Taiwan KOM tahun 2024 akan menawarkan tantangan jauh berbeda dari sebelumnya. Untuk kali pertama sejak debut event ini pada 2012, rutenya berubah. Untuk menuju Wuling Pass di ketinggian 3.275 meter, peserta tidak lagi gowes 105 km dari Hualien di sisi timur, melainkan 150 km dari Yilan di sisi utara.
Perubahan ini dilakukan karena gempa besar yang melanda Taiwan pada April 2024 lalu. Gempat itu berpusat di sekitar Hualien, mengakibatkan banyak jalan lomba tidak bisa digunakan untuk Taiwan KOM tahun ini.
Tantangan inilah yang membuat peserta dari grup Mainsepeda Indonesia berdebar-debar. Karena perubahan rute ini tidak sekadar menjadikan Taiwan KOM event menanjak, tapi sudah mulai menyenggol ranah event endurance. Apalagi, peserta hanya diberi waktu cut off time (COT) selama sembilan jam.
John Boemihardjo saat nanjak ke Wuling Pass di Oktober 2019
Start pukul 05.00 di Yilan, ditunggu hingga pukul 14.00 di Wuling Pass.
Di perjalanan menanjak, peserta harus melewati beberapa titik tanjakan seperti Lishan (ketinggian 1.950 meter di km 110) dan Dayuling (ketinggian 2.565 meter di km 140). Bagian paling kejam adalah sepuluh km terakhir dari Dayuling menuju finish di Wuling, karena ada bagian yang mencapai 27 persen sepanjang 300 meter!
Menurut guide dari panitia Taiwan Cyclist Federation (TCF), pemenang diperkirakan sudah akan finish di Wuling pada pukul 09.50, alias tak sampai lima jam sejak start!
Taiwan KOM memang memiliki keunikan peserta, di mana pembalap-pembalap kelas dunia ikut tampil bercampur dengan peserta amatir dan penghobi. Bahkan para pembalap WorldTour pun bisa ikut serta. Seperti yang dilakukan Vincenzo Nibali, juara Tour de France dan Giro d'Italia yang menjadi pemenang Taiwan KOM pada 2017.
Hingga menjelang berangkat ke Taiwan, delapan cyclist Indonesia di rombongan Mainsepeda masih belum punya gambaran bakal selamat seperti apa di event nanti. Apalagi rutenya sama sekali baru, tidak ada referensi dari lomba sebelumnya.
"Saya masih no comment dulu karena belum pernah ya. He he he... Tapi very excited", kata Yohanes Tekno atau yang akrab dipanggil Yoyo, tokoh sepeda (dan jagoan nanjak) dari Solo. "Kalau John nggak takut, saya ya berusaha tidak takut juga", imbuhnya, melempar umpan ke John Boemihardjo, CEO Wdnsdy Bike yang juga ikutan ke Taiwan.
Profil Tanjakan Taiwan KOM 2023.
Selain Yoyo dan John, cyclist lain yang ikut adalah suami-istri Azrul dan Ivo Ananda, tokoh sepeda Manado Roike Hendra, tokoh sepeda Kediri Ferry Martalatta Lobis, mantan juara Bentang Jawa Trihadi "Hadi Tombro" Siswanto, dan jagoan nanjak Cirebon, William.
Jarak hingga 150 km dan hampir semua menanjak tentu memberi tantangan endurance. Tapi, ada satu hal yang juga membuat tim ini waswas. Yaitu ketinggian yang dicapai. Nantinya, kalau lancar, mereka harus menghabiskan waktu cukup banyak di ketinggian lebih dari 2.000 meter.
Itu berarti udara akan lebih tipis bila dibandingkan dengan dekat permukaan laut. Bahkan, di puncak, oksigen bisa 30 persen lebih sedikit. Selain memberi tantangan bernapas, altitude sickness seperti pusing-pusing dan mual bisa menerpa.
Profil Tanjakan Taiwan KOM 2024.
"Elevation gain-nya berat. Apalagi saya belum pernah sampai di atas 3.000 meter begitu. Kita di 1.500 hingga 1.800 saja bisa merasa ngap", ucap Hadi Tombro.
"Saya juga belum pernah menanjak sampai segitu. Mentok paling tinggi hanya sampai Wonokitri saat Bromo KOM", timpal William. Wonokitri, Bromo, tingginya hampir 2.000 meter.
Rata-rata memang belum pernah mencapai ketinggian itu. Yang punya pengalaman hanya Azrul Ananda dan John Boemihardjo, yang pernah bersepeda hingga Independence Pass di Colorado, Amerika, di ketinggian lebih dari 3.600 meter. Pada 2019, Azrul, John, bersama Johnny Ray juga pernah gowes ke Puncak Wuling ini. Tapi dari sisi selatan, dari Taichung dan Puli. "Tapi itu juga bukan jaminan kita nanti bakal aman di Taiwan. Wkwkwk", kata Azrul.
Dalam beberapa pekan terakhir, para anggota tim ini berupaya melakukan latihan menanjak dan endurance semaksimal mungkin di sela-sela kesibukan masing-masing. Cuaca superpanas di Pulau Jawa tidak menolong mereka yang tinggal di sana.
"Sekarang kami memaksimalkan kondisi yang ada. Juga menjajal segala setelan sepeda sebaik mungkin", tegas John Boemihardjo, finisher lima besar di Bentang Jawa 2024.
Semua anggota Mainsepeda Indonesia akan menggunakan produk-produk brand Indonesia selama di Taiwan. Semua memakai sepeda Wdnsdy, mayoritas tipe aero allrounder AJ5 dengan kombinasi grupset SRAM Red AXS, di-setting ringan dan optimal untuk menanjak panjang. Semua juga mengenakan jersey dari SUB Jersey dan dukungan nutrisi dari Strive.
Kebetulan, founder Strive, Edo Bawono, merupakan orang Indonesia pertama yang menuntaskan Taiwan KOM beberapa tahun lalu. Kala itu juga menggunakan sepeda Wdnsdy tipe AJ1.
Grup ini didukung penuh oleh brand-brand top Indonesia, seperti kopi Kapal Api, Antangin, dan MPM Honda.
Kunjungan ini juga adalah kelanjutan kerja sama antara Mainsepeda dengan Taiwan Cyclist Federation. Pada Mei 2024 lalu, TCF telah mengirimkan wakilnya mengikuti Bromo KOM X. Dijembatani oleh Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, hubungan ini memiliki misi besar saling mempromosikan kedua negara lewat olahraga sepeda. (mainsepeda)