Di dunia cycling, saya mungkin termasuk early adopter. Kalau ada barang baru, biasanya saya termasuk yang pertama mendapatkan atau menjajalnya. Karena saya termasuk tipe penasaran, tipe pengin tahu. Kalau ternyata bagus, ya bagus. Kalau ternyata kurang cocok, ya siap menerima risikonya.
Sejak dua tahun lalu, saya sudah penasaran dengan grupset buatan FSA. Bernama K-Force WE (wireless electronic). Sejak kali pertama gowes pada 2011, mungkin komponen FSA termasuk yang paling banyak saya pakai. Mulai handlebar, stem, seat post, crank, hingga wheelset (baik merek FSA lama maupun merek Vision milik FSA).
Beberapa kali mengunjungi bike show tingkat internasional, beberapa kali saya sudah melihat grupset ini. Menjajalnya di area pameran. Tapi belum pernah memakainya di jalanan, di tanjakan, dalam waktu panjang.
Seminggu terakhir, kesempatan itu tiba. Barang yang saya tunggu lama akhirnya tiba di bike shop Rukun Makmur di Surabaya. Saya langsung pasangkan grupset itu ke frame kepercayaan saya, Wdnsdy AJ62 warna chartreuse, yang sudah pernah saya bawa ke Colorado, Malaysia, dan mengikuti berbagai even besar di Indonesia.
Dasar maniak matching, sepeda itu saya bikin “Full FSA.” Handlebar, stem, seatpost saya pasangi FSA K-Force warna hitam-abu-abu. Wheelset saya pasangi Vision Metron. Bahkan bartape pun saya pasangi merek FSA. Hanya sadelnya merek beda, Selle Italia SLR.
Walau kondisi kurang sehat, Rabu, 1 Mei saya bawa sepeda itu bersama teman-teman gowes ke tanjakan Jatijejer, Trawas, Mojokerto.
Segala rasa penasaran terjawab pagi itu.
Beberapa penasaran lanjutan lantas terjawab saat sepeda dan grupset ini saya bawa lagi bersama teman-teman saat gowes No Easy Sunday, Minggu 5 Mei. Dari Wdnsdy Café Surabaya ke tanjakan Jolotundo, juga arah Trawas.
Sebelum saya menyampaikan kesan, mungkin perlu dijelaskan lagi apa itu FSA K-Force WE. Sekilas, mungkin ini adalah grupset tengah-tengah atau kombinasi antara Shimano Dura-Ace Di2 dengan SRAM Red eTap.
Di bilang wireless, karena tuas shifter-nya menggunakan baterai koin, sama seperti SRAM eTap. Mengirim sinyal untuk mengoper gigi.
Tapi wireless-nya stop di situ. Ada baterai berbentuk pen, ala Shimano, dipasang di dalam seatpost. Kemudian, front dan rear derailleur-nya tersambung dengan kabel pada baterai tersebut.
Jadi benar-benar in between Shimano Di2 dan SRAM eTap.
Yang unik, pada bagian atas FD ada dua tombol kecil. Satu untuk on/off, satu lagi untuk menyetel grupset. Anda juga bisa men-download aplikasi pada smart phone untuk melakukan penyesuaian. Ala SRAM eTap AXS terbaru.
Bagaimana rasanya? Semula, saya berpikir akan mirip dengan SRAM Red eTap lama. Karena wireless, kita merasa sedikit “delay” saat memindah gir. Problem ini nyaris hilang saat saya menjajal SRAM Red eTap AXS 12-speed yang baru saja diluncurkan.
Pada FSA K-Force WE, saat memindah gigi, mungkin ada delay. Tapi saya tidak merasakannya. Terus terang rasanya lebih mirip dengan Shimano Di2 daripada SRAM Red eTap lama.
Yang menyenangkan, kita tidak mungkin salah tekan tombol. Untuk memindah gir belakang, pada tuas kanan tinggal tekan bagian atas untuk menaikkan/meringankan, tekan bagian bawah untuk menurunkan gir.
Beda dengan Shimano Di2, tombol pada FSA K-Force We tidak terpisah atas dan bawah. Melainkan satu tombol panjang dengan “rocker” di tengah. Bekerja seperti mainan jungkat-jungkit di taman. Dengan demikian, kita tidak mungkin salah tekan tombol untuk memindah gir (seperti yang kadang terjadi kalau pakai Shimano Di2).
Sisi positif lain, saya sangat suka dengan crank-nya. Terbuat dari karbon, terasa sangat stiff saat digunakan. Apalagi saat menanjak. Dari dulu, saya sangat suka crank buatan FSA, khususnya K-Force. Ciri khas itu terjaga di grupset ini.
Ada tiga pilihan: Standar 53-39, mid-compact 52-36, atau compact 50-34. Asal tahu saja, FSA dulu merupakan pionir pemakaian crank ukuran 50-34! Kebetulan saya memilih 50-34.
Juga ada tiga pilihan sproket/cassette: 11-25, 11-28, dan 11-32. Saya memilih 11-28. Modelnya sangat mirip dengan Shimano Dura-Ace. Dan ada bagian karbon di bagian belakangnya.
Saya termasuk yang tidak terlalu meributkan perbedaan berat. Grupset ini kurang lebih sama dengan yang lain di kelasnya, jadi percuma kita meributkan perbedaan 100-an gram antara Shimano, SRAM, dan FSA. Bagaimana pun, berat badan kita lebih berpengaruh!
Satu hal lagi yang saya suka adalah remnya. Untuk tipe rim brake, rem FSA K-Force ini memakai sistem dual pivot. Jadi bagian tengahnya lebih tinggi. Ini sangat penting, membantu clearance. Dengan memakai rem ini, kita dengan mudah bisa memakai ban ukuran 28 mm. Dan tren dunia sekarang adalah menggunakan ban yang lebih lebar.
Plus, desain dual pivot membuat performa rem ini sangat menyenangkan. Lebih menggigit.
Kalau pun ada sedikit yang kurang pas, adalah ukuran tuasnya. Kebetulan, saya memakai tuas yang tipe pendek. Tidak masalah ketika memegang di atas hood, tapi agak masalah ketika memegang handlebar di bagian drop.
Bagi yang bertangan kecil, tuas ini pasti jauh lebih nyaman. Bagi yang tangan agak besar, atau berjari panjang seperti saya, tuas ukuran lebih besar akan lebih ideal (6 mm lebih panjang).
FSA memang memberi opsi dua ukuran tuas. Sekali lagi, ini positif bagi mereka yang bertangan kecil, tidak harus memakai tuas yang kebesaran seperti kalau memakai merek lain.
Overall, saya lega akhirnya bisa menjajal FSA K-Force WE. Segala penasaran sudah terjawab. Pada dasarnya, ini merupakan alternatif yang baik bagi yang bosan memakai Shimano atau SRAM atau Campagnolo.
Sekarang Anda punya semakin banyak pilihan merek. Soal performa tidak akan jauh beda antara satu sama lain. Tinggal masalah selera dan harga.
Kebetulan, FSA K-Force WE ini masih 11-speed. Sementara SRAM dan Campagnolo sudah bergeser ke 12-speed. Sekali lagi, saya termasuk orang praktis. Walau tergolong early adopter, saya tak terlalu memusingkan soal 10, 11, atau 12-speed. Dan Shimano pun sampai sekarang masih 11-speed.
Oh ya, untuk harga, maaf saya sudah berjanji kepada banyak orang untuk tidak akan pernah menulis soal harga saat bicara sepeda. Teman-teman saya banyak yang takut istri mereka ikut membaca… (azrul ananda)