!
Kapok? So, pasti tidak! Malah saya ingin mengulanginya lagi. Karena selain cycling, Taman Nasional Taroko juga menyediakan jalur trekking. Ini juga olah raga favorit saya.
Keindahan Taman Nasional Taroko di Hualien, Taiwan ini sangat menakjubkan.
Meskipun kaki terasa sakit setelah even dan gagal mencapai target waktu tempuh 6 jam, tapi saya tidak menyesal. Memang waktu latihan sangat mepet.
1,5 bulan lalu, Rudy Poa mengajak ikut even bergengsi di Asia tanggal 24 Juni ini. Tak kuasa saya menolaknya. Prinsip saya, lebih baik menyesal pernah mencoba daripada menyesal tidak pernah mencoba.
Apalagi kesempatan tidak datang untuk yang kedua kalinya. Dan ini adalah pengalaman pertama bersepeda di luar Indonesia.
Pengalaman berharga dan pertama untuk saya bersepeda di luar Indonesia. Bersama Helen Tan Susanto.
Meskipun mepet dengan bulan puasa dan Hari Raya Lebaran, saya atur sedemikian rupa jadwal latihan. Setelah saya evaluasi, rupanya kurang latihan endurance (jarak panjang). Hasilnya, kaki “teriak” alias kram ketika harus menanjak konstan selama 90 kilometer itu.
Padahal saya sudah sedemikian rupa mengatur jadwal makan energy gel yaitu setiap 45 menit. Lalu minum salt stick setiap satu jam. Minum elektrolit. Tetap latihan endurance jadi kunci utama. Itu pelajaran besar yang saya dapatkan dari even Taroko Climb ini.
Saya sudah mengatur asupan makan dengan baik tapi tetap latihan endurance sangat diperlukan untuk menaklukkan tanjakan yang panjang seperti Maxxis Taroko International Climb Challenge ini.
Sekali lagi, saya tidak menyesal! Meskipun sangat suffer (menderita), kota Hualien, 4 jam berkendara dari kota Taipei ini sangat indah. Memiliki gunung dan pantai dua-duanya sekaligus. Toleh ke kiri dapat gunung, toleh ke kanan dapat pantai. Amazing!
Maxxis Taroko International Hill Climb ini start dari titik 0 meter di pantai Qixingtan.
Pemandangan Taman Nasional Taroko tidak ada yang mengalahkan! Kata indah saja tidak cukup!
Keren, bagus, segar, cantik, eksotik, sebut aja deh semua pujian pasti mewakili taman seluas 920 km persegi ini!
Jadi even Maxxis Taroko International Hill Climb ini start dari titik 0 meter di pantai Qixingtan dan finis di ujung gunung Hehuan, Wuling setinggi 3.275 meter.
Setiap kali letih dan bosan gowes, saya melihat sekeliling, saya ditemani oleh gunung-gunung indah, udara yang segar, tak jarang ditemani juga oleh kicauan merdu burung. Benar benar sempurna ciptaan Tuhan.
Saya merasa sangat beruntung dan bersyukur. Itu membuat kembali bersemangat. Uniknya juga, sering ada batu jatuh dari gunung. Ada bagian gunung berbatu yang batunya mudah lepas, tapi ada juga sisi gunung yang hijau rindang.
Taman Nasional Taroko sangat indah ada gunung batu dan gunung hijau yang rindang.
Selain pemandangan, saya bocorin sedikit rahasia “doping” saya, ya! Saya selalu bawa parfum Chanel Gabrielle, lipstick Chanel Allure Rounge Ink no.142 dan kaca kecil. Itu isi kantong tengah jersey saya. wkwkwk…..
Buat saya, itu semua obat bete. Kalo saya wangi dan ngaca melihat bibir merona pasti itu kembalikan semangat saya.
Kelengkapan sepeda seperti lampu depan belakang juga wajib ada. Bersepeda di Taman Nasional Taroko, sering sekali terowongan yang sempit dan gelap.
Di Taman Nasional Taroko banyak terowongan yang menembus gunung batu, sehingga kelengkapan lampu sepeda sangat diperlukan.
Secara even, Maxxis Taroko International Hill Climb ini dibagi menjadi 2 kategori. Pertama, International yang menempuh jarak 88,8 km dengan elevasi 3275 meter dan cut off time 8 jam. Kedua, Challenge yang menempuh jarak 74 km mencapai elevasi 2375 meter dan cut off time di 7 jam.
Saya berhasil masuk di kategori International karena saya berhasil melewati km 74 di bawah 6 jam. Jadi kalo sudah lewat dari 6 jam otomatis tidak diijinkan melanjutkan ke km 88.
Peserta tidak perlu kuatir dengan feeding zone, panitia menyediakan 6 pitstop yang tersebar di kilometer 23, 30, 49, 64, 74 dan 82. Tahun depan, harus ada cyclist Indonesia yang merasakan even climbing di Taman Nasional Taroko ini.
Melalui catatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada Maxxis Indonesia dan sponsor lainnya. Yang memberi saya kesempatan mengikuti even bergengsi yang tidak akan pernah saya lupakan.
Saat pengambilan starter kit yang terorganisir dengan sangat baik.
Menikmati pemandangan indah Taman Nasional Taroko, Hualien, Taiwan.
Foto : Robert Pudjianto, tim Maxxis Indonesia