Salah satu kenikmatan gowes adalah turing. Apalagi turing jarak jauh. Makin seru, turing lintas negara! Itu yang dilakukan oleh 62 cyclist yang berangkat dari Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia menuju Kuching, negara bagian Serawak, Malaysia.
Even bertajuk Tour de Borneo ini diselenggarakan oleh Johnny Van Aert, bos Event Organiser Beruang Hitam (BH). Mantan pembalap sepeda era 70-an ini kerap mengikuti even gowes jarak jauh seperti Tour de ISSI IV Surabaya-Denpasar di tahun 1978. Atau Tour de ISSI V di Kalimatan Barat tahun 1981.
Rombongan Tour de Borneo di Kuching, Serawak, Malaysia.
“Dari pengalaman pribadi yang menyenangkan itu, saya ingin ajak cyclist lain untuk bisa merasakan sensasi turing jarak jauh berhari-hari dengan sepeda,” tuturnya.
Tapi John tidak mau nanggung. Dia maunya lebih spektakuler. Dirancanglah melintasi perbatasan negara. Ini bukan yang pertama, John sudah menyelenggarakan Tour de Borneo ini tiga kali.
Yang pertama di tahun 2017 dengan jalur Pontianak-Ngabang-Sosok lalu finis di Kuching, Malaysia dengan jarak 450 km dan dijalani dalam waktu dua hari. Tour de Borneo kedua tahun 2018, start dari Pontianak-Simpang Ampar-Sosok dan finis di Kuching, Malaysia. “Kali ini jaraknya 470 km juga dua hari,” tuturnya.
Even ketiga ini, John lebih “gila”. Kali ini dibikin pergi pulang! Jadi totalnya adalah 830 km! Diselenggarakan empat hari mulai tanggal 18-21 April. Perhari melahap sekitar 200 km.
“Kali ini rutenya Pontianak-Sambas-Kuching Malaysia-Sosok-Pontianak,” jelasnya. Menurut John, rute ini bervariatif. Hari pertama, Pontianak-Sambas sejauh 232 km dengan rute yang relatif flat. Meski begitu kecepatan tetap dijaga agar aman dan peloton tetap bisa bersama hingga Sambas.
Hari kedua, cyclist harus melahap 223 km dari Sambas menuju Kuching, Malaysia. Untuk itu, seluruh cyclist harus antri di perbatasan Aruk di sisi Indonesia dan border Biawak di sisi Serawak untuk cap paspor.
Apesnya, marshal yang menggunakan motor tidak diperkenankan masuk wilayah Malaysia karena kapasitas mesinnya kecil. “Jadinya selama dua hari dari border Aruk hingga Kuching dan baliknya dari Kuching hingga Entikong, kita hanya dikawal marshal mobil,” tutur John.
Setelah melewati perbatasan Aruk, 62 cyclist melanjutkan gowesnya. Tiba di bukit Tebakang, Serawak, Malaysia mayoritas cyclist turun sepeda dan menuntunnya!
“Lumayan berat dan cuaca panas. Panjangnya 1,6 km dengan kemiringan rata-rata 7,7 persen dan setinggi 128 m. Dan sekitar 600 meter terakhir tanjakannya sangat tinggi dan curam. Perjalanan masih panjang, jadi lebih baik dituntun saja simpan tenaga,” tukas Diah Kusumo Dewi, salah satu peserta perempuan.
Uniknya, mayoritas cyclist yang menuntun sepedanya malah tertantang untuk menaklukkan. “Kami harus kembali tahun depan dan harus lulus menanjak bukit Tebakang ini tanpa nuntun!” tekad Dewi.
Hari kedua ini makin spesial ketika rombongan disambut oleh Kepala Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kuching, Yonny Tri Prayitno. Yonny mengundang tim Tour de Borneo ini untuk makan malam di rumahnya.
“Kami datang dengan sepeda dan masih menggunakan jersey kami. Bahkan sempat kesasar juga sehingga sampai ke rumah konjen sudah terlambat dan kami langsung santap semua makanan hingga ludes. Kelaparan, euy!” cerita John lantas tertawa.
Malam kedua ini, seluruh cyclist menginap di Kuching, Malaysia. Lalu hari ketiga perjalanan dilanjutkan dari Kuching menuju Sosok, Indonesia.
“Di sini kami melewati border lagi tapi berbeda. Kali ini harus melewati border Tebedu di sisi Malaysia dan perbatasan Entikong di sisi Indonesia,” jelas John yang menetapkan harus istirahat selama 20 menit setiap 50 km.
Dari Kuching ke Sosok kali ini sejauh 226 km. Apes, proses imigrasi cap paspor di Entikong agak lamban. Sehingga jadwal gowes hari ketiga agak kacau. Alhasil, 25 km sebelum finis di Sosok, hari sudah gelap. Apalagi diiringi hujan deras dan kondisi jalan yang kurang mulus.
Setelah beristirahat di Sosok, hari keempat tiba. Etape terakhir ini “hanya” 153 km dari Sosok hingga Pontianak. Dan dilalui relatif tanpa masalah. “Saya sangat puas dengan Tour de Borneo ini. Saya sudah biasa gowes jarak jauh berhari-hari. Tapi baru kali ini lulus 800 km dalam empat hari. Ternyata saya mampu dan kuat,” bangga Dede Supriatna, cyclist dari Bandung.
Dede Supriatna.
Pujian senada juga dilayangkan oleh Dewi, salah satu peserta asal Jakarta ini. “Saya langsung daftar TdB ini karena melewati perbatasan Aruk dan Entikong. Melengkapi pengalaman gowes saya melewati perbatasan Indonesia Malaysia via Badau tahun lalu,” tuturnya.
Diah Kusumo Dewi.
Menurut Dewi, even ini keren banget karena rutenya sangat beragam. Rolling, nanjak, flat, panas, dan angin kencang. “Meskipun John sudah buat aturan pitstop setiap 50 km tetapi tetap juga terasa berat. Tapi saya puas banget dan ini pencapaian luar biasa, empat hari 800 km,” tuturnya bangga.
Menariknya, John mengorganisir even ini dengan mandiri. Jadi semua peserta tidak ada yang manja. Mereka semua sudah biasa dengan perjalanan mandiri.
“Hanya ada satu mobil itupun hanya untuk membawa tas pakaian. Dan dua marshal bermotor. Jadi semua peserta harus bisa survive sendiri selama empat hari,” tutur John yang menarik biaya Rp. 400 ribu saja ke peserta ini.
Biaya ini untuk mengcover sewa mobil, honor marshal, honor perawat dan lainnya. Untuk makan, hotel dan belanja di pitstop, seluruh peserta merogoh kocek sendiri.
“Saya book hotel di Sambas, Kuching Malaysia, dan Sosok. Sesampai di hotel, peserta bayar sendiri ke kasirnya,” tutup John yang berharap ada sponsor besar yang bisa mendukung even gowes lintas negara pertama di Indonesia ini. (mainsepeda)
Dari kiri: Dede Supriatna, Yonny Tri Prayitno, dan Johnny Van Aert.