Produk Sepeda Favorit Azrul Ananda 2024

Tahun 2024 merupakan momen "pahit-manis" untuk dunia sepeda. Banyak pelaku industri mengeluh karena "fad" era pandemi telah berakhir, dan anjloknya terasa tahun ini. Memperkuat dugaan saya dulu, bahwa mayoritas "pandemic cyclist" bakal berhenti bersepeda, karena mereka tidak memulainya dengan alasan yang "cycling".

Di sisi lain, mereka yang menemukan kecintaan pada dunia sepeda akan berlanjut makin serius. Minimal dari event-event Mainsepeda kelihatan siapa yang serius itu. Peserta terus berebut ikut Bromo KOM, jumlah peserta Kediri Dholo KOM dan Banyuwangi Blue Fire Ijen KOM juga mencapai titik tertingginya. Event-event lain juga sepertinya tetap berjalan, minimal bertahan.

Dan, yang paling saya sukai, mereka yang sudah gowes jauh sebelum pandemi, sampai hari ini masih rutin dan aktif gowes. Karena mereka memang menjalani hobi ini dengan alasan yang "benar".

Mereka yang "hore-hore" itu sekarang banyak pindah ke hobi lain (misalnya lari). Dan sebagai orang dengan latar belakang marketing (khususnya consumer behavior), saya yakin di hobi lain pun mereka juga tidak permanen. Fenomena "batu akik" akan terus berpindah-pindah.

"Fad" bukanlah "tren". Kita semua sudah harus paham perbedaannya...

Alhamdulillah, sampai hari ini saya masih menemukan cinta pada olahraga sepeda. Hingga akhir 2024 ini, saya masih bisa gowes hampir 18 ribu kilometer (menurut data Strava saya). Itu berarti masih hampir 1.500 km sebulan. Masih banyak produk sepeda yang saya coba, yang saya beli, dan saya rasakan.

Berikut ini beberapa yang berkesan di hati saya sepanjang 2024, dan akan jadi andalan saya minimal hingga awal 2025.

1. SRAM Red AXS E1 (2024)

SRAM Red AXS memiliki konsep 'one finger braking' yang sangat memudahkan penggunanya.

Wow! Sejak kali pertama gowes pada akhir 2010, dan menjalani evolusi dari 10-speed hingga kini 12/13-speed, tidak banyak komponen bisa memberi kesan "wow" pada pemakaian pertamanya. SRAM Red AXS terbaru ini benar-benar memberi "wow factor" pada pemakaian pertamanya.

Bukan pada tampilan, melainkan pada feeling pemakaian. Khususnya pada brake-shifter lever (brifter) terbaru ini. Konsep "one finger braking" benar-benar terasa. Keluhan tangan sakit saat mengerem, khususnya saat turunan panjang dan dingin, benar-benar berkurang jauh.

Istri saya, Ivo, yang bertangan kecil, sampai tidak mau pakai grupset lain sejak menggunakan SRAM Red AXS terbaru ini. Beberapa teman saya yang memakainya juga bilang kalau brifter baru ini membuat merek high end lain terasa "murah".

Plus, ciri khas SRAM dengan crank karbon yang stiff dan tangguh terus dipertahankan. Rear derailleur (RD) baru yang sudah dilengkapi sistem OSPW juga tidak lagi butuh upgrade apa-apa.

Ya, harganya memang astronomis. Membatasi jumlah mereka yang mampu membelinya. Tapi, ada sisi positifnya. Teknologi ini akan segera "trickle down". Grupset SRAM lain di level bawahnya bertahap akan mengikuti. Bahkan, dalam hitungan beberapa bulan saja, kita bisa merasakan teknologi "one finger braking" ini pada grupset SRAM yang --jauh-- lebih terjangkau.

Saya sudah lihat dan pegang barangnya. Tunggu saja sebentar lagi!

