Dalam bahasa Jerman, Sturm artinya badai. Nama Sturm juga dipakai oleh sebuah komunitas sepeda di Jerman yang anggotanya para Warga Negara Indonesia (WNI). Nama komunitas itu Sturm Crew.
Eits, nama itu jangan diartikan sebagai kru badai. Sturm Crew ternyata singkatan dari Student Rantau Main Sepeda Crew.
Ya, sesuai namanya, komunitas ini memang dibentuk mahasiswa asal Indonesia yang menempuh pendidikan di Jerman. Mereka membuat komunitas ini karena memiliki visi serupa: memperkenalkan Indonesia di Eropa.
Sturm Crew dibentuk pada 2021. Komunitas ini didirikan oleh dua pelajar WNI yang kemudian mulai meracuni teman-temannya untuk ikutan memulai olahraga sepeda. Uniknya Sturm Crew tidak memiliki anggota "official". Jadi mereka mempersilahkan siapapun yang mau gowes bersama, baik WNI maupun warga lokal di sana.
“Anggota inti Sturm ini hanya lima orang. Semuanya WNI, tapi kami terbuka sekali buat siapapun yang mau gowes bersama,” ujar Melvin Kristantokusumo, salah satu pendiri Sturm Crew pada Mainsepeda.
Sturm Crew seringkali gowes tak hanya bersama WNI saja. Mereka aktif gowes dengan cyclist non-WNI. Baik sesama mahasiswa dari negara lain maupun warga lokal di sana.
Ketika gowes bersama dengan non-WNI, mereka seringkali memperkenalkan dan mempromosikan Indonesia. Biasanya mereka berbincang mengenai tempat wisata di Indonesia dan makanan khas asal nusantara.
“Kami sering sharing-sharing tentang Indonesia. Jadi Sturm Crew ini ibaratnya diplomasi via sepeda,” tambah Melvin.
Sturm Crew juga terbuka untuk menemani WNI maupun warga negara Eropa lainnya yang ingin gowes di Jerman atau sekitarnya. Sturm Crew akan menemani mereka gowes menuju spot-spot menarik yang biasa mereka kunjungi di Jerman.
Anggota inti Sturm Crew sendiri tidak berasal dari kota yang sama. Ada yang dari Hannover, Hamburg, Aachen, dan Berlin. Inilah yang membuat mereka memiliki agenda gowes bersama hanya satu kali dalam sebulan.
Ketika berkumpul, mereka biasa gowes di kota Hamburg dan Hannover. Kadang bahkan gowes antarnegara. Untuk gowes antarnegara, Sturm Crew biasa gowes di rute Jerman-Belanda-Belgia.
“Rute favorit kami ketika gowes bersama biasanya nanjak di Gunung Brocken, di utara Jerman. Atau rute rolling di Aachen-Sirkuit Spa-Francorchamps-Monschau-Aachen,” ungkap pria 23 tahun itu.
Untuk menjaga kondisi karena gowes bersama hanya satu bulan sekali, masing-masing anggota Sturm Crew juga bergabung di komunitas lokal di kota mereka masing-masing. Ada juga yang rutin gowes bersama komunitas di kampus mereka.
Walaupun gowes di kota masing-masing, Sturm Crew menetapkan porsi latihan untuk anggota mereka masing-masing. “Biasanya untuk agenda gowes harian rata-rata 40-80 km. Lalu total jarak perminggu anggota kami berkisar antara 200-400km per minggunya,” jelasnya.
Seperti beberapa komunitas sepeda di Indonesia, Sturm Crew juga sering mengikuti berbagai event sepeda di Jerman.
Tantangan terbesar bersepeda di Jerman menurut Melvin adalah adanya perbedaan kultur dengan di Indonesia. Melvin mengungkapkan bahwa bengkel sepeda di Jerman sangat mahal. Jadi mereka harus pandai utak-atik sepeda sendiri.
Selain itu tantangan lainnya, mereka wajib mempersiapkan konsumsi dan sparepart sebelum gowes. Sebab tidak di setiap kota atau desa di sana selalu ada supermarket untuk membeli makanan, apalagi sparepart sepeda.
Namun urusan safety, bersepeda di Jerman jauh lebih aman dibanding di Indonesia. "Kendaraan bermotor di sini sangat menghargai pesepeda," katanya.
Melvin berharap ke depannya komunitasnya bisa menjadi jembatan untuk memperkenalkan Indonesia di mancanegara. Misi itu coba mereka rajut dengan makin rutin gowes bersama komunitas dari berbagai negara, dan mengikuti sejumlah event.(mainsepeda)