Foto bersama Dan Hughes, juara Unbound Gravel empat kali, termasuk edisi pertama pada 2006. Hughes juga juara Gravel Worlds 2014.
Para peserta dari Indonesia dibuat semakin berdebar-debar menghadapi Unbound Gravel 2022, event balap gravel paling bergengsi di dunia yang berlangsung Sabtu, 4 Juni ini. Soal jarak mereka sudah siap mental, khususnya untuk yang kelas utama, 200 mil. Yang bikin mereka ekstra deg-degan adalah perkembangan cuaca di kawasan Emporia, Kansas.
Angin kencang, hujan, dan jalanan berlumpur membuat semua harus bersiap dengan perubahan strategi dan perlengkapan. Tahun lalu, ada tiga orang yang di-support Mainsepeda.com dan Herbamojo berangkat dari Indonesia, yaitu John Boemihardjo dan Azrul Ananda (kategori 200 mil), serta Johnny Ray (100 mil). Tahun ini, ketiganya ikut 200 mil bersama Edo Bawono.
Plus, ada empat lagi ikut rombongan ini untuk berpartisipasi di kategori 100 mil. Yaitu Bagus Ramadhani, Dietmar Dutilleux, Amdani Ocha, dan peserta perempuan pertama dari Indonesia, Ivo Ananda.
Semua akan membawa misi brand dari Indonesia. Menggunakan sepeda performance merek Indonesia Wdnsdy, apparel sepeda SUB Jersey, dan nutrisi dari tanah air, Strive.
Cuaca di kawasan timur Kansas sekarang memang sedang sulit diprediksi. Hujan terus turun sejak awal pekan, bahkan sempat hujan es di Emporia pada Senin sore lalu (30 Mei). Setiap malam, selalu muncul peringatan "severe thunderstorm" (hujan badai) dari pemerintah Kansas, yang di-update setiap dua jam.
Untuk Hari H event Sabtu, prakiraan cuacanya 30-50 persen hujan. Itu membuat sebagian rute akan berlumpur, menambah tantangan.
Belum lagi angin kencangnya, yang jadi penantang utama rombongan Indonesia saat mencoba melakukan simulasi perlengkapan Senin pagi lalu. Angin kencang terus "menampar-nampar" (secara resmi mencapai 80 km/jam), membuat beberapa terjatuh dan cedera ringan.
"Sebelum berangkat, kami selalu bicara betapa menantangnya gravel dan gravel. Ketika sampai di sini, ternyata tantangan utamanya angin," kata Dietmar Dutilleux, pria kelahiran Belgia yang sudah hampir 30 tahun tinggal di Indonesia.
"Segala pelajaran dan pengalaman yang kami dapatkan saat ikut Unbound Gravel tahun lalu seperti di-reset tahun ini. Tahun lalu panas kering yang cukup ekstrem adalah tantangan utama, dan angin tidak terlalu mengganggu. Tahun ini, angin dan hujan jadi faktor penentu baru," jelas Azrul Ananda, yang tahun ini ingin membalas kegagalannya kandas di mil 126 tahun lalu.
Azrul menambahkan, selama berbulan-bulan dia dan teman-teman telah berlatih, menyiapkan perlengkapan, berdasarkan pengalaman tahun lalu. Sekarang, semua belum tentu punya dampak yang diharapkan.
Soal aksesori sepeda misalnya, sekarang harus menghitung dampaknya saat ada angin kencang. Johnny Ray, yang memasang framebag di tengah-tengah frame sepeda, bisa jadi harus melepasnya kalau kondisi cuaca tidak banyak berubah. "Kondisi saat latihan (Senin) itu membuat perasaan lebih dag dig dug ser!" celetuk Ray.
Belum lagi soal ban. John Boemihardjo dan Edo Bawono telah berangkat duluan ke Amerika dan berlatih menggunakan ban yang ditujukan untuk menggelinding lebih cepat. Tapi kalau hujan dan berlumpur, bisa jadi harus ganti ban untuk kondisi lebih ekstrem.
Dalam beberapa hari ini, semua terus memperhatikan perkembangan cuaca dan prediksi cuaca untuk Hari H event. Tidak sendirian tentunya. Semua peserta sama.
Dan positifnya, banyak stakeholder dunia sepeda di Kansas siap membantu tamu-tamunya untuk menghadapi segala kendala. Pada Selasa, 31 Mei, rombongan Indonesia ini sempat bertemu dan berbincang dengan Dan Hughes, pria yang pernah memenangi Unbound Gravel (dulu Dirty Kanza) empat kali, termasuk edisi pertama pada 2006. Dia juga pernah menjadi juara Gravel Worlds pada 2014.
Pertemuan terjadi di Lawrence, Kansas, di toko sepeda mewah milik Dan Hughes.
Soal cuaca, Hughes mencoba menenangkan peserta Indonesia. Khususnya terkait cuaca di akhir musim semi dan awal musim panas ini. "Cuaca di Kansas bisa berubah drastis dalam lima menit. Kalau sekarang prediksinya buruk, tunggu saja terus sampai momen terakhir. Bisa sangat berbeda," ujarnya.
Dan saat event nanti, Hughes menyampaikan nasihat penting. Dia menekankan pentingnya terus bergerak dan meminimalisasi masa-masa istirahat karena itu bisa membuat badan kita "malas." Apa pun kondisi dan cuacanya. Kata Hughes, "Lebih baik terus merambat di kecepatan 3 mil/jam (sekitar 5 km/jam) daripada duduk istirahat."
Masa-masa paling berat, tegasnya, adalah antara mil 120 dan 160. Kalau bisa melewati itu, maka bagian akhir akan sangat bisa ditaklukkan secara mental, karena kita sudah akan menuju "pulang."
Unbound Gravel 2022 diikuti oleh 4.000 peserta dari seluruh dunia. Terbanyak di kelas utama 200 mil. Kelas 100 mil tahun ini dibumbui peserta superstar, yaitu juara dunia kali road race Peter Sagan. Selain itu ada pula kelas-kelas tambahan dan penggembira seperti XL (350 mil), 50 mil, dan 25 mil.
Unbound Gravel tahun ini juga kembali diramaikan event Expo (pameran) sepeda yang diikuti 290 merek dari seluruh dunia. Menegaskan betapa melejitnya popularitas gravel bike di seluruh dunia. (mainsepeda)
Baca Juga: Update Perjalanan Tim Mainsepeda Menaklukkan Unbound Gravel 2022
Baca Juga: Begini Cara Mendapatkan Foto dan Sertifikat Digital Bromo KOM
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 86