Siang itu, ketika sedang antri di kasir Wdnsdy Café di Surabaya Townsquare, dr. Boyke Soebhali, Sp.U terbahak-bahak sendiri. Bingunglah orang-orang di sekitarnya. “Saya pernah mengalami itu,” tuturnya sambil menunjuk tembok. Di sana terpampang tulisan “Supaya memotivasi cyclist lebih kuat, sebaiknya jangan ditakut-takuti. Lebih baik dibohongi” – Azrulminati no. 8.
Soal dibohongi, Boyke bercerita, waktu itu sedang mengikuti even turing sepeda jarak jauh mencapai 180 km di kota Yogyakarta dan dirinya sudah capek sekali. Marshal yang setia menemani, terus “membohonginya”.
“Dikit lagi turun, pak. Tinggal satu tanjakan lagi. Di tikungan depan itu turunan, pak. Tapi semua tidak ada realisasinya. Rupanya dia menipu saya agar saya keep going, tidak give up. Dan nyatanya berhasil! Saya berhasil sampai finis di kawasan candi Prambanan! Tentunya dengan capek setengah mati dan berulang-ulang kaki kram,” ceritanya sambil menikmati kopi vietnam.
Boyke saat mengikuti even pertama bersepeda jarak jauh di Yogyakarta.
Itu adalah even bersepeda pertama yang diikuti oleh Boyke. Itupun terjebak oleh teman yang “membohonginya”.
“Saat saya di salah satu toko sepeda di Jakarta, saya lihat brosur even itu. Lalu saya tanya ke pemilik toko, kira-kira saya kuat atau tidak, ya? Dia jawab tidak usah dipikir, ikut saja! Akhirnya saya nekat mendaftarkan diri bersama kawan-kawan YSCC (Young Surgeon Cycling Club),” ungkap pria kelahiran Samarinda.
Memang, sejak 2015, Boyke mulai aktif bersepeda. Gara-garanya, saat di Raja Ampat, Boyke tidak kuat jalan kaki mendaki ke puncak Wayag. “Sampai terengah-engah mau mati rasanya kehabisan nafas. Saya harus duduk diam mengatur nafas dan jantung kira-kira setengah jam di puncak. Setelah itu baru beraksi foto dengan gitar. Dari situ saya merasakan ada yang salah di tubuh saya,” kisah dokter yang ahli melakukan retrograde intrarenal surgery dengan alat Flexible Ureteroscope (FURS) ini.
Boyke di puncak Wayag, Raja Ampat bersama gitar kesayangannya bulan September 2015. Sepulang dari sini, Boyke serius berolahraga sepeda hingga saat ini.
Sejak saat itu, baru disadarinya, selepas SMA kemudian kuliah kedokteran di Universitas Airlangga Surabaya hingga lulus dan praktek menjadi dokter, Boyke tidak pernah berolahraga.
Jadi setelah pulang dari Raja Ampat itu, Boyke bertekat harus olahraga. Konsultasi sana-sini, dr. Saut Idoan, SpB dari Ponorogo meracuni Boyke dengan bersepeda. “Dia ajak saya masuk ke grup Whatsapp YSCC sebelum saya punya sepeda,” tutur ahli urologi ini.
Alhasil, Cannondale Synapse disc brake dipinangnya jadi sepeda pertama. Boyke begitu menikmati bersepeda. “Saya tidak akan mau bersepeda yang membuat stres. Yang membebani. Yang dikejar-kejar target. Masuk Strava misalnya. Buat saya, sepedaan itu rekreasi dan dinikmati prosesnya,” tuturnya berfilosofi.
YSCC chapter Samarinda, Boyke (paling kiri) bersama dr. Hilmi Ahmadhil dan dr. Suhartono, SpTHT
Yang dirasakannya adalah bersepeda mengeluarkan hormon endorfin. Selepas bersepeda, Boyke menjadi gembira, senang, dan bahagia. “Seminggu tiga sampai empat kali. Satu setengah sampai dua jam cukuplah. Jam lima keluar rumah jam tujuh sudah balik lagi,” bilang dokter gaul yang praktek di RS Abdul Wahab Sjahranie dan RS Dirgahayu Samarinda.
Selain sebagai pelepas stress, buat Boyke sepeda adalah baju. Iya, baju itu dipakai untuk kenyamanan diri sendiri, ini utama! Kedua, tentu juga harus enak dilihat oleh orang lain, agar tidak malu-maluin.
“Itulah kenapa saya memilih warna full black untuk sepeda kedua saya, Wdnsdy AJ1. Meskipun banyak yang bertanya kenapa harus hitam. Saya jawab karena ini adalah “baju” saya, saya nyaman dengan sepeda warna hitam,” ungkap pelahap buku bacaan tentang sejarah.
Boyke bersama sepeda Wdnsdy AJ1 dengan set-up full black yang mewakili jiwa pemusik rock.
Bahkan saat sedang mengikuti seminar di luar Samarinda, Kalimantan Timur, dokter berusia 43 tahun ini selalu menyempatkan diri bersepeda. “Di Jakarta kebetulan saya ada Brompton. Di luar Jakarta, biasanya saya pinjam sepeda dari kolega,” tutur pecinta Star Wars dan Star Trek.
Setidaknya, saat ini, dokter yang sedang melanjutkan studi S3 di Erasmus University Rotterdam telah menemukan dua cara untuk melepaskan stress pekerjaan. “Pekerjaan saya mengobati orang dan itu tidak mudah, resiko tinggi dan berpotensi menimbulkan stress,” keluhnya.
Setelah bermusik main gitar, yang dirasakannya sekedar euforia. Tapi dengan bersepeda, usai melakukannya, jadi lebih bahagia. “Saya senang, punya dua alat yang membuat hidup saya lebih berwarna,” tutupnya sumringah. (mainsepeda)