Pelajaran utama dari Giro d’Italia 2019: Jangan pernah meremehkan lawan, siapa pun dia. Sulit dipercaya, pelajaran seperti itu masih berlaku di balapan tertinggi di dunia. Tapi, itulah yang terjadi. Itulah yang membantu Richard Carapaz mencatat sejarah. Pembalap Movistar berusia 26 tahun itu menjadi orang Ekuador pertama memenangi sebuah grand tour.
Seharusnya, Carapaz tak pernah boleh diremehkan. Tahun lalu dia sudah menunjukkan potensi juara. Tahun lalu, dia finis keempat di Giro d’Italia. Hanya kalah oleh Chris Froome, Tom Dumoulin, dan Miguel Angel Lopez.
Tapi, tahun ini dia benar-benar diremehkan.
Namanya tak pernah tersebut dalam daftar unggulan. Kalau melihat Tim Movistar, yang dijagokan justru Mikel Landa. Kenyataannya, Carapaz mengejutkan banyak orang. Meraih kemenangan di dua etape, mampu mengungguli pesaing di tanjakan-tanjakan, dan mampu bertahan di tiga time trial lomba.
“Memang benar, 21 hari lalu tidak ada satu pun menjagokan saya. Tidak ada yang percaya saya bisa melakukan ini. Dan akhirnya di sini mengenakan pink jersey, menorehkan nama saya pada trofi, ini sesuatu yang luar biasa,” tutur Carapaz usai etape penutup di Verona, Minggu lalu (2/6).
Usai Giro, mereka yang disebut sebagai unggulan pun mengakui kalau mereka lalai mengawasi Carapaz. Khususnya jagoan tuan rumah, Vincenzo Nibali (Bahrain-Merida).
Kelalaian itu terjadi di tengah-tengah lomba. Tepatnya di Etape 13 dan 14. Carapaz sudah memenangi etape keempat, dan tampil solid pada etape-etape selanjutnya. Namun, para unggulan masih belum mau memberi perhatian khusus padanya.
Pada Etape 13 dan 14, dua etape dengan tanjakan signifikan, Nibali “membiarkan” Carapaz melepaskan diri ke depan. Meraih satu lagi kemenangan plus mencuri banyak waktu di etape yang lain.
Pada saat itu, Nibali lebih sibuk menempel dan mengawasi Primoz Roglic (Jumbo-Visma). Bahkan, Nibali lebih sibuk mengomeli penampilan defensif Roglic daripada agresivitas pesaing lain.
Di atas kertas ini wajar, mengingat Roglic adalah unggulan utama lomba dan sangat kuat di ajang time trial. Namun pada akhirnya, ini yang membuat Nibali kehilangan kemenangan ketiganya di Giro d’Italia.
Meski demikian, Nibali mengaku tidak menyesal. Dia merasa sudah menerapkan strategi yang benar. “Saya tidak menyesal. Karena saya telah mencoba menjalani lomba yang hebat dengan menginterpretasikan situasi sebaik yang saya mampu,” ungkap pembalap yang telah memenangi semua grand tour. Dua kali Giro, sekali Tour de France, dan sekali Vuelta a Espana.
Roglic sendiri tidak terlalu kecewa. Ini adalah kali pertama dia naik podium di sebuah grand tour. Tahun lalu, dia finis keempat di Tour de France. Bagi pembalap Slovenia itu, hasil tahun ini adalah pelajaran untuk tahun depan.
Dengan berakhirnya Giro d’Italia, “tensi” WorldTour agak mendingin sejenak. Beberapa peserta Giro akan istirahat panjang dulu. Beberapa lainnya hanya istirahat sejenak. Setelah ini giliran lomba-lomba pemanasan lagi, menuju Tour de France yang berlangsung Juli mendatang.
Rencananya, Vincenzo Nibali termasuk pembalap yang akan kembali turun di Tour de France. Walau tujuannya mungkin bukan meraih juara overall. (azrul ananda)