Tiga segmen KOM Trilogi Jawa Timur punya karakter beda-beda. Bromo dari Pasuruan ke Wonokitri merupakan ujian ketahanan. Banyuwangi Ijen (sampai Gantasan) adalah ujian power dan speed. Sedangkan penutupnya, Kediri Dholo, adalah ujian kemiringan!

Bagi yang pernah ke sana, sakitnya mungkin langsung kembali terasa ketika mengingatnya. Bagi yang belum pernah, Anda akan merasakan salah satu segmen tanjakan paling ikonik di Indonesia!

Segmen lomba Kediri Dholo KOM ini bisa ditemukan di Strava (klik di sini). Nama resminya "Official AASOS Dholo KOM Challenge." Di atas kertas, tidak menakutkan. Panjang hanya 17,57 km. Walau total elevation gain-nya mencapai 1.200 meter, kemiringan rata-ratanya "hanya" 6,8 persen. Setara dengan kemiringan rata-rata segmen Bromo KOM.

Tapi itu di atas kertas. Realitanya lebih menyakitkan.

Segmen lomba ini akan dihadapi di hari kedua. Setelah pada hari pertama "santai" turing 160-an km dari Surabaya ke Kediri, sambil mampir dulu ke Pos 1 (Gedung Teater) Gunung Kelud.

Dan pada hari kedua itu, peserta muter dulu "pemanasan" sejauh 25 km, di sekitaran Kota dan Kabupaten Kediri. Tanpa pit stop, ketika peserta memasuki pertigaan Mojo, segmen lomba dimulai (KOM Start). Pada saat ini, peloton sudah terbagi-bagi berdasarkan kategori dan kelompok umur masing-masing. Kelompok Elite memimpin di depan.

Begitu melewati KOM Start, peserta bakal tancap gas hajar-hajaran menuju finis, di dekat Air Terjun Dholo. Sekali lagi, panjang totalnya "hanya" 17,57 km. Tapi, ada baiknya peserta membagi itu menjadi dua bagian.

Yang pertama adalah yang 13 km menuju gerbang loket di Besuki. Awalnya, seperti biasa, cukup sopan. Tanjakan berawal cukup landai, lalu bertahap menjadi semakin miring. Seperti naik tangga halus.

Kalau Anda tidak balapan, atau ingin memastikan finis strong, manage-lah power dan tenaga Anda sebaik mungkin. Gunakan bagian-bagian landai untuk "rest," tambah effort di bagian-bagian yang terjal.

Begitu mencapai sembilan kilometer, pertahankan tempo sebaik mungkin. Karena dari sini sampai gerbang loket Besuki kemiringannya relatif konstan di kisaran 10 persen. Kadang sedikit di bawah, kadang mendekati 15 persen.

Di gerbang loket Besuki, panitia akan menyiapkan water station. Silakan isi bidon, ambil napas sejenak, kalau memang tidak balapan (atau sudah menyerah). 

Kalau masih nyaman, maka Anda akan memasuki "menu utama" Kediri Dholo KOM Challenge.

Empat kilometer terakhir ini, di atas kertas kemiringan rata-ratanya "hanya" 9,5 persen. Tapi itu sangat menipu. Karena menjelang finis ada beberapa turunan yang ikut terhitung dalam total rata-rata.

Bagian paling ikonik, dan menantang, langsung dicapai hanya sekitar satu kilometer dari gerbang Besuki.

Melihat ke depan (kalau tidak terus menatap aspal), seolah jalannya habis. Peserta akan dipaksa menoleh ke kanan. Tepatnya, menoleh sambil mendangak ke kanan!

Selamat datang di Kelok 9! Alias Lombard Street San Francisco versi Kediri! Tanjakan terjal di bentuk berkelok-kelok di tengahnya, memaksa cyclist harus zig zag mengikuti kelokan. Kemiringannya menjadi konstan di kisaran 17 persen. Banyak yang kram atau menuntun di sini, jadi hati-hati dalam menjaga jarak dengan peserta lain.

Triknya: Sebelum Kelok 9, ambil jalur jalan paling kiri. Lalu belokkan tajam sepeda ke kanan. Ketika keloknya ke kanan, ambil sisi dalam kanan, ketika ke kiri, ambil sisi dalam kiri. Seperti melakukan zig zag lebar, tapi sambil mengikuti kelokan jalan.

