Awal 2019 ini, tim super asal Belgia, Deceuninck-QuickStep, benar-benar merajalela. Tidak tanggung-tanggung, tim ini telah memenangi total 19 lomba. Baik itu etape stage race maupun lomba one-day. Baik itu etape tanjakan maupun adu sprint.
Dari total 19 kemenangan itu, tujuh adalah milik pembalap Prancis, Julian Alaphilippe.
Yang mengawali karir sebagai climber tapi sekarang seperti mampu menang di segala medan. Termasuk adu sprint.
“Orang ini (Alaphilippe) gila. Dia menang dua etape di Tirreno Adriatico, Strade Bianche, dan kini Milan-San Remo. Dia begitu menakjubkan. Dia punya bakat super, dan dia masih muda (26 tahun). Itu luar biasa,” puji Elia Viviani, sprinter utama Deceuninck-QuickStep.
Masalah bagi lawan, mereka tak boleh fokus ke satu pembalap saat melawan kekuatan QuickStep. Para pembalap tim ini menyebut diri sebagai “Wolfpack” alias gerombolan serigala. Karena memang siapa saja bisa menang, dan siapa saja mampu menang.
Viviani merupakan sprinter utama, dan merupakan pemenang terbanyak tahun lalu. Zdenek Stybar sudah menang balapan jalan berbatu Omloop Het Nieuwsblad, dan merupakan tukang tarik kunci buat Alaphilippe di Milan-San Remo Sabtu, 23 Maret, lalu. Bob Jungels menang Kuurne-Brussels-Kuurne, dan punya kemampuan climbing ala Alaphilippe.
Ada pembalap muda Florian Senechal, yang telah menang Le Samyn.
Setelah itu, masih ada serentetan nama yang sangat berbahaya. Termasuk Philippe Gilbert, mantan juara dunia yang hingga pertengahan April akan menarget Tour of Flanders dan Paris-Roubaix. Lalu ada pula Yves Lampaert, yang siap membayangi Gilbert dan mencuri kemenangan bila lawan lengah.
Dalam berbagai lomba, tim-tim pesaing benar-benar seperti harus “memilih racun.” Fokus ke satu, yang lain menang. Sangat merepotkan dalam menentukan taktik.
Lalu, siapa yang bisa membendung pasukan serigala ini? Khususnya di arena Classics, yang masih berlangsung hingga akhir April?
Nama yang selalu muncul adalah Peter Sagan, juara dunia tiga kali di skuad Bora-Hansgrohe. Masalahnya, Sagan sudah terlalu “kondang,” terlalu ketahuan kekuatannya. Sehingga tim-tim kadang kompakan untuk menguncinya.
Greg Van Avermaet (CCC Team) juga sangat kuat. Kendalanya sama seperti Peter Sagan. Dia bisa “dimatikan” duluan.
Niki Terpstra dulu bagian dari Wolfpack, sekarang jadi kapten utama di Direct Energie. Tapi pasukan pendukungnya tidak akan sekuat Sagan atau Van Avermaet.
Sep Vanmarcke (EF Education First) sudah berkali-kali naik podium di arena Classics, tapi seperti masih menunggu keberuntungan. Sudah bukan rahasia, semua champion punya Dewi Fortuna.
Trek-Segafredo punya beberapa opsi. Ada Jasper Stuvyen, Mads Pedersen, dan John Degenkolb. Karakter ketiganya seperti pasukan QuickStep, hanya belum sesukses QuickStep. Tapi siapa tahu, karena trio Trek ini cenderung kurang diperhatikan, mereka justru bisa mencuri kemenangan.
Team Sky agak mirip dengan Trek-Segafredo. Selama ini, tim Inggris itu lebih fokus ke grand tour. Belakangan, Team Sky mulai merekrut jagoan Classics. Mereka punya Dylan van Baarle, Gianni Moscon, dan jagoan lama Ian Stannard.
Kuda hitam? Wout Van Aert. Juara dunia cyclocross ini sudah full time balapan di WorldTour bersama Jumbo-Visma. Dia sudah naik podium di Strade Bianche, dan masuk top ten di Milan-San Remo. Tinggal menunggu kemenangan “pendobrak dinding.”
Dalam tiga pekan ke depan, semua pesaing ini bakal mencoba mengalahkan QuickStep. Berikut daftar lomba-lomba Cobbled Classics (lomba jalanan berbatu) yang akan menjadi medan perangnya:
Rabu, 27 Maret – Driedaagse De Panne (Belgia)
Jumat, 29 Maret – E3-BinckBank Classic (Belgia)
Minggu, 31 Maret – Gent-Wevelgem (Belgia)
Rabu, 3 April – Dwars door Vlaanderen (Belgia)
Minggu, 7 April – Tour of Flanders (Belgia, Monument)
Rabu, 10 April – Scheldeprijs (Belgia)
Minggu, 14 April – Paris-Roubaix (Prancis, Monument)
(Mainsepeda)