Sebelum membahas judul di atas, izinkan saya sedikit mengulas perkembangan La Vuelta a Espana 2022. Walaupun Remco Evenepoel (QuickStep Alpha Vinyl) terkenal kuat, tapi dominasi Primoz Roglic (Jumbo-Visma) dalam balapan time trial di event tahunan Spanyol tersebut begitu mengakar. Empat kali Roglic jadi yang tercepat dalam lomba Individual Time Trial (ITT) di La Vuelta.
Tapi Roglic tidak bisa mempertahankan prestasinya pada tahun ini. Yang mengalahkannya adalah anak muda dari Belgia itu, Remco Evenepoel. Keduanya terpaut waktu lebih dari dua menit di General Classification (GC). Biasanya Roglic mengejar selisih waktu di etape time trial. Tapi rencana itu tidak berhasil pada tahun ini.
Ya, paling tidak tontonan La Vuelta tahun ini makin seru. Pembalap yang telah mendominasi ajang ini selama bertahun-tahun, tak semudah itu mempertahankan prestasinya. Nantinya, siapa pun yang menjadi juara, mari kita saksikan bersama. Kekuatan dan strategi tim, bahkan insiden di jalan raya, dapat menentukan pergeseran posisi pembalap di klasemen.
Sekarang kembali ke topik utama. Apabila Anda bersepeda belakangan ini, pasti merasakan panas terik. Jalanan cenderung lebih macet. Udara yang lebih berasap daripada ketika zaman Covid-19. Untuk informasi, asap yang saya maksud adalah asap emisi gas buang dari kendaraan bermotor, ya. Bukan asap hasil bakar ikan, sate, atau jagung.
Olahraga sepeda mendapat tantangan zaman. Ketika era Covid, olah raga ini mendapat angin segar. Seperti angin dari AC yang terhembus dari dalam mal. Menyejukkan hingga pedestrian. Sekarang jumlah pesepeda yang memenuhi jalan pada pagi hari, sudah berkurang. Meski pun tetap banyak.
Alasan dan alternatif berolahraga sudah kembali banyak. Sepeda bukan satu satunya olahraga yang bisa dijalani. Rasa malas bangun pagi, berkolaborasi dengan rasa enggan dengan bayang-bayang lelahnya setelah bersepeda. Sering kali rasa kantuk dan lelah itu datang ketika pekerjaan lagi padat-padatnya. Sehingga keesokan harinya menjadikan rasa enggan bersepeda makin tebal.
Kalau saya ditanya mengapa tidak bosan gowes? Bagaimana kok bisa bersepeda terus-menerus? Salah satu sebab saya bersepeda adalah karena I'm the chosen one. Sebab saya tidak suka olahraga lain. Itu jawaban saya. Saya terpilih, kalau tidak bisa dikatakan dikutuk, untuk bersepeda.
Padahal banyak pilihan olahraga lain yang menurut teori kenikmatan dan kemudahan, jauh lebih mudah. Tapi ya begitu lah. Saya masih senang berputar-putar di jalan. Kadang gowes kota-kota atau sekadar ke kafe saja. Gowes dari Surabaya untuk sarapan di Malang, atau sekadar minum coklat di UENO Caffee di Madiun. Atau bisa juga ke Xiang Jia Kopitiam di GWalk. Tergantung bagaimana kaki ini berputar.
Ingat, jauh-dekat itu relatih. Anda bisa bilang bahwa saya gowes Surabaya-Madiun itu jauh. Tapi ada juga beberapa teman dan orang yang saya kenal, bersepeda dari ujung barat ke Banyuwangi. Jaraknya sekitar 1.500 kilometer. Nama event-nya Bentang Jawa.
Menurut saya, jarak ratusan kilometer itu sudah jauh. Akan tetapi, bagi mereka jarak ribuan kilometer itulah baru bersepeda yang grenggg. Banyak juga event-event hore yang diatur oleh internal komunitas untuk gowes bareng ke ke tempat-tempat yang dinilai asyik. Seperti Bali, Jogja, atau yang lain.
Yang masih memilih olahraga ini tetaplah berhati-hati dan rajin gowes. Meski panas, macet, dan asap setia menemani Anda di jalan. Sekian. (johnny ray)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 106
Foto: Hendra Dalijono (@h_dalijono ), ASO