Tenda biru. Buat orang yang masa remajanya di era 90-an tahu lagu mellow yang dibawakan oleh Desy Ratnasari ini. Tapi buat cyclist Semarang, ini sama sekali tidak mellow. Ini adalah sebuah kebanggaan. Sebuah jati diri. Sebuah identitas. Untuk sekelompok cyclist yang memilih nama Tenda Biru disingkat Tendbir.
Komunitas ini berdiri bermula dari Luri Friyadi, Totok Tumengkar, Warno, Leo, dan Tatang bersama sekitar 13 orang cyclist lagi yang sedang nongkrong di bengkel sepeda milik Warno. Basecamp mereka di bengkel sepeda milik Warno di kawasan Jalan Seteran, Semarang ada penutup (tenda atau terpal) di depan bengkel yang warnanya biru.
“Tendbir adalah nama yang unik. Mencerminkan kesederhanaan tapi filosofi tenda bisa mengayomi semua yang di bawahnya. Jadi komunitas kita mudah diingat oleh yang lainnya,” tukas Aryanto Nugroho, ketua harian Tendbir.
Anggota Tendbir yang aktif saat ini ada 50 cyclist dari sekitar 80 cyclist yang terdaftar jadi anggota. Mereka semua semangat latihan dan memaksimalkan dirinya.
“Banyak yang menganggap kami 'ganas' karena suka ngebut. Kenyataannya tidak semua kami kuat ngebut, dan yang kuat ngebut toh juga cuma penghobi biasa bukan atlet betulan. Tetap intinya hanya sepedaan gembira kok,” tutur Aryanto lantas tertawa.
Untuk itu, komunitas Tendbir mempunyai jadwal rutin latihan yang padat. Hari Selasa digunakan sebagai latihan kecepatan di jalur lingkar Soekarno-Hatta di Pedurungan. Kadang Selasa juga digunakan sebagai latihan Sprint di kawasan Pantai Marina.
Hari Rabu menu utamanya adalah tanjakan menuju Mijen, Ungaran, atau Bandungan. Sedangkan hari Kamis, melatih kekompakan tim. “Paling seru hari Jumat. Ada simulasi balapan yang berjarak 20 km melewati lingkar pelabuhan Semarang. Kita biasanya sebut rute KBKB. KB adalah singkatan Kuli Bongkar,” tutur Aryanto yang menjadikan Warung Ponti dk kawasan Jalan Batan Miroto sebagai base camp finis setelah latihan harian.
Ada juga rute SEMPAG. Singkatan dari Sepedaan Minggu Pagi. Rute agak jauh hingga 100 km. Pilihannya bisa rute datar ke Demak-Kudus, atau Kendal-Weleri. Bisa juga menanjak ke Salatiga-Kopeng, Ambarawa-Bandungan, atau Weleri-Sukorejo.
Secara konsisten, dalam beberapa tahun terakhir ini, Tendbir selalu mengadakan tiga kali turing tradisi. Biasanya bertepatan dengan peluncuran jersey baru.
Rutenya Semarang-Solo-Cemorosewu sejauh 150 km dengan elevasi 3.000 meter. Menjelang bulan puasa, akan ada turing Joglosemar (Semarang- Jogja-Solo-Semarang) sejauh 250 km.
"Paling seru adalah turing menjelang hari kemerdekaan di bulan Agustus kami mengadakan turing North Coast yaitu menelusuri pantai utara. Yang pernah kita jalani adalah Semarang-Cirebon-Jakarta, Semarang-Cirebon-Bandung. Atau Semarang-Tuban-Surabaya. Semuanya ditempuh dalam waktu dua hari dengan jarak 450 km,” jelas Herman “Kancil”, ketua Tendbir.
Bicara turing, Tendbir mempunyai “jagoan turing.” Mereka menyebutkan kaum bangsawan. Antara lain adalah Widodo "Wied", Guritno Wibisono, Rosyid, dan Danur Rispriyanto. Mereka konsisten mengikuti turing, tidak pernah mengikuti balap, jika latihan juga tidak mau berat. Tapi mereka mempunyai endurance tinggi jadi setiap even turing pasti mereka sanggup menyelesaikan rute dengan strong.
“Meskipun kaum bangsawan ini saat mengikuti even turing tidak balapan, tapi tetap aja ada aroma kompetisinya. Ada target operasinya (TO) dan yang dibahas adalah siapa loading duluan, siapa kalah di tanjakan ini dan itu,” ujar Herman sambil terbahak.
Ada juga kelompok “berandalan”. Inilah yang dibenci sekaligus dicinta oleh seluruh anggota Tendbir. “Dibenci karena suka merusak speed peloton. Dicinta karena mereka yang suka ‘bekerja’ menarik peloton melawan angin. Juga mereka kerap juara di berbagai even berskala lokal maupun nasional bawa nama Tendbir berkibar,” bilang Aryanto.
Sejak kemenangan pertama Tendbir di Pangandaran tahun 2013, komunitas ini serius terjun di dunia balap. Apalagi setelah dilatih oleh Enrico Juliarta.
Tendbir tidak hanya tertarik pada turing atau balapan sepeda. tapi juga penggalangan dana amal serta charity ride. Ketika bencana alam Lombok, Tendbir segera mengumpulkan bantuan dana dan disalurkan melalui lembaga rekanan Ari Puji Waluyo, salah satu anggota Tendbir.
Mendekatkan seluruh anggota plus keluarga mereka, Aryanto dan kawan-kawan mempunyai program gathering off bike setiap dua bulan sekali. Berpindah-pindah bergiliran di setiap rumah anggota.
Tendbir juga bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Semarang untuk menjadikan turing sepeda sebagai sarana promosi “Ayo Wisata ke Semarang” sejak tahun 2015 hingga sekarang. “Ini adalah kehormatan bagi Tendbir, komunitas sepeda bisa berkontribusi untuk kota tercinta kami,” bangga Aryanto yang juga mengatakan bahwa toko sepeda Bikeaholic turut mendukung semua kegiatan turing atau balapan Tendbir.
Selain bersepeda, kadang beberapa anggota Tendbir melakukan kegiatan hobi lain bersama. “Seperti turing motor, naik gunung, atau jogging,” tutup Aryanto. (mainsepeda)