Fenny Anriany mengaku terkejut saat dirinya dipastikan menjadi juara di Antangin Bromo KOM X kelas Women Age 40-44. Tapi ia tak kalah terkejut ketika mendapati di depan rumahnya sudah ada karangan bunga.
Warnanya ngejreng, dengan dominasi merah cerah. Ukurannya pun besar, panjang 2 meter, tingginya 1,25 meter. Tentu sangat mencolok dan menjadi perhatian banyak orang.
"Selamat dan sukses atas prestasi kamu nak meraih juara 1 Bromo QOM @Chinktwins. Kami sangat bangga polll. Dari kami The Ambigu yang super gak jelas. Mella, Lidya, Corry, Cendy, Liza," begitu tulisan di karangan bunga tersebut. Akun @chinktwins adalah akun milik Fenny di instagram.
"Ya saya kaget, Sampai tetangga-tetangga tanya saya ada apaan kok sampai dikirimin karangan bunga begini," celotehnya.
"Mereka itu paling bawel. WA suruh saya latihan, suruh saya istirahat, sampai makan gel. Makanya saya podium mereka bahagia," ungkap Fenny.
Fenny mengaku tak pernah terpikir untuk membidik gelar juara. Ia hanya fokus berlatih selama 6 hari dalam sepekan. Dan dua hari diantaranya ialah latihan nanjak. Satu hari lainnya adalah long ride 100 km.
"Saya tahu kalau podium satu ya pas dikalungin medali itu. Saya tidak kepikiran. Kepikirannya cuma muter kaki saja," imbuhnya.
Baca Juga: Narik Lebih dari 10 Km, Woro Layak Jadi Man of the Race, Kini Bidik Dholo KOM dan Ijen KOM
Jika dilihat dari porsi latihannya, anggota komunitas GF Mozia Ladies ini layak mendominasi balapan. Khusus Bromo KOM, ia mengaku berlatih intens selama 3 bulan. Setelah menjuarai Antangin Bromo KOM X, Fenny kini membidik dua seri lainnya, yakni Dholo KOM dan Ijen KOM. "Saya akan lanjutkan porsi latihan saya. Katanya Dholo KOM dan Ijen KOM lebih berat," katanya.
Kejutan setelah memenangi Antangin Bromo KOM X juga dialami juara Men Age 60+ Soetanto Tanojo. Dalam kepulangannya pasca mengikuti ajang signature event Mainsepeda tersebut, mobil yang membawanya dari Wonokitri, Pasuruan, ke Malang mengarah lebih dulu ke rumah Irawan Djakaria, founder komunitas terbesar di Malang, Ratjoen CC.
Ternyata, di rumah Pak KOM--begitu Irawan Djakaria biasa disapa--sudah siap tumpeng. Siapa yang bancakan? Begitu batin Soetanto.
"Saya gak tahu apa-apa, tiba-tiba pas ke rumah Pak Kom kok sudah ada tumpeng," katanya.
Ternyata, tumpeng itu adalah wujud syukuran menandai kembalinya Soetanto Tanojo menjadi jawara di kelas Men Age 60+. Kelas yang paling senior di Bromo KOM.
Soetanto sebenarnya cukup kompetitif bertarung di Bromo KOM sejak 2018. Namun sejak ada cyclist asal Balikpapan, Julak Yayan, naik kelas dari 55-59 ke 60+, Soetanto seolah sulit merebut juara di kategori usia tersebut.
Akan tetapi, Soetanto kukuh ingin gelarnya kembali. Ia pun menggembleng tubuhnya dengan sangat keras. Ia berlatih lima hari dalam sepekan dengan berbagai jenis latihan.
Mulai dari gowes menanjak, long ride, dan latihan cadence RPM 110. Poin terakhir merupakan latihan yang biasanya diperuntukkan untuk atlet pro. Tentu sangat berat mengingat Soetanto berusia 64 tahun.
Baca Juga: Taiwan KOM dan Mainsepeda Sepakat Tingkatkan Kerja Sama
"Intensitas, durasi, dan kedisiplinan dalam berlatih saya tingkatkan. Saya juga rutin latihan ke Bromo, tapi dari Malang. Awalnya ingin memperbaiki rekor, Eh bisa juara pertama," jelasnya.
Hasilnya, Soetanto berhasil mematahkan dominasi Julak Yayan. Soetanto jadi juara. Julak di posisi kedua dengan selisih hampir 9 menit. Latihan kerasnya pun terbayar.
Kembalinya Soetanto membuat persaingan di kelompok Men Age 60+ makin seru. Apalagi East Java Trilogy masih menyisakan Kediri Dholo KOM Challenge lalu Banyuwangi Bluefire Ijen KOM Challenge.