Tuntas sudah perhelatan Banyuwangi Bluefire Ijen KOM Challenge 2022. Event gowes paling seru di ujung Timur Pulau Jawa itu diikuti 350 peserta. Komunitas dari berbagai kota di Indonesia turut serta. Lengkap, ada dari Aceh hingga Papua.
Total peserta datang dari 73 kota dan 21 provinsi di Indonesia. Para peserta pun merasa puas ikut event ini. Baik dari sisi rutenya, maupun hospitality yang dihadirkan panitia.
Banyuwangi Bluefire Ijen KOM Challenge 2022 menempuh total jarak 105,8 kilometer. Start dari Pendopo Sabha Swagata Blambangan dan finis di Gantasan. Rute itu dituntaskan dalam satu hari pada Sabtu, 24 September 2022. Panitia juga menghadirkan keseruan bagi para peserta lewat recovery ride, yang digelar Minggu pagi, 25 September 2022.
Rute yang dihadirkan panitia meninggalkan kesan positif bagi para peserta. Misalnya rute sebelum para peserta menghadapi segmen tanjakan. Dari titik start, peloton dibawa ke selatan Banyuwangi menempuh jarak 52 km. Melewati Kecamatan Rogojampi, Genteng, dan Gambiran. Tujuannya ke De Djawatan Forest. Lokasi ini dipilih sebagai pit stop.
De Djawatan merupakan salah satu destinasi wisata andalan di Banyuwangi. Sangat Instagramable. Kawasan hutan lindung yang ditumbuhi ratusan pohon trembesi berukuran raksasa. Usianya sudah ratusan tahun. Berada di De Djawatan seolah seperti di Fangorn Forest dalam film The Lord of the Rings. Rindang, rapi sekaligus eksotis.
“Bisanya setelah menyeberang dari Gilimanuk ke Ketapang, kami langsung belok kanan. Ke arah Surabaya atau Malang. Saya baru kali pertama mengeksplorasi Banyuwangi dengan bersepeda. Ternyata ada banyak tempat keren. Salah satunya De Djawatan,” ungkap Agus Wibisono, peserta asal Denpasar, Bali.
Setelah beristirahat di De Djawatan, peserta kembali ke utara Banyuwangi. Menuju Kantor Bupati Banyuwangi. Jaraknya 27 kilometer. Kantor Bupati Banyuwangi menjadi area untuk regrouping sekaligus water station.
Dari Kantor Bupati Banyuwangi, peserta baru menghadapi segmen tanjakan dengan titik start KOM di Patung Barong. Peserta diajak nanjak melalui Kalibendo. Melewati perkebunan karet, cengkeh, dan kopi. Segmen tanjakan berakhir di finis di Gantasan. Selain nanjak dengan elevation gain 1.313 meter, suhu pada hari itu juga sangat panas. Mencapai lebih dari 40 derajat celsius.
“Tanjakannya benar-benar sulit. Sekitar lima kilometer terakhir kaki saya mulai merasakan kram. Sebab suhunya juga sangat panas. Namun saya mencoba untuk terus bertahan hingga mencapai garis finis,” bilang peserta asal Latvia, Reinis Simanovskis.
Setelah event berakhir, para peserta kembali diajak menikmati keseruan Banyuwangi lewat acara recovery ride. Gowes Minggu pagi itu mengajak peserta berkunjung ke Desa Wisata Adat Osing Kemiren.
Sesampai di Desa Osing peserta dijamu berbagai kuliner khas Banyuwangi. Dari jajanan tradisional seperti kue cucur, nagasari, apem, kue putu, tahu walik, dawet ayu, hingga kopi Kemiren dari lereng Gunung Ijen.
Peserta juga disambut warga sekitar dengan suguhan Tari Gandrung. Ibu-ibu dari kampung adat juga kompak memainkan gedhogan sebagai hiburan untuk para cyclist.
Gedhogan merupakan tradisi warga sekitar memukul-mukul lesung dan alu sehingga menimbulkan bunyi yang enak didengar. Musik lesung ini menjadi kesenian yang masuk dalam warisan budaya asli suku Osing.
“Hari Minggu diajak recovery ke sini itu sangat surprise. Luar biasa, budaya asli Osing masih dipertahankan di Desa Kemiren ini. Jajanannya enak, kampungnya sangat bersih, masyarakatnya juga ramah. Teman-teman yang ke Banyuwangi bisa menginap di sini. Sebab ada guest house yang disediakan warga,” ungkap dr. Sadi Hariono, peserta dari Malang. (mainsepeda)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 109
Foto: Ramada Kusuma, Rendra Kurnia