Terima kasih kepada SRAM, terima kasih kepada SBP selaku distributor SRAM di Indonesia. Saya bisa menjadi yang pertama mendapatkan SRAM Red AXS 2024 sebelum resmi diluncurkan. Barang itu tiba di kantor saya Jumat, 3 Mei, hampir dua pekan sebelum peluncuran resminya pada 15 Mei ini.
Sejak tahun lalu, saat informasi tentang grupset baru ini muncul, saya sudah super penasaran. Apa yang akan membuat barang baru ini istimewa, selain yang "standar" seperti lebih ringan dan lain-lain. Foto-fotonya sudah mulai bocor secara online, tapi foto belum tentu sama dengan "feel".
Jumat pagi itu, kami langsung bongkar paketnya. Berbentuk rapi seperti lemari dengan beberapa laci. Komponen-komponen drivetrain jadi satu di dalam kotak itu. Hanya crankset dan cassette yang terpisah di luar.
Yang bakal bikin orang kaget, di bagian paling atas langsung ada kompartemen khusus untuk barang khusus: Bike computer Hammerhead Karoo generasi terbaru (ketiga).
Ya, SRAM Red AXS ini akan dijual satu paket dengan bike computer tersebut! Bukan beli SRAM Red dapat Karoo. Tapi beli SRAM Red memang satu paket dengan Karoo.
Ini satu lagi upaya SRAM untuk terus mengintegrasikan ekosistem sendiri. Perusahaan grupset asal Amerika itu memang telah mengakuisisi banyak merek dunia sepeda lain. Mereka adalah pemilik Zipp (wheelset dan komponen), RockShox (suspensi), Time (pedal), Quarq (power meter), Hammerhead (bike computer), dan lain-lain.
Hammerhead terbaru ini sudah touchscreen dan memiliki segala fitur high end. Siap mengajak "perang" merek yang sekarang dominan. Tapi saya minta izin ke SRAM dan SBP untuk me-review-nya di kemudian hari. Ingin fokus dulu menjajal grupsetnya.
Ada dua bagian yang menurut saya paling menonjol dari grupset baru ini. Yaitu RD (rear derailleur) dan --yang menurut saya paling dahsyat-- shifter brake (brifter)-nya.
Sebelum ke sana, bagian-bagian lain tentu dikembangkan. Bagian crankset desainnya mendapatkan update, masih ada warna silver-nya. Crank arm karbonnya dibuat dengan layup karbon yang berbeda, membuatnya tetap sangat stiff (khas SRAM) namun dengan bobot 29 gram lebih ringan. Kalau Anda memegang crankset ini, Anda bisa merasakan apa yang saya tulis ini.
Ukuran chainring makin banyak pilihannya. Bukan sekadar standar 50-37, 48-35 (paling umum), dan 46-33. Sekarang juga ada 56-43, 54-41, dan 52-39 yang lebih "pro". SRAM juga memberi opsi 1x alias single chainring. Dengan 48T, 50T, atau 52T di depan.
Pilihan cassette (sproket) kini mengimbanginya. Tidak lagi terbatas hingga 10-33. Kini ada opsi 10-28, 10-30, 10-33, dan 10-36. Rantai yang menghubungkan semua juga baru. Lebih berlubang-lubang dan 13 gram lebih ringan.
SRAM Red baru ini juga backward compatible sekaligus cross compatible dengan komponen SRAM AXS lain. Bisa dikombinasi dengan komponen AXS lama model mana pun, bisa dipadu padankan dengan komponen AXS lain baik yang road maupun MTB. Baterai pun masih sama dengan yang lama.
Sekarang kita bicara dua fitur terkuatnya:
REAR DERAILLEUR
Saya suka sekali desain RD baru SRAM Red AXS ini. Lebih industrial dengan desain skeletal (seperti rangka tulang). Tentu saja ini membuatnya lebih ringan, walau "hanya" 16 gram. Tapi, fitur-fitur di RD ini membuatnya terasa super high end.
Pertama, RD ini sudah bisa dipadukan dengan sproket maksimal 10-36.
Kedua, RD ini sudah memiliki oversized pulley (12T kombinasi 14T) dengan bahan karbon plus ceramic bearing. SRAM sudah memberi fitur "perhiasan mewah" itu langsung dari pabrikan. Kita tidak perlu lagi membeli oversized pulley tambahan yang harganya bisa mendekati Rp 10 juta itu!
SHIFTER BRAKE (BRIFTER) GAME CHANGER!
Teman-teman, inilah "fitur juara" SRAM Red AXS terbaru. Secara bentuk sudah jauh beda dari Red AXS pertama, atau evolusi lebih kecil pada Rival dan Force AXS terbaru. Bagian ujung hood tampak lebih rendah dan kecil, lalu lengkung ke arah luar lebih kelihatan.
Tapi, kemenangan tidak diraih lewat ergonomisnya. Kemenangan diraih dari bagaimana SRAM menata ulang titik pivot rem di bagian dalamnya. Lebih tinggi ke atas, lebih "horisontal".
