Tahun ini saya kembali lagi ke Kansas. Sebuah negara bagian yang terletak pas di tengah-tengah daratan Amerika Serikat. Negara bagian yang punya tempat khusus di hati saya, karena pada 1993 lalu, ketika baru saja berulang tahun ke-16, saya mendarat/terdampar di sini sebagai seorang siswa pertukaran.
Kemudian saya menjalani satu tahun SMA di kota kecil Ellinwood (penduduk 2.800), tinggal bersama keluarga angkat John dan Chris Mohn. Dan itu akan selalu saya kenang sebagai titik awal perjalanan hidup saya ke arah yang sekarang.
Azrul dan John Mohn.
Mirip Superman lah. Karena Kal-El ketika dipaketkan oleh orang tuanya dari Planet Krypton mendaratnya juga di sebuah kota kecil di tengah-tengah Kansas. Sebuah kota fiksi bernama Smallville (yang sangat mirip Ellinwood).
Tujuan tahun ini sama seperti tahun lalu. Bersama teman-teman (dan kali ini juga istri) ikut event balap sepeda Unbound Gravel di kota Emporia. Tapi, tahun ini saya mendapatkan pengingat luar biasa tentang pengalaman hidup di Kansas 1993-1994 dulu.
Senin kemarin, 30 Mei, saya dan teman-teman mencoba menjajal rute Unbound Gravel di sekitar Emporia. Memang kami jadwalkan hari itu sejak jauh-jauh hari. Menjajal rute dan perlengkapan lima hari sebelum hari lomba. Kebetulan pula pas Memorial Day, hari libur mengenang Pahlawan di Amerika, sehingga suasana sepi dan cocok untuk gowes seharian.
Rencananya begitu. Kenyataannya, kami harus "abort mission" hanya setelah gowes 40 km (dari total 80-100 yang direncanakan). Alasannya: Angin superkencang. Angin khas Kansas.
Mengutip omongan partner podcast Mainsepeda saya, Johnny Ray, anginnya itu seperti anak kecil main dorong-dorongan (jongkrak-jongkrakan). Sebentar tenang, lalu tiba-tiba ada hempasan sangat kuat dari sisi kanan atau kiri (tergantung arah sepeda). Kalau dari depan, beratnya luar biasa mengayuh pedal. Kalau dari belakang, sepeda seperti ditabrak kendaraan dari belakang.
Ray jatuh, sedikit luka-luka di lengan dan kaki. Sahabat saya yang lain, Bagus Ramadhani (CEO SUB Jersey), juga jatuh terhempas angin. Istri saya yang mungil, Ivo, juga terjatuh. Bahkan kepalanya sempat terbentur tanah. Helm penyok, tapi dia tidak apa-apa. Hanya setelah bangun pagi leher agak kaku karena efek whiplash.
Di media sosial (Instagram) istri saya, ada rekaman video Amdani Ocha (direktur R&D SUB Jersey) mencoba memegangi sepeda Wdnsdy gravel titaniumnya yang terbang seperti layang-layang.
Edo Bawono, CEO dan founder Strive Nutrition, lantas mengecek hapenya. Ternyata sedang ada peringatan keras dari pemerintah setempat tentang bahaya angin. Bisa mencapai 80 km/jam! Yang kami hadapi pagi itu, menurut data komputer, di atas 40 km/jam.
Dietmar Dutilleux, sahabat Belgia-Indonesia yang ikut kami tahun ini, sangat familiar dengan kondisi ini. Karena di Belgia ya begitu (dan saya pernah merasakannya pada 2015 ketika gowes ke sana). Tapi dia kaget juga cuaca saat ini di Emporia angin banget.
"Kita sebelum berangkat selalu bicara tentang jalanan gravel, gravel, dan gravel. Ternyata yang paling berat adalah anginnya," ucapnya.
Dari kiri Ivo Ananda, Bagus Ramadhani, Azrul Ananda, Amdani Ocha, Johnny Ray, Edo Bawono, Dietmar Dutilleux, dan John Boemihardjo.
Tahun lalu, ketika saya, Johnny Ray, dan John Boemihardjo ikut Unbound Gravel, anginnya tidak kencang. Panasnya saja yang ampun-ampun. Tahun ini cuaca lebih dingin, tapi anginnya ampun-ampun. Saat hari lomba seharusnya tidak separah ini. Tapi tetap membuat kami harus memikirkan ulang strategi dan perlengkapan.
Om Ray misalnya. Sudah berbulan-bulan memikiran tas segitiga besar berisi "tangki" air di tengah frame. Saat angin kencang, tas itu malah berubah seperti layar. Karena itu dia terpelanting jatuh. Sekarang dia harus mikir bawa minum banyak dengan cara apa di event sepeda 200 mil (hampir 330 km) yang nyaris tanpa support tersebut.
Hari itu, saya pun diingatkan tahun pertama saya di Kansas dulu. Angin Kansas memang kondang. Kebetulan saja tahun lalu tidak kencang. Saya dulu ingat, kalau jalan kaki berangkat sekolah, harus berjalan menempel ke dinding-dinding rumah atau gedung. Untuk mengurangi hempasan angin.
Ya, saya dulu jalan kaki ke sekolah. Kebanyakan teman-teman di Ellinwood juga begitu. Karena kotanya sangat kecil.
Penulis sempat masuk koran ketika pertama kali datang di Kansas dan saat melatih anak-anak setempat bermain sepak bola.
Bukan hanya itu. Sering sirene kota berbunyi, melatih semua warganya untuk bergerak menuju basement (lantai bawah tanah). Semua rumah di kota saya dulu ada basement-nya. Tujuannya untuk berlindung dari tornado alias twister. Yang sejarahnya sering terjadi di Kansas dan sekitar (Oklahoma).
Dan saya jadi ingat lagi. Pada 29 April 2022 lalu, tornado besar telah menghancurkan sebuah kota kecil bernama Andover, tak jauh dari Emporia. Itu hanya sebulan yang lalu!
Videonya bisa Anda lihat di YouTube.
Istri saya pun nyeletuk. Sekarang dia percaya kenapa sapi bisa terbang di dalam film Twister. Film yang lokasinya di kawasan Oklahoma dan Kansas.
Saat menulis ini, saya dan teman-teman terus memantau cuaca. Hujan terus turun di kawasan timur Kansas tempat kami berada. Membuat kami kesulitan latihan.
Seharusnya, Sabtu 4 Juni itu tidak ada angin kencang seperti awal pekannya. Seharusnya begitu. Tapi kami bersiap menghadapi yang terburuk.
Ah, angin Kansas.
Juga mengingatkan, betapa beratnya hidup di kawasan ini. Apalagi zaman dulu ketika orang baru merintis kehidupan di kawasan ini (ada bab khusus di buku sejarah).
Enaknya Indonesia. Minimal untuk gowesnya. Suhu hampir selalu sama. Hanya hujan atau tidak.
Kalaupun ada ancaman bencana di Indonesia, seperti longsor, itu bukan karena alam. Itu karena ulah manusianya sendiri... (azrul ananda)
BACA JUGA: Update Perjalanan Tim Mainsepeda Menaklukkan Unbound Gravel 2022
BACA JUGA: Begini Cara Mendapatkan Foto dan Sertifikat Digital Bromo KOM
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 88