Dunia kuliner seperti sudah mendarah daging bagi sosok Fernando Suryono Sindu. Karena kecintaan tersebut, Ia akhirnya menekuninya. Profesi sebagai juru masak profesional pun dikejar sampai ke Amerika Serikat. Dan kini mimpinya berhasil digapai.
Awalnya Nando, sapaan Fernando, harus bergelut dengan studinya pada bidang Computer Science di Massey University, Selandia Baru.
Merasa tak pas, ia lantas memulai perjalanan ke sisi Bumi yang lain untuk meraih mimpi menjadi seorang chef. Ia menempuh perjalanan panjang untuk bergabung Culinary Institute of America di New York. Melepaskan ilmu yang ia timba selama di Selandia Baru.
Di Negeri Paman Sam, ia belajar dan memupuk pengalaman sebagai juru masak. Salah satunya dengan bekerja di Boqueria Soho di New York sebagai Executive Am Sous Chef. Tak berselang lama, ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk membuka bisnis restorannya sendiri.
Saat ini Chef Nando merupakan petinggi di Union Group yang membawahi bebeberapa restoran besar di Jakarta. Selain itu, Ia juga Executive Chef di Cork and Screw Country Club yang juga berlokasi di Kota Metropolitan tersebut.
Permulaannya di Indonesia, Chef Nando masih memegang teguh keahliannya pada masakan western. Namun, belakangan ia memutuskan untuk mengeksplorasi kuliner nusantara.
Salah satu caranya ialah dengan bersepeda. Ya, Chef Nando adalah seorang cyclist.
Baca Juga: Santai Tanpa Brutal dari Samarinda
"Sepeda sekarang jadi alat blusukan saya untuk melihat kuliner Indonesia yang aneh-aneh. Setiap traveling selalu bawa sepeda," kata Nando.
Eksplorasi terbarunya ialah menemukan kuliner unik yang belum pernah ia temui ketika berkunjung ke Samosir, Sumatera Utara.
"Bentuknya kotak ditepungin terus digoreng, saya pikir tahu isi. Ternyata ketan diisi parutan kelapa dan gula merah. Jadi siluetnya crispy skin, dalamnya asin karena kan ada ketan, terus manis karena gula merah. Unik sekali," imbuhnya.
Chef Nando baru mengenal olahraga sepeda pada 2021 lalu. Bisa dikatakan ia masuk dalam kategori cyclist pandemi. Namun, bersepeda ternyata menjadi hobi yang menimbulkan candu baginya.
Padahal pengalaman bersepeda pertamanya sungguh tak mengenakkan. Ia jadi bahan ejekan karena tak bisa mengekor kecepatan rekan-rekannya yang sudah lebih dahulu akrab bersepeda
"Sepedaan pertama saya ditinggal. Saya nge-gym, tapi ternyata bersepeda itu beda banget. Saya ingat sekali diajak tarkam dalkot (dalam kota), saya ditinggal, diketawain, agak kesel juga," tuturnya.
Chef Nando tak lantas menyerah. Lama kelamaan ia mulai mampu mengimbangi laju rekan-rekannya lain di rute dalam kota. Namun, kepercayaan dirinya jatuh kembali. Kali ini ketika ia menjajal rute nanjak ke Km 0 Sentul.
"Setelah 3-4 kali saya bisa catch up, ternyata enak juga, saya decided untuk olahraga ini. Sepedaan keenam kalinya ke KM 0. Saat itu bukan ditinggal lagi, saya masih setengah jalan, yang lain sudah minum kelapa di atas. Itulah awal-awal sangat menyakitkan," kenang Nando.
Beruntung, Nando lagi-lagi tak patah arang. Ia terus konsisten dan akhirnya menemukan nikmatnya mengayuh pedal sepedanya. Saat ini bersepeda bak meditasi baginya.
"Sekarang bersepeda bukan hanya olahraga, tapi meditasi bagi saya. Melepas stres, rehat sejenak dari rutinitas dan momen refreshing," tambahnya. (Mainsepeda)