Para cyclist peserta Salasa Kahiji saat gowes santai keliling Kota Bandung pada Selasa (19/12) lalu.
Mereka berfoto bersama di depan gedung BJB yang menjadi sponsor event balapan legendaris Kota Bandung tersebut.
Salasa Kahiji sudah menjadi tradisi bersepeda di Bandung dan sekitarnya. Saking populernya, banyak peserta balapan yang diselenggarakan setiap Selasa pagi itu dari luar Bandung. Ada yang dari Tangerang, Jakarta, Cirebon, Semarang, maupun kota-kota lain. Konsep yang inklusif, semua orang dan semua jenis sepeda boleh ikut, membuat Salasa Kahiji kian tahun kian ramai.
”Pada awalnya yang ikut belasan, atau paling banyak puluhan. Sekarang setiap Selasa yang ikut di kisaran 80 sampai 140 cyclist,” kata Tara Mizar, pembina Salasa Kahiji.
Salasa Kahiji menurut Tara sudah ada sejak medio 1990-an, saat dirinya masih kuliah. Penamaan Salasa dipilih karena balapan diselenggarakan pada setiap Selasa (dalam bahasa Sunda Salasa). Kahiji karena sifatnya balapan untuk menentukan siapa yang nomor satu, terdepan.
”Ledakan” peserta Salasa Kahiji paling besar terjadi saat pandemi lalu. Saat itu, peserta bisa melampaui angka 100 peserta. Meski saat ini pandemi sudah berlalu, angka peserta di atas 100 terus bertahan.
Pada awalnya, hadiah Salasa Kahiji sangat sederhana, berupa bingkisan sederhana dari toko kelontong yang menjadi sponsor. Atau part sederhana dari toko sepeda lokal yang menjadi sponsor. ”Pernah juga hadiahnya knalpot, karena ada toko knalpot sepeda motor yang menjadi sponsor,” ungkap Tara.
Baru belakangan, ketika semakin banyak peserta, dan semakin tertata, brand-brand besar seperti Bank Jabar-Banten (BJB) dan Wdsndy Bike bergabung. Terselenggara puluhan tahun, dengan begitu konsisten, Salasa Kahiji seperti sudah menjadi tradisi bersepeda di Kota Kembang, julukan Bandung.
Tara mengungkapkan, penyelenggaraan Salasa Kahiji yang sama seperti saat ini baru mulai 2011. Karena itu, yang dihitung sebagai edisi perdana Salasa Kahiji pada tahun tersebut. ”Ada angka 12 di frameset Wdnsdy Bike yang menjadi hadiah tahun ini, itu sebagai penanda bahwa tahun ini adalah edisi ke-12,” ungkapnya.
Karena bersifat inklusif, siapa pun boleh ikut. Tinggal bawa sepeda dan menyalakan Strava di titik start, bisa langsung ikut gaspol
Konsep balapannnya adalah adu cepat dari lampu merah depan Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, menuju jalan di depan Grand Hotel Lembang. Segmen itu sudah ada di Strava. Setiap cyclist yang mau ikut balapan tinggal datang di titik start pada pukul 05.45 untuk persiapan, start akan dilakukan tepat pukul 05.50 bersamaan dengan lampu hijau menyala traffic light di lokasi tersebut.
Laki-laki dan perempuan, dari komunitas mana pun bisa mengikuti Salasa Kahiji.
Rute yang ditempuh 12 km. Total elevasinya sekitar 550 meter, menuju Lembang yang memiliki ketinggian 1.200 mdpl. ”Biasanya selesai 30 menit, kelas men elite lebih cepat, sekitar 25-26 menit,” papar Tara. ”Dengan rute yang terus nanjak, gaspol dengan kecepatan rata-rata mendekati 30 km per jam, lumayan menguras tenaga juga. Termasuk untuk atlet yang dalam beberapa kesempatan juga ikut,” imbuhnya.
Perlombaan Salasa Kahiji berlangsung selama enam bulan. Dimulai Selasa pertama pada bulan Juli. Perlombaan terakhir diselenggarakan pada Selasa pekan kedua di bulan Desember. Untuk menjadi pemenang, seorang peserta harus mengoleksi poin terbanyak yang diakumulasi sejak lomba di Selasa pertama Juli, sampai lomba di Selasa kedua Desember. Untuk tahun ini, ada 24 perlombaan yang semuanya di hari Selasa.
”Sistemnya, pemenang pada setiap lomba Selasa mendapatkan 10 poin, kedua 9 poin, seterusnya sampai peringkat 10 mendapatkan 1 poin. Poin itu diakumulasi sampai perlombaan terakhir di Desember untuk menentukan juaranya,” jelas Tara.
Dengan sistem seperti itu, perlombaan pada setiap Selasa berlangsung seru. Apalagi, pada Selasa keempat setiap bulan yang memperebutkan poin dua kali lipat. Pemenang dapat 20 poin, peringkat 10 mendapatkan 2 poin. ”Pada Selasa keempat ini jarak tempuh dua kali lipat, tidak finis di Lembang, melainkan Tangkuban Perahu, gain elevation juga dua kali lipat,” ungkap Tara. ”Poin ganda di Selasa keempat juga untuk memberikan kesempatan pada cyclist yang tidak bisa ikut pada setiap Selasa. Sehingga ada perlombaan yang digunakan untuk menebus poin saat ia absen,” lanjutnya.
Tidak hanya road bike, cyclist yang menggunakan sepeda MTB, sepeda lipat, bahkan BMX pun boleh mengikuti Salasa Kahiji.
Dengan perlombaan yang membutuhkan waktu hanya 30 menitan, ketika sudah selesai mengikuti Salasa Kahiji para peserta bisa melanjutkan gowes bersama komunitas masing-masing. ”Yang mau lanjut kerja karena hari Selasa juga tidak perlu kesiangan masuk kantor, karena itu konsep dan jarak yang sudah kami jalankan selama ini akan terus dipertahankan,” ucap Tara.
Salasa Kahiji bisa seperti saat ini tidak lepas dari kultur sepada di Bandung yang sangat kuat. Tara masih ingat, dulu Bandung dan sekitarnya sering dipakai sebagai pusat pelatnas timnas balap sepeda. Belakangan, karena jalanan di sana yang semakin ramai dan macet, juga kebijakan PP ISSI, pelatnas balap sepeda saat ini lebih banyak dilaksanakan di Jogjakarta. Karena perjalanan Salasa Kahiji yang begitu panjang, ada sejumlah peserta yang di kemudian hari meraih medali di ajang SEA Games. Tidak hanya balap sepeda, namun ada juga di nomor lari dan triathlon. (*)