Video test ride SRAM Red AXS 2024: Link di sini

2. Helm Catlike (Mixino dan Whisper EVO)

Helm Catlike sangat cocok dengan cuaca dan iklim di Indonesia yang panas dan lembab.

Ketika mengawali hobi ini lebih dari sepuluh tahun lalu, helm favorit pertama saya adalah Catlike Whisper. Terinspirasi dari tim Movistar kala itu, helm berlubang-lubang ala sarang lebah ini memberi tampilan unik. Helm itulah yang saya pakai waktu kali pertama ke Prancis, merasakan rute-rute Tour de France pada 2012. Catlike Mixino, penerusnya, juga punya style mirip.

Selain memberi tampilan unik, helm-helm Catlike ini juga ringan. Dan, yang utama, paling "dingin" dengan aluran udara kencang ke kepala. Cocok untuk cuaca dan iklim kita yang panas dan lembab.

Belakangan, "bosan" dengan merek-merek baru, saya kembali berburu Catlike. Tidak mudah, harus beli online ke Eropa. Tapi karena harganya relatif lebih terjangkau, ketika ditambah ongkir dan pajak pun, harganya masih jauh di bawah helm-helm "kalcer" (yang rasanya berat di kepala dan dompet) di pasaran Indonesia sekarang.

Alhasil, saya punya beberapa varian terbaru Whisper (Evo) dan Mixino di koleksi saya. Anda melihat saya memakainya saat event-event Mainsepeda sepanjang 2024 lalu. Sebagai variasi, saya juga punya Catlike Vento yang saya pakai di Taiwan KOM lalu. Vento lebih tertutup, cocok untuk hawa lebih dingin dan hujan.

3. Bike Computer iGPSport

Bike computer iGPSport jadi pilihan dengan harga yang lebih terjangkau. 

Hampir dua tahun lalu, saya butuh beli bike computer cadangan baru setelah Garmin lama saya akhirnya KO sendiri (mati tak mau nyala lagi). Malas ambil yang mahal, saya menjajal iGPSport. Kebetulan dapat banyak rekom juga dari luar.

Awalnya pakai iGPSport iGS630, lalu iGS630s. Kemudian pakai iGS800 yang lebih besar dan touchscreen. Sambil jalan ada BSC300 yang sekarang jadi cadangan.

Hanya dalam hitungan beberapa minggu, saya jadi malas pakai bike comp utama lama saya. Hampir eksklusif pakai iGPSport, sesekali pakai Hammerhead Karoo bawaan SRAM Red AXS terbaru.

Secara umum, semua model iGPSport sudah lebih dari cukup. Datanya lengkap dan detail, navigasinya juga sangat oke (khususnya 630s dan 800). Keunggulan utama sudah pasti: Informasi gradien yang lebih instan (satelit Beidou). Membuat saya lebih cepat memutuskan untuk pindah gir atau bertahan di gir yang sama. Tidak ada menebak-nebak lagi kemiringan jalan.

Meng-upload file GPS juga sangat cepat. Tidak sampai satu menit dari kiriman chat WA atau file email untuk ter-upload di bike computer!

Soal baterai juga dahsyat. Saya memakai 630s saat East Java Journey 2024, dan menuntaskan 670 km dalam 51 jam tanpa sekalipun charging. Selama di Taiwan, saya memakai seri 800 dan tidak sekalipun melakukan charging.

Ada merek lain yang menawarkan opsi solar charging, saya sempat tergoda. Tapi saya berpikir, saya tidak begitu membutuhkannya. Dengan 630s dan 800 saja kadang saya lupa kalau harus mengisi baterai saking lamanya tidak menancapkan colokan charger!

Ada yang berargumen, fitur training pada Garmin memang detail. Tapi saya sudah merasa jauh lebih cukup dengan fitur detail di app iGPSport, plus fitur di Strava Premium.

Merek iGPSport, dan beberapa merek lain, menunjukkan kalau bike computer tidak harus mahal. Memberi akses lebih besar untuk semakin banyak penghobi sepeda. Hobi ini harus inklusif, bukan eksklusif!

