Prestasi yang diraih Spartan Indonesia, Handika di ajang Paris-Brest-Paris (PBP) 2023 begitu membanggakan. Ia bukan sekadar berhasil finis under cut off-time (COT). Tapi, ia menjadi peserta asal Indonesia yang mencatatkan waktu tercepat sepanjang perhelatan PBP.
Ya, Handika berhasil finis 62 jam, 23 menit, dan 43 detik. Catatan waktu itu memecahkan rekor finisher tercepat dari Indonesia yang dibuat oleh Hendriyanto Wijaya pada 2019, yakni 82:53:47. Terpaut hampir 20 jam!
Sebagaimana diketahui, Paris-Brest-Paris 2023 menyuguhkan tantangan bersepeda 1.200 km. Dari Paris menuju Brest, dan kembali lagi ke Paris. Peserta diberi pilihan menyelesaikan 1.200 km itu dalam waktu 80 jam atau 90 jam.
Sejak awal, Handika memutuskan memilih COT 80 jam. Ia sudah mengukur kemampuannya bisa menuntaskan tantangan 1.200 km sebelum 80 jam.
Tapi optimisme itu nyaris berantakan. Penyebabnya, Handika mengalami kecelakaan beberapa hari sebelum berangkat ke Paris, Prancis. Ia ditabrak sepeda motor saat gowes di kawasan Bogor.
Ia sempat khawatir ada fraktur. Beruntung hasil rontgen menunjukkan tidak ada fraktur. "Tapi saya tidak MRI atau CT Scan. Sebab pasti hasilnya ada masalah-masalah lain yang lebih spesifik di luar fraktur," kenangnya.
Apalagi, sejak awal Handika tahu keberangkatannya ke Paris-Brest-Paris 2023 bukan sekadar menuntaskan tantangan bersepeda sejauh 1.200 km. Tapi ada misi kemanusiaan yang digagasnya bersama EJ Sport.
Misi kemanusiaan itu tak lain setiap kayuhan yang dilakukan Handika di PBP 2023 akan didonasikan untuk anak-anak yatim piatu. "Itu yang membuat saya semangat, meskipun cedera karena kecelakaan beberapa waktu sebelum berangkat," ungkapnya.
Handika mendapatkan challenge dari EJ Sports bisa finis kurang dari 78 jam. Angka itu diambil merujuk pada usia kemerdekaan Indonesia, yang kebetulan tanggal peringatannya (17 Agustus) tak jauh dari hari pelaksanaan Paris-Brest-Paris 2023.
Handika sempat menerima tantangan untuk bisa finis di bawah 45 jam. Angka itu merujuk pada tahun kemerdekaan Indonesia.
Ia menyanggupi tantangan itu. Ia juga minta semua hasil penjualan produk EJ Sport yang dihasilkannya dari menyelesaikan tantangan di PBP 2023 semua disumbangkan ke panti asuhan.
"Saya pernah di fase sulit seperti adik-adik yatim piatu itu. Makanya saya berupaya maksimal melakukan yang terbaik untuk mereka," ungkapnya.
Handika pun start dalam kondisi kaki kiri masih merasakan sakit akibat ditabrak motor. Ia lebih banyak memanfaatkan tumpuan kaki depan ketika mengayuh sepeda.
Meskipun begitu, perjalanannya lancar hingga Brest (600 km). Ia sampai Brest dengan catatan waktu 21 jam.
Handika sempat beristirahat satu jam di Brest. "Perhitungan saya bisa sampai finis kurang dari 45 jam," ungkapnya.
Namun kenyataan berkata lain. Di km 960, cederanya makin parah. Ia menduga itu terjadi karena ia terlalu ngepush. Ia sudah tak tahan lagi.
Akhirnya sampai check point terdekat ia memanfaatkan treatment dari tim support. Handika sempat merasa perjalanannya di PBP 2023 bakal gagal.
Setelah istirahat 1,5 jam, Handika merasa mampu bangkit. Ia terngiang lagi bahwa perjalanannya bukan sekadar untuk finis. Tapi juga ada misi kemanusiaan yang ia usung bersama EJ Sport.
Akhirnya Handika melanjutkan perjalanan. Ia coba mengatur strategi. Ia lepas sepatu cleat yang melekat di kaki kirinya. Ia ganti dengan sepatu kets.
Handika kaki kanannya menggunakan sepatu kets, sementara kaki kirinya menggunakan cleat. Ia juga dibantu tongkat jika berjalan karena cedera yang didapat dari kecelakaan sebelum berangkat ke Paris-Brest-Paris 2023.
"Sedangkan kaki kanan saya masih menggunakan sepatu cleat," terangnya. Dengan begitu, kini tumpuan hanya tersisa di kaki kanan. Ia juga tak leluasa off sadel karena sakit yang dirasakan di kaki kirinya.
"Akhirnya speed saya benar-benar keong. Hanya 6-7 km per jam," ceritanya.
Handika sempat khawatir ditangkap oleh peserta lain dari Indonesia. Ternyata tidak. Ia tetap bisa berada di depan di antara para peserta dari Indonesia lainnya. Akhirnya, Handika pun finis dalam waktu 62 jam.
"Sepanjang jalan sebenarnya ada keinginan nyerah. Saya coba putar lagu-lagu yang membuat saya teringat terus pada adik-adik yatim piatu di Indonesia," ujarnya. Ia merasa pengorbanannya di PBP 2023 masih lebih berat perjuangan hidup anak-anak yatim piatu.
"Mereka bisa fight, masak saya nyerah," ujarnya.
Handika mengaku sebenarnya secara medan, rute Paris-Brest-Paris 2023 tak menyuguhkan tanjakan-tanjakan kejam. "Tidak tinggi-tinggi seperti di Jawa, tapi panjang," ucapnya.
Selain cedera, tantangan lain yang dihadapi Handika selama perjalanan adalah cuaca dingin. Terutama saat malam datang.
"12-13 derajat cuacanya. Dengan angka yang sama, tapi tingkat dinginnya di Indonesia dan Paris berbeda. Belum lagi anginnya di sini juga kencang," katanya.
Padahal sepanjang perjalanan, Handika sudah sangat siap dengan perbekalan. Mulai dari sarung tangan, jaket double, hingga kantong penghangat.
Ayo dukung para Spartan dalam menaklukan Paris-Brest-Paris dan mewujudkan misi kemanusian mereka dengan mengunjungi website resmi EJ Sport (mainsepeda)