Sepp Kuss di garis finis etape ke-18 Vuelta a Espana
Sebelum saya memasuki topik utama, saya permisi dulu untuk membahas jagoan saya. Seperti yang sudah saya bahas di kolom sebelumnya, bahwa jagoan saya untuk Vuelta a Espana kali ini adalah Remco Evenepoel, Team Soudal-Quickstep, Belgia.
Bagi saya melihat sebuah pertandingan itu akan seru ketika ada persaingan ketat di dalam pertandingan itu. Bila ada tim atau jagoan yang menang melulu, bagi saya perlombaan itu berjalan membosankan. Karena dari awal tidak ada alur yang bisa dinikmati sudah pasti jagoan itu yang menang. Dan kita cukup beruntung karena akhir-akhir ini lomba balap sepeda menyuguhkan perlombaan yang tidak mudak ditebak pemenangnya.
Awalnya jagoan saya ini benar-benar menyuguhkan drama yang luar biasa, memegang tampuk pimpinan lomba, jersey merah, dengan meyakinkan. Hingga di akhir minggu ke dua, harapannya hilang seakan hampir pasti musnah. Dia ketinggalan 27 menit di tanjakan panjang stage 13 yang finish di Col du Tourmalet. Walau keesokan harinya Remco memenangi balapan etape 14 dengan selisih cukup jauh, tapi masih tidak cukup membalas kekalahan waktunya.
Menurut saya yang dilakukan Remco ini bisa dibilang bunuh diri atau sebuah keberanian, tergantung kita melihatnya. Cendeerung sendiri melawan raksasa-raksasa Jumbo-Visma, Primoz Roglic, Jonas Vingegaard, dan Sepp Kuss. Melihat Jumbo-Visma seperti dejavu, dulu ada tim seperti itu bernama Team Sky (sekarang Ineos Grenadiers) hampir setipa lomba akan mereka kuasai.
Vingegaard (Kiri), Roglic, Kuss di etape ke-13 Col du Tourmalet
Kemarin di stage 17 Jumbo-Visma kembali menguasai jalanan terjal mengarah ke Angliru, satu tanjakan bergengsi di Spanyol, elevasinya sekitar 1.300 meter. Tapi 6 km terakhir tanjakannya sangat tidak sopan, banyak kemiringan 20 persen bahkan ada yang 24 persen. Dua jersey kuning hitam khas Jumbo-Visma meninggalkan seorang berjersey merah di jalan tanjakan berkabut itu. Anda sudah paham yang saya maksud? Roglic dan Jonas meninggalkan domestik tanjakan mereka tersayang si Sepp Kuss, tidak jauh cuma 19 detik.
Tapi ini membelah insan pesepeda menjadi, Sepp Kuss adalah domestik yang dinilai berjasa besar di setiap pelombaan grand tour walau Jumbo punya Wout Van Aert yang berani membawa gerbong kecepatan tinggi. Tapi penghobi sepeda tahu bila jalan mulai miring banget maka tugas itu akan diteruskan oleh si Sepp Kuss. Tahun ini sudah dua gelar grand tour di raih jumbo, banyak yang ingin Sepp menjadi juara La Vuelta.
Selebrasi Remco Evenepoel di garis finis etape ke-18 Vuelta a Espana
Kalau pembaca pro yang mana? Layakkah Sepp Kuss “diberi” gelar grand tour atau wajarkah dua gaco Jumbo-Visma itu menambah satu gelar lagi? Apakah tidak ada rasa terima kasih kepada Sepp Kuss yang selama ini menjadi tukang tarik setia di setiap tanjakan? Haruskah Sepp Kuss cuma jadi pahlawan tanpa gelar juara? Apa pikiran pembaca bisa dituangkan di kolom komen medsos saya atau main sepeda agar liat balapannya tambah seru.
Saya hanya berharap Remco masih bisa memakai jubah polkadot sampai akhir dan adu jotos di Jumbo-Visma jadi makin seru. Yuk saksikan sisa balapan La Vuelta. Sekian. (Johnny Ray)