Tahun 2024 ini, Kediri Dholo KOM menjadi seri kedua East Java Trilogy Mainsepeda. Setelah tanjakan Wonokitri, Bromo, yang panjang, konstan, dan mengular, kali ini peserta diberi tantangan yang saya sebut "suffergenik": Relatif lebih pendek, gradien lebih variatif, dan fotogenik.

Menu utamanya banyak yang sudah kenal: Sektor Kelok 9 dan Gigi 1. Dua-duanya sekitar 3 km dari finish di kawasan Air Terjun Dholo.

Bagi peserta yang sudah pernah mencoba, mungkin ada sebagian yang trauma dan tidak mau kembali lagi. Tapi mungkin ada banyak yang penasaran ingin menaklukkannya lebih baik lagi.

Sebenarnya, tidak ada resep khusus untuk tanjakan sepanjang 17,6 km ini. Bagian paling berat sekaligus ikonik sebenarnya tak sampai 1 km dari total rute. Sisanya tetap membutuhkan kemampuan "normal" Anda dalam menanjak.

Profil tanjakan lengkap dengan gradient dan jaraknya di Kediri Dholo KOM.

Ketika akan belok ke arah tanjakan, sebelum melintasi gerbang KOM Start, yang penting ingat beberapa poin ini:

1. Sepuluh Kilometer Pertama "Normal"

Ya, sepuluh kilometer pertama tanjakan Dholo via Mojo tak banyak beda dengan kebanyakan tanjakan lain di berbagai daerah di Indonesia. Relatif landai dan rolling halus di beberapa km pertama. Makin ke atas, rolling-annya makin terjal, tapi masih di bawah 10 persen. Kebanyakan masih akan bertahan memakai chainring besar di bagian depan paling tidak pada 4-5 km pertama.

Baru ketika memasuki sekitar km 7 (water station pertama), tanjakan jadi lebih konstan dengan gradien makin tinggi. Mulai ada ramp 15 persen atau lebih.

Bagi yang race, ini kesempatan pertama attack untuk mencoba memecah belah kelompoknya. Bagi yang ingin survive, di sini harus supertenang dan tidak emosi. Karena ke depan akan terus makin berat.

2. Sakit Menuju Gerbang Besuki (Km 10-13)

Bagi yang sudah sering ke Dholo via Mojo, bagian paling menyebalkan bukanlah Kelok 9 atau Gigi 1. Bagian paling menyakitkan adalah tiga kilometer sebelum Gerbang Besuki. Kira-kira kilometer 10 hingga 13.

Tanjakannya mulai konstan di atas 10 persen. Beberapa kali mencapai atau lebih dari 13 persen. Dua tahun lalu, saat kelelahan, di bagian ini saya sempat kehilangan kesadaran dan masuk ambulans.

Di bagian ini, kuncinya adalah sabar. Terus bertahan sampai akhirnya melihat Gerbang Besuki. Walau setelah itu ada Kelok 9 dan Gigi 1, percayalah, Anda akan sangat lega ketika melihat gerbang loket masuk kawasan wisata tersebut!

Satu, Anda lega karena di situ ada water station terakhir.

Dua, Anda lega karena siksaan hanya tersisa sekitar 4 km dengan gradien lebih variatif termasuk ada sedikit turunan. Tidak konstan grinding gigit bibir seperti 3 km menuju Besuki.

Asril Kurniadi atau yang akrab disapa Abah Asril saat berbelok curam di tanjakan setelah Gerbang Besuki.

3. Kelok 9

Bagian paling fotogenik di tanjakan Kediri Dholo KOM.

Dari Gerbang Besuki, hanya sekitar 900 meter, Anda akan bertemu dengan Kelok 9. Masalahnya, Anda tidak akan bisa melihat Kelok 9 sebelum langsung "menginjaknya".

Bagi yang ingin survive, dari Gerbang Besuki aturlah napas Anda, temukan irama cadence, dan siapkan mental. Kemiringan dari Besuki ke Kelok 9 masih di dekat 10 persen. Tapi masih ada "iramanya".

Kelok 9 adalah jalan curam di sebelah kanan. Tapi tertutup oleh tebing. Kalau Anda mengambil dari sisi kanan jalan, Anda akan syok karena jalur Kelok 9 kelihatan seperti tembok. Kalau Anda mengambil dari sisi kiri, Anda mungkin langsung gemetaran karena bisa melihat ujung atas Kelok 9.

Walau terlihat seperti tembok vertikal, Kelok 9 sebenarnya tidak securam itu. Kemiringannya konstan 17 persen. Tanjakan finis di Wonokitri, Bromo, memiliki bagian lebih curam dari itu!

Tipsnya, kuatkan diri dan dakilah Kelok 9 dengan gir paling nyaman, cadence konstan, dan pegangan handlebar yang kuat. Kenapa pegangan kuat? Karena Anda harus konstan mengemudikan sepeda, mengambil sisi dalam di setiap keloknya. Itu bagian paling mudah. Kalau Anda di tengah atau sisi luar maka akan sangat terasa curamnya.

Kalau balapan tentu beda lagi, karena Anda mungkin tidak bisa memilih jalur. Tapi, kalau Anda balapan, Anda mungkin tidak perlu pusing soal jalur, karena Anda pasti kuat mengambilnya dari sisi mana saja!