SRAM menyadari, 99 persen dari kita lebih banyak memegang dan mengerem dari pegangan atas hood. Hanya segelintir yang profesional atau bisa seperti profesional. Karena itu, SRAM merancang brifter baru ini supaya jauh lebih nyaman saat mengerem dengan posisi tangan atas.
SRAM mengklaim kita hanya butuh 20 persen tenaga (seperlima tenaga) untuk mengerem dari atas. SRAM bahkan menyebutnya "one finger braking" alias mengerem dengan satu jari!
Saat posisi sepeda diam, ketika kita menekannya, sudah terasa sangat ringan! Tapi itu tidak ada artinya kalau rasanya tetap keras saat dipakai bersepeda.
Begitu grupset ini tiba pada 3 Mei pagi, saya langsung memasangnya pada Wdnsdy AJ5 saya. Mudah sekali, karena sebelumnya sudah terpasang SRAM Force AXS di situ. Secara instan, hanya dengan mengganti grupset, sepeda saya bobotnya langsung turun lebih dari 300 gram! Dari 7,29 kg dengan pedal menjadi 6,95 kg dengan pedal! Kalau pedal Look Keo Blade itu dilepas, turun jadi 6,70 kg.
Keesokan harinya (4 Mei), saya langsung mengajak sepeda dan SRAM Red AXS baru ini ke Wonokitri, Bromo, latihan untuk Bromo KOM X.
Azrul Ananda saat mencoba SRAM Red AXS 2024 terbaru dengan nanjak ke Wonokitri, Bromo, pada 4 Mei lalu.
Performa shifting dan lain-lain tidak perlu dibahas. SRAM adalah pionir full wireless sejak 2015. Yang saya tak sabar mencoba adalah remnya saat turunan!
Kebanyakan rute tanjakan Indonesia panjangnya "hanya" 6-10 km. Turunannya tidak cukup untuk menguji rem seperti tanjakan-tanjakan panjang yang konstan di Eropa. Nah, tanjakan --dan turunan-- Bromo adalah tempat paling pas untuk merasakan rem baru SRAM ini.
Puluhan kali saya naik turun Bromo, tidak pernah merasa nyaman. Apalagi kalau sedang hujan dan dingin. Zaman rim brake, saya pernah merasakan wheelset karbon retak (merek high end) di turunan itu. Untung sempat mengerem pakai kaki mengorbankan satu sol sepatu.
Rem disc brake tidak langsung membantu jadi nyaman. Kita tetap butuh menahan dan memodulasi rem secara konstan. Kalau jari-jari tangan kedinginan atau lelah bisa kaku. Atau minimal terasa kesemutan ("kebas").
Setiap turun Bromo, saya dan teman-teman AA SoS punya protap wajib. Berhenti dan regrouping di Puspo (17 km dari atas). Untuk mendinginkan rotor disc brake, atau mendinginkan wheelset rim brake. Untuk keselamatan.
Bagaimana rem SRAM Red AXS baru?
Teman-teman, sumpah ini bukan hiperbola. Untuk kali pertama sejak 2013, saya merasa tangan saya tidak lagi kebas. Bahkan, saya sempat mencoba mempraktikkan "one finger braking" itu di kelokan turunan Bromo. Tuas rem itu benar-benar ringan. Game changer! Anda bisa melihatnya di video saya di channel YouTube Mainsepeda.
Bagi banyak orang, khususnya yang tangannya kecil, tuas rem ini akan menjadi solusi luar biasa! Mengurangi risiko kecelakaan yang bisa terjadi karena tangan kram atau lemah saat turunan panjang.
Gara-gara rem enteng itu, satu-satunya kabar buruk buat saya: Istri saya langsung minta ikut dibelikan grupset ini!
OVERALL
Grupset disc brake mulai menguasai dunia road bike sejak 2019. Sebagai penggemar berat rim brake, saya termasuk yang biasa-biasa saja soal pengeremannya. Apalagi, kebanyakan orang sepeda yang saya tahu di Indonesia lebih memilih turun naik mobil!
Ketika SRAM Red AXS baru ini diumumkan, saya sudah penasaran dengan bentuk brifter barunya. Tapi saya tidak pernah menyangka kalau feel-nya bakal seringan ini. Saking ringannya pengereman, saya yang harus mengkalibrasi tangan sendiri, jangan sampai mengerem terlalu kuat. Sempat agak kaget-kaget juga di awal pemakaian.
SRAM Red AXS baru ini benar-benar standar baru grupset high end. Semua produk top of the line baru nantinya akan dibandingkan dengan ini, khususnya dalam hal pengereman.
Belum lagi dalam hal berat. Kalau dibandingkan dengan SRAM Red sebelum ini, hanya shifter brake, crank, rantai, dan RD saja sudah akan hemat 141 gram. Dengan mudah seluruh kombinasi grupset di bawah 2,5 kg. Menjadikannya yang paling ringan di era 12-speed disc brake.
Tapi, berat bukan yang paling spesial dari grupset ini.
Feeling remnya benar-benar spesial.
Feeling remnya game changer.
Silakan coba sendiri kalau tidak percaya! (azrul ananda)