Tour de France (TdF) 2018 sudah berakhir Minggu, 29 Juli lalu. Tidak ada banyak waktu untuk berpesta bagi para bintangnya. Sehari kemudian, untuk beberapa hari berikutnya, mereka sudah sibuk keliling cari duit, ikut lomba-lomba lokal di sekitar Prancis, Belanda, atau Belgia.
Lomba-lomba criterium itu sudah jadi seperti tradisi setelah TdF, dikenal dengan sebutan “Post-Tour Criterium.” Kota-kota kecil, atau desa-desa di tiga negara itu, menyelenggarakan lomba-lomba kecil untuk masyarakatnya berpesta.
Mereka mengundang para bintang TdF, khususnya para pemenang jersey klasemen. Baik itu yellow, green, polkadot, atau putih. Dan mereka siap membayar mahal! Tahun ini, Peter Sagan (Bora-Hansgrohe) jadi atraksi utama yang paling diburu. Untuk sekali tampil, Sagan disebut menarik tarif 60 ribu Euro atau lebih dari Rp 1 miliar!
Dan tahun ini, Sagan tampil setiap hari selama beberapa hari!
Senin petang (30 Juli), hanya sehari setelah TdF berakhir, Sagan sudah beraksi di kota Aalst di Belgia, tengah-tengah antara Ghent dan Brussels. Sehari kemudian, dia tampil di Roeselare, di Flanders Barat. Lalu pada Kamis (2 Agustus) tampil di Herentals, dekat Antwerp.
Peter Sagan bersama Daniel Oss (Bora-Hansgrohe) mengikuti Natour Criterium di Aalst, Belgia hari Senin, 30 Juli, sehari setelah Tour de France berakhir.
Bayaran besar itu tentu membantu melupakan Sagan kalau dia baru saja mengalami kecelakaan besar di pekan terakhir TdF!
Sementara itu, Geraint Thomas, sang pemenang yellow jersey dari Team Sky, ternyata hanya akan ikut satu criterium. Yaitu Profronde van Surhuisterveen di Belanda utara. Menurut koran Belgia Het Nieuwsblad, kebanyakan penyelenggara memang lebih berminat mengundang Sagan daripada Thomas.
Geraint Thomas (Team Sky), sang jawara Tour de France 2018 saat tampil di Profronde van Surhuisterveen di Belanda utara hari Selasa, 31 Juli.
Bagi kota-kota itu, mendatangkan para bintang ini bisa menguntungkan. Karena mereka akan menjual tiket bagi warga atau pengunjung yang ingin menonton. Belum lagi pemasukan tambahan untuk hotel-hotel dan restoran di kawasan itu. Setiap kali diselenggarakan criterium ini, suasananya seperti pesta kota.
Uniknya, lombanya biasanya tidak penting. Bahkan, seringkali hasil lomba sudah diatur dari awal. Misalnya, dari 20 putaran, para unggulan atau bintang besar tiba-tiba berada di barisan terdepan pada putaran terakhir, lalu terjadi adu sprint. Agak aneh kadang-kadang melihat para climber adu sprint melawan mereka yang pure sprinter, dan yang menang adalah sang climber!
Tapi ini sudah jadi tradisi di kota-kota itu. Dan yang penting memang bukan hasilnya, tapi pestanya! (mainsepeda)