Satu tips lagi: Pastikan Anda tampak keren di Kelok 9. Karena akan ada banyak penonton (dan fotografer) menanti di setiap kelokannya!

Founder Mainsepeda Azrul Ananda ketika memulai tanjakan kelok sembilan.

4. Gigi 1

Tuntas Kelok 9, halo Gigi 1. Baru saja menuntaskan lekukan terakhir, Anda dapat sedikit hadiah turunan kecil ke kanan. Masalahnya, jalan langsung menukik tajam naik ke arah kiri. Kemiringannya lebih dari 25 persen. Khususnya di bagian awal dan bagian akhir. Bahkan mendekati 30 persen.

Panjang sektor Gigi 1 ini paling hanya 200 an meter. Tapi inilah bagian yang memberi dua opsi tegas: Paksa gowes ke atas atau tuntun jalan. Selisih waktu keduanya tidak terlalu banyak!

Berkali-kali ke Dholo, waktu kuat dulu saya tidak menuntun saat naik Gigi 1. Tapi, PR (personal record) saya di Strava justru didapat saat menuntun di situ.

Mungkin saya kehilangan beberapa waktu menuntun di Gigi 1, tapi saya justru bisa lebih cepat setelahnya sampai ke finish. Mungkin karena otot gowesnya istirahat sejenak saat menuntun naik. Toh, kecepatan saat jalan menuntun masih mencapai 4 km/jam. Bisa lebih. Kalau digowes mungkin hanya 5-6 km/jam.

Banyak juara-juara Kediri Dholo KOM menuntun di Gigi 1. Jadi jangan khawatir! Jalan menuntun cepat bisa dijadikan strategi di sini. Karena setelah itu masih ada lebih dari 2 km rute yang cukup terjal menuju finis.

Go Suhartono atau yang lebih akrab disapa Koh Hay saat melintasi tanjakan Gigi 1.

5. Steep To The Finish!

Baru selesai Gigi 1, Anda akan disambut langsung oleh belokan ke kanan yang mencapai 20 persen. Kalau Anda menuntun di Gigi 1, Anda akan merasakan manfaatnya di sini.

Setelah 20 persen itu langsung ada turunan. Memberi rasa senang dan lega luar biasa, apalagi setelah menaklukkan dua bagian paling ikonik di tanjakan ini.

Meski demikian, janganlah bahagia dulu.

Masih ada beberapa bagian yang curam sebelum mencapai finis. Bahkan, ramp terakhir sebelum belok ke finis itu cukup panjang dengan gradien konstan 15-18 persen. Anda baru boleh lega setelahnya. Tinggal belok kiri dan Anda akan bisa melihat garis finis!

Dalam beberapa tahun terakhir, justru banyak yang kram di 2 km terakhir ini. Mereka sudah lelah setelah menanjak lebih dari 15 km. Mereka juga mungkin lengah, membiarkan otot kendur saat turunan setelah Gigi 1.

Saat turunan itu --mirip seperti turunan sebelum finis Bromo-- pastikan kaki Anda tetap berputar. Tetap dalam kondisi siap menanjak lagi!

Om Aza melintasi ramp terakhir sebelum finis.

BERAPA WAKTU MENANJAK?

Dari tiga tantangan East Java Trilogy, tanjakan Kediri Dholo KOM adalah yang paling pendek. Total 17,6 km itu memiliki kemiringan rata-rata 6,8 persen, dan sepuluh kilometer pertamanya akan sangat cepat dilalui.

Barisan Men Elite akan menaklukkannya dalam waktu di bawah 1 jam. Barisan juara Men kelompok usia bisa menuntaskannya di bawah 1 jam 20 menit. Barisan juara kelompok umur perempuan di bawah 1 jam 35 menit.

Saya? Saya bukan climber, jadi rekor saya di kisaran 1 jam 32 menit. Normalnya kalau tidak push di kisaran 1:45 hingga 1:50-an. Finis di bawah 2 jam seharusnya sangat realistis untuk kebanyakan peserta. Bahkan, saya yakin semua bisa finish di bawah 3 jam.

Jauh lebih cepat daripada Bromo KOM, walau memiliki bagian yang kemiringannya di atas Bromo KOM.

Sampai ketemu di Kediri, 14 Juli 2024 nanti! (azrul ananda)

Populer

Pendaftaran Mulai Besok, EJJ 2025 Menawarkan Spot Baru 
Kolom Sehat: Anti Social-Social Ride
Inilah Rute Journey To TGX 2024, Jarak Sama COT Bertambah
Kolom Sehat: MTB
Tips Merakit Gravel Bike dengan Harga Terjangkau
Cyclist Favorit: Habibie Jebolan EJJ Gowes Sampai ke Mekkah
1500 EJJ 2024 Update – Hour 31: Semua Peserta Tersisa Diprediksi Capai CP 1 Under COT
Bond Almand, Mahasiswa 20 Tahun yang Pecahkan Rekor Ultra Cycing di Pan-American Highway
Barang Bawaan Peserta Journey To TGX 2024 Dikirim ke Trenggalek Gratis
Cervelo P5x Lamborghini, Hanya Ada 25 Biji