Catatan: Bike comp istri saya yang mahal sekarang juga mulai rewel. Dan dia sudah siap-siap minta dibelikan iGPSport 800 seperti punya saya...

4. MyWhoosh

Gim simulasi latihan sepeda, MyWoosh, jadi opsi menarik karena tidak berbayar.

Saya sudah aktif bayar bulanan ke Zwift sejak Oktober 2018. Enam tahun lamanya. Paket langganan saya akan berakhir pada Februari 2025. Setelah itu, saya berencana untuk berhenti. Stop memakai Zwift.

Zwift sudah banyak membantu saya menjaga kondisi di tengah kesibukan. Dan paling banyak membantu saat awal pandemi, di saat kita semua tak bisa keluar rumah berminggu-minggu.

Kini, sudah waktunya untuk berpisah. Beberapa bulan terakhir, saya mulai mencicipi MyWhoosh. Belum seramai Zwift, dan "less game" daripada Zwift. Bahkan, rasanya, lebih berat daripada Zwift. Dan itu baik. Lebih berat untuk menambah kilometer di Strava, tapi sepertinya membuat latihan jadi lebih bermanfaat.

Satu jam "normal pace" saya di MyWhoosh membakar lebih banyak kalori, dan menggapai lebih sedikit kilometer. Namun, rasanya lebih "dapat".

Tapi, yang paling menentukan keputusan meninggalkan Zwift: Karena MyWhoosh itu GRATIS. Duit investor dari Timur Tengah membantu mewujudkan itu. Entah sampai kapan. Tapi selama MyWhoosh masih gratis, tidak ada alasan untuk tetap bersama Zwift!

5. Stem FSA SMR

FSA beri opsi full clean look dengan sistem ACR (aerodynamic cable routing) atau semi clean look dengan sistem SMR.

Terus terang saya bukan penggemar berat tampilan "clean look". Bukan karena estetiknya, melainkan karena kepraktisan perawatannya. Dan, yang utama buat saya, kerepotan yang dihasilkan untuk traveling.

Sepeda-sepeda dengan kokpit clean look memaksa kita memakai bike box yang lebih besar, lebih lebar. Jadi lebih berat, dan memakan ruang jauh lebih besar.

Itu terasa saat kami travel ke Amerika misalnya. Ketika harus sewa mobil. Dengan kokpit normal, dengan bike box model lama, kami bisa memasukkan empat sepeda dalam satu kendaraan SUV. Sekarang tidak bisa lagi. Harus sewa mobil ekstra, biaya jauh lebih mahal.

Saat training camp di Malaysia, sekarang harus sewa truk ekstra untuk mengangkut bike box-bike box baru yang besar-besar dan lebar-lebar. Sekali lagi, kerepotan ekstra dan biaya ekstra.

Untungnya, sepeda Wdnsdy Bike --kreasi saya dan John Boemihardjo-- punya kolaborasi dengan FSA. Jadi kami punya opsi full clean look dengan sistem ACR (aerodynamic cable routing) atau semi clean look dengan sistem SMR.

Dengan stem SMR, kabel masih tersembunyi saat masuk ke dalam frame, lewat bawah stem, tapi sedikit keluar di ujung depan. Keuntungannya: Kita bisa memakai handlebar model apa saja, tidak harus yang kabel internal. Kedua, yang terpenting, kita bisa membongkar kokpit untuk traveling, menekuk handlebar dan menggunakan bike box model lama!

Saya sudah membuktikannya saat ke Amerika bersama istri dan anak November lalu (Mainsepeda vlog episode di New Haven). Dan setelan SMR ini akan jadi andalan saya untuk banyak traveling ke depan!

Bagi Anda yang sepedanya memakai kokpit FSA ACR, seperti Wdnsdy AJ5, AJ1 Titanium EVO, atau Journey KS, stem SMR adalah opsi!

