Bila pembaca sudah melihat Podcast Main Sepeda episode terakhir, yang menyuguhkan balapan tidak umum dan sangat lucu, maka Anda bisa melihat betapa bersepeda itu dekat dengan jiwa eskplorasi. Semua rute sebisa mungkin dicapai. Entah yang aspalnya halus atau tidak. Yang penting ada usaha untuk menaklukkannya.
Tanjakan Col D'Azrul Ananda baru dua kali saya lewat. Yang pertama kira-kira empat tahun lalu. Yang ada di podcast kemarin adalah pengalaman kedua saya. Jalannya makin rusak. Dulu saya tidak bisa menaikinya. Saya juga turun dari sepeda. Sekarang pun sama, tidak ada perubahan kekuatan yang signifikan hingga membuat saya bisa finis tanpa turun dari sepeda. Seperti yang dilakukan Rifqi Febrianto "Tsuneo".
Masing-masing dari kami memiliki cerita dan latar belakang untuk menghadapi lomba tersebut. Buat saya, saat lomba ini digagas, saya sudah berpikir untuk tidak mengikutinya. Toh saya jelas tidak akan menang. Justru saya akan semakin susah, bakal capek. Saya alergi capek. Akan tetapi, lombanya dimasukkan Podcast Main Sepeda. Jadi saya harus ikut.
Keseruan sebuah acara tidak bisa diatur. Mamang hal tersebut bisa direncanakan, tetapi ada banyak faktor yang membuat banyak hal baru terjadi pada saat hari H.
Bagi saya, gowes ke rute atau di lomba, sudah sering dilakukan. Sudah tak ada yang baru, menurut saya. Tanjakannya pun tetap berat, Tetap harus menuntun sepeda. Ketika menjalani lomba itu, benar saja, semua sesuai dugaan saya.
Tetap berat dan tetap capek seperti biasanya. Hanya saja ketika saya dan Om Aza bertugas mengomentari jalannya balapan itu, hal yang membosankan tersebut langsung berbalik 180 derajat. Saya bisa melihat teman saya di bagian depan, tengah maupun belakang. Bahkan, saya tahu apa yang terjadi dengan lomba ini secara menyeluruh.
Apa saja yang berkesan menurut saya :
1. Peserta Terus Berubah
Dari awal di gagas sampai pelaksanaan, kami berulang kali mengubah tanggal. Pesertanya pun berubah-ubah. Mengumpulkan teman sebanyak itu memang susah. Apalagi masing-masing personel memiliki agenda tersendiri. Ketika akhirnya lomba berlansung, jumlah yang ikut pun terpenuhi.
2. Cuaca
Curah hujan biasanya meninggi mendekati Tahun Baru Imlek. Kalau di tanjakan itu terjadi hujan, saya tidak bisa membayangkan bagaimana kami gowes. Serta bagaimana tim Podcast Main Sepeda mendokumentasikan perjalanan kami. Untungnya tidak hujan.
3. Tim
Siapa berteman dengn siapa, tidak ada yang tahu . Apalagi keikutsertaan saya baru ditentukan pada hari-hari terakhir. Intinya, kita sebagai pesepeda harus bisa berteman dengan siapa saja . Memang pasti saya ada teman favorit, tapi bergaul dengan yang lain juga tak masalah. Justru ini adalah kesempatan agar bisa mengenal lebih dekat kawan-kawan kita.
4. Melihat secara Utuh
Sekali lagi, melihat rekaman lomba dan melihat masing-masing peserta melalui rute yang sama itu menggelikan. Apalagi ketika melihat Direktur Keuangan SUB Jersey, Bagus Galung Radityo yang dipaksa berhenti oleh portal portable, alias bambu yang sangat panjang. Momen itu akan sulit terulang. Juga, jika saya yang berada di posisi itu, mungkin tidak akan selucu Om Galung.
Lomba yang serius akan tetap ada. Tapi kita juga butuh hiburan ringan, why so serious? Ya, sekali-kali kita belajar menertawakan diri sendiri dan teman-teman secara kolektif tanpa ada rasa baper dan kesal. Sekian, terima-kasih. (johnny ray)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray episode 71