Inilah yang dinamakan “kapok lombok”. Bilangnya kapok tidak mau ikutan lagi (hanya emosi sesaat, karena rute yang berat atau jarak yang terlalu panjang), tapi nyatanya mendaftar lagi. Seperti yang dialami oleh Meylina Kandoy. Sudah ketiga kalinya, wanita asal Indonesia yang tinggal di Canada mengikuti even serupa.
“Tahun lalu saya ikut Haute Route Dolomites di Italia, dan Haute Route Pyrenees tahun 2016 di Prancis. Rasanya cukup dan kapok ikut even ini. Tapi nyatanya saya ketagihan, tahun ini ikut lagi Haute Route Alps juga di Prancis. Terlalu keren untuk dilewatkan begitu saja,” buka Meylina tertawa.
Haute Route artinya jalan tinggi dalam bahasa Prancis. Even ini dilaksanakan selama tujuh hari khusus untuk cyclist amatir. Agar bisa merasakan apa yang dirasakan oleh pro cyclist.
Biasanya, Haute Route akan melewati gunung-gunung ikonik yang biasa dilewati oleh pembalap kelas dunia di even grand tour. Jadi selama tujuh hari itu, akan melahap 800 km dengan elevation gain mencapai 21 ribu meter di atas permukaan laut.
Tahun ini, Meylina mengikuti Haute Route Alps yang start dari kota Megeve dan finis di kota Nice, Prancis. Mulai tanggal 26 Agustus hingga 1 September 2018.
Karena jarak yang panjang dan menanjak yang tinggi, Meylina tidak boleh salah memilih sepeda. Bisa fatal akibatnya. Tidak bisa enjoy! “Ketika saya pulang ke Manado bulan Juli lalu, saya dipinjami sepeda oleh teman, Royke Hendra. Setelah saya pakai beberapa hari, saya merasa cocok dengan karakternya. Kebetulan Royke punya dua unit sepeda Wdnsdy AJ1 dan dia rela melepaskan satu untuk saya bawa pulang ke Canada,” ceritanya.
Sepeda yang dilengkapi dengan Shimano Dura-Ace Di2 11 speed dengan crank 50-34 kombinasi sproket 11-36 ini ternyata sangat cocok menaklukkan rute Haute Route. “Responsif di tanjakan dan mantap terpercaya di turunan,” puji Meylina.
Apalagi, Meylina memadukannya dengan wheelset Ksyrium Pro Exalith yang mempunyai kemampuan pengereman lebih superior dibanding wheelset lain.
“Saya pede banget pakai wheelset ini dan sudah dipakai di dua Haute Route sebelumnya. Sangat tidak rekomendasi pakai wheelset karbon di even ini. Jarak pengereman yang panjang berakibat wheelset panas dan ban dalam bisa meledak,” tutur pengguna ban luar Continental GP4000.
Haute Route Alps ini dimulai dari kota Megeve tanggal 26 Agustus. Dan setiap malam pasti diadakan brifing. Sangat penting untuk mengevaluasi kejadian hari itu juga untuk membahas rencana keesokan harinya.
Kadang juga akan ada perubahan rute karena faktor cuaca atau hal teknis lainnya. “Pernah hari kedua di Haute Route Dolomites dibatalkan total karena penumpukan salju di beberapa puncak gunung,” tutur Meylina.
Hari 1 : Megeve (111 km, elevation gain 2.800 m)
Hari ini, start dan finis di kota Megeve. Rute yang berat karena harus menaklukkan empat Col (gunung) yakni Aravis (11,7 km, gradien rata-rata 5 persen), Colombiere (12,7 km, gradien rata-rata 5,6 persen), Cote de Domancy (3,6 km, gradien rata-rata 6,7 persen), dan Cote 2000 (9,4 km, gradien rata-rata 4,2 persen).
Beruntung Meylina bertemu dengan teman, Duncan saat menanjak di Colombiere. “Lumayan ada teman yang bisa diajak ngobrol daripada sendirian,” tawanya.
Tapi sayang, Meylina mengalami kram saat 5 km terakhir sebelum puncak Cote 2000. “Saya harus stop beberapa kali mengistirahatkan otot adductor kiri saya sebelum mencapai finis,” bilangnya.
Hari 2 : Megeve ke Valloire (155 km, elevation gain 3.900 meter)
Ini adalah queen stage. Karena rute terberat dalam Haute Route Alps ini. Hari ini, Meylina harus sanggup melewati tiga gunung. Saisies (13,2 km, gradien rata-rata 5,3 persen), Madeleine (25,4 km, gradien rata-rata 6,1 persen) dan Telegrahe (12 km, gradien rata-rata 6,6 persen).
Gara-gara otot adductor kiri kram di hari pertama dan belum sempat recovery, hari kedua ini bagaikan neraka. “Malah dua-duanya kram. Otot adductor kiri dan kanan bergantian kram. Saking sakitnya, saya mengatakan pada diri saya sendiri, ini adalah Haute Route terakhir saya!” keluh Meylina dengan penuh emosi.