6. Produk Murah-Meriah

Kacamata murah SCVCN, harga tidak sampai Rp 100 ribu.

Tahun lalu saya sudah menyebut kacamata murah SCVCN jadi andalan. Sekarang masih jadi andalan! Harga tak sampai Rp 100 ribu, dan sangat berguna dalam berbagai kondisi. Yang tipe fotokromik jadi andalan saya waktu event ultra seperti East Java Journey atau Journey To TGX.

Chainring merek Passquest belakangan jadi pilihan saya. Ketika mengkonversi sejumlah sepeda dari Shimano atau Campagnolo ke SRAM, saya masih bisa memakai banyak crankset lama. Hanya perlu mengganti chainring ke ukuran AXS yang unik (48-35, 46-33). Biasanya andalan saya merek Rotor, tapi sekarang ada merek Passquest yang lebih terjangkau. Opsinya juga banyak, bisa memakai crank Shimano dengan chainring untuk SRAM AXS. Ya, ini satu lagi merek Tiongkok. Tapi jangan salah, merek Rotor dari Spanyol itu sudah diakuisisi oleh produsen groupset WheelTop dari Tiongkok!

Chainring dari merek Passquest jadi opsi karena harganya yang terjangkau.

Sejak era disc brake, pilihan wheelset karbon jadi lebih terbuka dan terjangkau. Karena bagian termahal (bagian rem pada bibir rim karbon) tidak lagi diperlukan. Saya belakangan paling sering pakai merek 9Velo dan CRW. Tidak semurah itu, tapi ringan dan performanya setara dengan merek dua kali lebih mahal! Banyak merek lain akan saya jajal pada 2025!

Wheelset 9Velo sangat direkomendasikan karena berkualitas, tapi harganya lebih murah dari produk sejenis.

Favorit khusus: 9Velo Ceramic CC45 untuk banyak datar dan speed, 9Velo LV35 untuk menanjak!

7. Produk SUB dan Wdnsdy

SUB Jersey dengan lini produk Jersey 05AM yang terlaris di Indonesia. 

Karena dua brand itu terafiliasi dengan saya, maka saya jadikan kategori sendiri. Untuk SUB jersey, kita harus apresiasi terus kerja keras mereka berjuang jadi merek lokal di negeri sendiri. Jaket-jaketnya berguna untuk cuaca dingin, bahkan jaket hujannya bisa jadi jaket musim dingin saat saya ke Amerika November lalu.

Jersey 05AM tetap menjadi yang terlaris di Indonesia. Saya melihat orang memakainya di luar negeri (ada perwakilan SUB di Jepang), dan oleh orang bersepeda saat saya masuk pedalaman Kalimantan!

Azrul Ananda menggunakan sepeda Wdnsdy AJ1 Titanium EVO saat event Journey to TGX 2024.

Untuk Wdnsdy Bike, sepeda titaniumnya selalu jadi andalan saat situasi membutuhkan. Hanya empat hari sebelum event Journey To TGX, saya sempat terjatuh kena lubang jalan saat latihan. Menghantam lengan dan bahu kiri saya cukup keras, di tempat yang dulu pernah dioperasi (diplat dan dibaut) beberapa kali.

Alhamdulillah tidak parah, hanya memar dan kaku. Setelah fisioterapi, mobilitas lengan sudah membaik. Tapi strategi sepeda langsung berubah. Dari mau kebut-kebutan pakai Wdnsdy AJ5 karbon menjadi Wdnsdy AJ1 Titanium EVO. Alasannya, bahan titanium akan membantu meredam getaran jalan yang bumpy, dan itu akan sangat berguna di rute yang mencapai 260 km.

Sepeda ini tetap cepat, dengan geometri yang racing. Comfort is speed. Saya, istri, dan kelompok kecil kami tetap mampu menuntaskan TGX jauh sebelum matahari terbenam, tak jauh dari sepuluh besar! (azrul ananda)

 


COMMENTS