Maaf kalau judulnya keminggris ya pembaca. Artinya, siap untuk yang tidak disiapkan. Bila kita ingin bekerja atau bepergian, maka kita harus siap untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Masalahnya, bagaimana bisa siap kalau apa yang disiapkan itu tidak saya ketahui, wkwkwkwkwk. Sama seperti ketika Anda berangkat kerja tapi tidak tahu harus harus membawa apa ke kantor, lapangan, atau proyek. Sebab Anda tidak tahu seperti apa model pekerjaan Anda.
Bila pembaca mengikuti perjalanan saya, Om Aza, dan teman-teman di Unbound Gravel 2022 di Kansas, Amerika Serikat, Anda sudah membaca sekaligus melihat, bagaimana Senin lalu kami babak belur dihajar musuh yang tidak keliatan, tapi bisa dirasakan. Bukan kentut, ya. Tapi angin. Angin yang sangat keras.
Seperti yang ditulis minggu lalu, saya mengalami kebingungan. Setting awal sepeda saya tidak bisa dipertahankan. Akhirnya saya kembali ke setting mirip tahun lalu. Saya memakai tas ransel yang bersisi kantong minum. Botol air minum juga terpasang di frame dan di belakang sadel. Tidak lupa juga sebuah top tube bag untuk membawa bekal makanan. Saya sempat menguji setting-an ini di arena gravel, tiga hari sebelum event. Tidak ada masalah, aman. Jadi setting ini saya gunakan di Unbound Gravel 2022.
Semestinya aman. Latihan sudah sesering yang saya bisa. Perlengkapan dan minum sudah mencukupi. Ternyata …..salah. Yang saya persiapkan itu salah sasaran. Unbound Gravel 2022 tidak seperti tahun lalu. Rutenya di atas kertas ringan. Maksud saya, lebih ringan daripada tahun lalu. Tapi sebenarnya pada tahun ini tantangannya lebih holistik. Kalau tahun lalu panasnya, tahun ini macam gado-gado.
Awalnya cuaca bersahabat sekali. Seperti konco plek (teman akrab). Mendung dengan angin sepoi. Dingin, tidak ada panas. Alhasil rasa percaya diri meningkat tajam. Akan tetapi, keakraban itu tidak berlansung lama. Setelah itu saya diguyur hujan. Kalau di Indonesia, momen ini begitu saya idamkam. Menyenangkan sekali. Tapi hujan di Negara Paman Sam ini kurang begitu saya sukai. Karena udara di Kansas pada saat itu cenderung dingin.
Seketika tubuh saya yang akrab dengan siraman sinar ultraviolet dari matahari ini, menjadi ngilu karena dinginnya air yang diperparah dengan embusan angin. Seperti paket 'panas', ada nasi dan lauknya. Ada hujan dan ada angin dinginnya. Tapi saya masih bertahan, goderrr. Tabungan saya selama ini berperan seperti baju zirah. Tabungan lemak maksud saya, bisa menahan dingin dengan gagah. Masih aman. Saya masih bisa gowes dengan baik.
Setelah water station kedua matahari mulai mengintip. Panas sudah mulai berperan serta di event ini. Lengkap sudah. Mendung, hujan, angin, dan panas sudah melanda saya. Tapi saya tetap bertahan. Aman. Tidak jauh setelah water station kedua, mulailah kejadian yang sangat tidak lumrah itu terjadi. Cyclist di depan saya mengerem mendadak. Saya tidak bisa berbuat banyak dan jatuh ke kanan. Beruntung saya jatuh di tempat bermain kerbau, alias kubangan lumpur. Badan saya tidak apa-apa.
Hanya saja sepeda saya tidak seperti badan saya. Shifter-nya tertutup lumpur. Semua bekal tertutup lumpur. Valve untuk minum dari ransel tertutup lumpur. Insiden ini membuat sepeda saya sulit pindah gear belakangnya. Saya juga harus minum air campur coklat (baca: lumpur). Penglihatan menjadi tidak bisa optimal karena kacamata saya juga kena lumpur.
Belum lagi untuk keluar dari arena lumpur itu saya harus mendorong sepeda sejauh kira-kira dua kilometer. Tentu saja dengan susah payah. Kejadian ini membuat energi saya terkuras. Sebab harus mendorong sepeda berat dan susah minum. Sepeda juga sepeda tidak optimal dan panas mulai bekerja.
Ada seorang TeJo (Teman Johnny Ray) yang berkomentar di akun media sosial saya. Ia bilang saya hebat dan tidak ada capeknya. Baik, saya mengopreksinya. Ungkapan itu kurang tepat karena saya sangat capai. Sangat tidak mampu. Tapi di lain sisi, saya tidak mau mengulang sakit ini dari awal. So, saya harus menuntaskan perjalanan 200 mil ini.
Perjalanan saya dari pit stop dua ke finis bisa menjadi cerita tersendiri, pembaca. Intinya saya akhirnya bisa finis. Seperti yang saya jelaskan di atas. Kalau mengantungkan kekuatan fisik, saya tahu bahwa finis itu hal yang sulit. Tapi semangat dan dukungan kalian yang luar biasa membuat saya mempunyai motivasi untuk tetap gowes. Sedikit demi sedikit hingga akhirnya finis.
Bersama tulisan ini saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman Johnny Ray yang sudah menemani saya dalam doa dan dukungan. Hingga akhirnya saya bisa menggapai garis finis. Kalian sungguh luar biasaaaaa. (johnny ray)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 89
Foto: MacDonald Arthur Lumenta/Emka Satya/DBL Indonesia