Di sisi kanan dan kirinya ada tangga untuk pejalan kaki. Bakal banyak orang menonton di sana. Bakal banyak fotografer pula di sana. Teman-teman semua, inilah "teater sepeda" paling fotogenik di Indonesia.

Bisa menaklukkan Kelok 9? Selamat!

Kabar buruk: Itu bukan bagian terberat. Bagian terberat langsung menyambut setelahnya!

Dari Kelok 9, peserta belok ke kanan dan diberi sedikit turunan. Hanya sedikiiiiit sekali. Hanya bisa dijadikan "bandulan" untuk tanjakan yang menyambutnya. Yang oleh teman-teman sepeda setempat dinamai "Gigi 1."

Lihat fotonya. Banyak yang menuntun atau jatuh.

Tidak panjang. Tak sampai 200 meter. Tapi kemiringannya mencapai 26 persen. Atau bahkan lebih! Yang kuat-kuat pun kadang terpaksa menuntun karena terhalang orang di depannya.

Saran saya: Jangan paksakan diri mengayuh di Gigi 1. Kalau sanggup dan jalan di depan clear, silakan hajar. Kalau tidak, dalam kasus bagian ini, menuntun bukanlah sesuatu yang memalukan. Malah menuntun bisa jadi strategi untuk finis strong.

Dua benefit bisa didapat kalau memang harus menuntun. Satu, mengurangi risiko jatuh, yang bisa mengakibatkan cedera atau sepeda bermasalah.

Kedua, bisa membantu kaki kita "istirahat" dari mengayuh. Pindah ke otot berjalan. Toh, kecepatan jalan (3-4 km/jam) tidak akan jauh beda dengan kecepatan memaksakan diri naik sepeda di Gigi 1.

Begitu sampai di ujungnya, ketika kita naik sepeda lagi, otot kayuhnya sudah istirahat sejenak. Itu penting juga. Karena setelah itu akan ada beberapa bagian yang kemiringannya masih 18 persenan. Salah satunya langsung menyambut di belokan ke kanan, setelah kita kembali naik sepeda!

Pada dua kilometer terakhir menuju finis ini memang ada satu-dua turunan. Di mana kita bisa beristirahat lagi atau membangun momentum menuju bagian-bagian curam di atas. Tapi bagian curamnya akan tetap terasa.

Finisnya? Kalau cuaca cerah, tidak ada kabut, Anda akan bisa melihat jembatan finis itu dari kejauhan. Kalau berkabut tebal, Anda hanya bisa terus berusaha mengayuh sekuat mungkin, dan tiba-tiba finis sudah menyambut!

Segmen penutup ini juga bisa dilihat di Strava. Nama resminya "Official AASOS Dholo KOM Challenge FINAL PART." (klik di sini)

Berapa waktu yang dibutuhkan untuk melahap segmen lomba sejauh 17,57 km itu? Para pembalap elite akan menuntaskannya dengan begitu cepat. Di kisaran 1 jam dan 5 menit saja! Para jagoan kelompok umur akan melahapnya dalam waktu di kisaran 1 jam dan 15 menit.

Sedangkan yang "kuat normal" bisa menuntaskannya dalam waktu 1 jam 30 menit hingga 1 jam 45 menit.

Rencananya, panitia dari Mainsepeda.com dan Azrul Ananda School of Suffering (AA SoS) akan mencanangkan Cut Off Time (COT) di antara 2 jam 45 menit hingga 3 jam. Jadi jangan terlalu khawatir bagi yang ragu dengan kemampuan menanjaknya.

Pastikan Anda me-manage energi dengan baik dari bawah. Jangan terlalu bernafsu melaju di bawah, karean Anda bisa keok di atas! (azrul ananda)

Podcast Mainsepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 118

Populer

Super Magnesium; Material Pesaing Karbon?
Tips Setting Rantai Hub Gear dan Lepas Roda Belakang Brompton
Kado Pensiun Cavendish: Menang di Singapore Criterium
Kolom Sehat: Mengapa Harus Custom Bike
Shimano CUES, Ekosistem Baru Pengganti Grupset di Bawah 105
Pendaftaran Mulai Besok, EJJ 2025 Menawarkan Spot Baru 
Pakai RD Berkopling supaya Rantai Tidak Lompat-Lompat
Sold Out, Ini Cara Dapatkan Slot Bromo KOM Lewat Jalur Bundling, Kuota Terbatas!
Ladies Baja CC, Diracuni Bapak-Bapak Baja CC
Gravel Bike: Cepat On Road, Tangguh Off Road