Merancang rute tidaklah semudah menandai titik di aplikasi. Apa yang ada di layar belum tentu sama dengan realita. Karena itulah, dalam setiap event, kami di Mainsepeda selalu menguji langsung rutenya. Kebetulan, saya menjajal sendiri rute East Java Journey (EJJ) II 600 Km bersama istri (Ivo) dan beberapa rekan. Bukan sekadar menghitung jarak, tapi juga untuk mendapatkan "feel" kira-kira bagaimana rasanya ikut event nanti.
Sama seperti tahun lalu, survei rute itu kami lakukan dalam dua tahap. Yang pertama adalah simulasi rancangan utama, lalu yang kedua menjajal bagian yang direvisi. Baru kemudian dievaluasi lagi sebelum difinalkan. Dan tim kami terus memantau kondisi rute itu sampai menjelang hari penyelenggaraan (1-3 Maret untuk 600 Km).
Secara umum, rute 600 Km tahun ini dibuat lebih "tactical". Peserta diberi kesempatan untuk membagi rute sesuai kemampuan, memberi ruang untuk menerapkan strategi istirahat yang berbeda-beda.
Azrul Ananda dan Ivo di kawasan Bendungan Tugu, Trenggalek.
Start dan finis masih sama, di Surabaya Town Square tempat kantor DBL Indonesia (dan Mainsepeda), SUB Jersey Gallery, dan Wdnsdy Cafe berada. Tahun ini, rute akan memutari Jawa Timur dengan arah jarum jam. Kebalikan tahun lalu.
Dalam rute yang disiapkan, ada dua tanjakan utama langsung disuguhkan di 115 km pertama. Yaitu tanjakan "Tirto Wening" di sekitar Pacet (seperti di foto utama), kemudian tanjakan "Nongkojajar" yang merupakan salah satu rute favorit cyclist di Surabaya dan sekitar.
Karena start nanti hari Jumat, maka rute awal ini dirancang memberi kesempatan bagi peserta Muslim untuk menunaikan salat Jumat. Panitia sudah menghitung, ada banyak masjid yang akan dilewati oleh peserta, di km mana pun mereka berada siang itu.
Tanjakan Nongkojajar sendiri disusul dengan turunan pendek, lalu bagian sangat pendek, namun sangat terjal bernama "Watu Pecah". Setelah itu, perjalanan relatif turun menuju Malang, berlanjut dengan rolling halus menuju Blitar. Check point resmi pertama disiapkan di Blitar ini.
Kalau berhasil sampai Blitar, peserta sudah menempuh rute lebih dari 225 km dan menanjak lebih dari 2.800 meter. Hampir separo dari total menanjak event ini.
Nah, bila tahun lalu "queen stage"-nya adalah perjalanan naik turun dari Pacitan menuju Trenggalek, maka tahun ini bagian paling epik tersedia di kawasan Blitar Selatan. Begitu keluar dari check point, tidak jauh peserta langsung disambut dengan rute gravel. Bahkan rute gravel naik turun.
Definisi gravel di sini adalah mayoritas aspal pecah alias jalan rusak. Walau ada pula bagian yang masuk jalan-jalan sawah. Total rute yang "bergetar" ini nanti hampir 60 km, dengan profil naik turun hingga total sekitar 1.000 meter.
Setelah itu, jalanan aspal normal akan mengantarkan peserta menuju kawasan Tulungagung dan Trenggalek. Bisa menggunakan Trenggalek sebagai tempat istirahat penting. Sebab, setelah itu ada dua tanjakan bergantian menyusul. Yaitu dari Trenggalek ke arah Ponorogo, yang meliuk-liuk namun tidak menyiksa. Di dekat ujung, Anda bisa berfoto dengan pemandangan spektakuler, di kawasan Bendungan Tugu.
Begitu turun di Ponorogo, Anda harus siap-siap naik lagi ke Magetan. Menanjaknya juga bisa dinikmati, dengan kondisi jalan yang bagus.
Sejak hari pertama hingga Magetan ini, Anda sudah menanjak total sekitar 4.800 meter. Menyisakan perjalanan turun ke Madiun, lokasi check point kedua sekaligus terakhir, plus rute penutup dari Madiun ke Surabaya.
Rute dari Madiun ke Surabaya inilah yang sempat kami cek dua kali. Dan masih berpotensi untuk berubah lagi sebelum Hari H. Karena rutenya tidak langsung "tembak lurus" ke Surabaya. Melainkan detour dulu ke arah utara, ke arah Bojonegoro dan Lamongan, lalu ke Mojokerto, Jombang, sebelum kembali ke Surabaya.
Secara umum, rutenya bakal antara 620-660 km, tergantung finalisasi terakhir. Dengan total menanjak antara 5.300-5.600 meter, yang separonya sudah dilahap di hari pertama.
Sekali lagi, rute ini dirancang agar peserta bisa mendesain strategi sesuai kemampuan masing-masing. Apalagi batasan waktunya juga lebih ramah dari tahun lalu. Start hari Jumat, 1 Maret, pukul 05.00 WIB, dengan batasan akhir finis hari Minggu, 3 Maret, pukul 21.00 WIB.
Beda dengan rute 1.500 km, kategori 600 km ini bersifat non-kompetitif. Tidak melarang peserta untuk saling bekerja sama. Boleh berkelompok, dengan catatan tetap menjaga ketertiban lalu lintas dan keselamatan bersama.
Rutenya bakal berat, tapi tidak kejam. Ada sedikit sadis, tapi tetap satisfying. Alias "Sadisfying". Yang pasti, rutenya akan dibuat penuh kenangan...
TIPS EQUIPMENT
Secara regulasi, peserta harus menggunakan sepeda dengan drop bar. Boleh menggunakan rim brake, tapi harus memakai wheelset alloy untuk alasan keselamatan. Regulasi ban minimal lebar 28 mm.
Berdasarkan pengalaman cek rute, ban 28 mm tentu masih aman. Walau mungkin harus sedikit lebih hati-hati di beberapa segmen gravel. Paling nyaman adalah ban 32 mm, yang membantu melibas rute gravel lebih cepat sekaligus menambah kenyamanan di jalanan normal.
Pastikan sepeda dalam kondisi prima saat berangkat. Bawa ban dalam cadangan, lampu depan dan belakang masing-masing dua, serta apparel sesuai regulasi. Untuk gearing, disarankan memakai kombinasi gir yang minimal 1:1 antara chainring depan dan sproket belakang.
Setiap peserta akan disediakan tracker, memudahkan pemantauan bagi panitia maupun keluarga.
Tantangan boleh gila, tapi keselamatan yang utama. Karena finish yang sebenarnya adalah di rumah masing-masing.(azrul ananda)