Hari 3 : Valloire ke Les 2 Alpes (107 km, elevation gain 3.300 meter)
Aha… ini hari paling menakutkan untuk Meylina. “Saya hampir putus asa. Hari masih panjang tapi kedua kaki sudah menderita kram. Saya takut sekali,” keluhnya.
Gunung pertama hari ketiga ini menanjak ke Galibier (18 km, gradien rata-rata 6,7 persen). “Saya bertahan di zona satu dengan perlahan. Tiba-tiba saya sadar bahwa cleat sepatu kiri saya berbeda dengan biasanya. Kali ini agak ke depan. Begitu bertemu dengan mekanik dari Mavic, Bruno, saya minta tolong disetel. Akhirnya tidak ada lagi kram hingga finis,” ceritanya sumringah.
Gunung kedua, Sarenne (13,8 km, gradien rata-rata 6,9 persen) serta ketiga, Les 2 Alpes (12 km, gradien rata-rata 5 persen) berhasil saya lalui dengan percaya diri.
Di Houte Route Village, Meylina mencoba cryotherapy yakni mandi nitrogen cair persembahan dari TAG Heuer, salah satu sponsor Haute Route Alps. “Cukup tiga menit dengan suhu sangat dingin minus 100 hingga minus 140 derajat celcius. Hasilnya menakjubkan kaki terasa segar kembali!” ceritanya.
Hari 4 : Les 2 Alpes ke Saint Veran (111 km, elevation gain 4.000 meter)
Fiiiuhhh…. Meylina merasa beruntung banget hari ini. Sudah ngeri duluan, saat melihat guide book bahwa harus menanjak setinggi 4.000 meter. Tapi saat finis di Saint Veran ternyata menanjak “hanya” 3.000 meter.
Melewati dua gunung sebelum finis yakni Lautaret (24,6 km, gradien rata-rata 4,1 persen) dan Izoard (19,1 km, gradien rata-rata 6 persen). Dan berakhir di Saint Veran, sebuah resort ski yang indah.
Sesampai di finis, panitia dari Haute Route mengambil sepeda kita untuk loading mobil menuju kota berikutnya, Risoul. Inilah etape “istirahat” karena hanya time trial. Karena kota Risoul sangat kecil, Meylina harus bermalam di kota Guillestre, di bawah gunung Saint Veran.
Hari 5: Guillestre ke Risoul (individual time trial 14,1 km, elevation gain 1,400 meter)
Ini adalah hari paling bahagia. Setengah dari perjalanan Haute Route telah dilewati. Dan rute ini termasuk “ringan”. Cyclist yang menempati peringkat akhir dilepas duluan untuk ITT.
Setelah saya menyelesaikan rute ini, saya turun kembali ke Guillestre, tempat start untuk menyaksikan cyclist lain berangkat. Selain itu juga untuk menghabiskan waktu ngobrol dan hang out bersama tim support seperti Bruno (mekanik dari Mavic), Peter dan Richard dari Black Widows Cycling Club (yang piawai membuat espresso lezat).
Hari 6 : Risoul ke Auron (112 km, elevation gain 3.400 meter)
Panitia bilang, buat peserta yang telah mencapai hari keenam ini pasti bisa lulus. Karena etape hari ini termasuk “mudah”. Meylina harus melewati tiga gunung. Dua diantaranya berjarak lebih dari 20 km.
Yakni Vars (22 km, gradien rata-rata 5,5 persen) dan Bonette (22,6 km, gradien rata-rata 6,6 persen). Dan terakhir Auron (7,1 km, gradien rata-rata 6,2 persen).
Hari 7 : Auron ke Nice (143 km, elevation gain 2.300 meter)
Dari gunung hingga ke laut! Hari ini, hanya perlu taklukkan dua gunung. St. Martin (26,3 km, gradien rata-rata 6,7 persen) dan Eze (10,1 km, gradien rata-rata 4,8 persen).
Di puncak Eze sangat meriah, penonton bersorak sorai ketika peserta melewati batas waktu akhir karena Haute Route Alps secara resmi berakhir di puncak gunung Eze ini.
Setelah perayaan kecil dengan berfoto, bersalaman, berpelukan, semua peserta turun menuju kota Nice dan melewati garis finis “La ligne d’arrivee” di kota Nice. Yeaaaayyyy….. its finissss!
Setelah berhasil menyelesaikan Haute Route Alps ini bersama Wdnsdy AJ1 special edition AASoS (Azrul Ananda School of Suffering), Meylina mencabut ucapan di hari kedua “saya kapok ikut Haute Route lagi”.
Tentunya, ucapan sesaat itu hanya “kapok lombok”, tahun depan Meylina sudah mengincar Haute Route Oman yang digelar bulan Maret 2019. “Saya akan ikut bersama Wdnsdy saya!” tekadnya. (mainsepeda)